Monday, 11 March 2013

Suasana Hadrat yang di alami oleh hati nurani dikenal sebagai hakikat atau hal ketuhanan. Hakikat dialami dalam dua kondisi. Dalam kondisi satu orang yang mengalaminya tidak sadarkan keberadaan dirinya dan dalam kondisi yang ke dua pula pengalaman hakikat tidak mencabut kesadaran dan kehambaannya. Misalnya, dalam satu pengalaman hakikat, orang yang hilang kesadaran mengucapkan: "Ana al-haq! (Akulah Tuhan) ", tetapi orang yang menetap dalam kesadaran dan kehambaan yang mengalami hakikat yang sama mengucapkan:" Hua al-Haq! (Dia-lah) ". Tipe pertama merasakan dia menjadi Tuhan. Tipe ke dua mengenali apa yang dimaksudkan sebagai Tuhan. Yang pertama hilang kesadaran diri lalu mengaku menjadi Tuhan. Yang ke dua pula mengenal Tuhan sebagai Tuhan dan hamba sebagai hamba. Tipe pertama disegel oleh bayang dan menemukan sulit untuk melewati tingkat itu. Tipe ke dua menetap pada kenyataan yang benar dan lebih mudah untuk sampai ke Kebenaran Hakiki.

Allah memiliki satu Hadrat bernama ar-Rahman. Orang yang hilang kesadaran masuk ke bayangan ar-Rahman lalu merasakan dirinya adalah ar-Rahman. Dia merasakan dirinya sangat pemurah, mau mengabulkan apa saja yang orang minta. Tetapi 'ar-Rahman'-nya hanyalah bayangan. Jadi apa yang bisa diberinya ini adalah bayangan yaitu pengharapan dan angan-angan. Orang yang menemukan Hadrat ar-Rahman dalam kesadaran mengalami hal yang berbeda. Dia tidak diganggu oleh bayangan. Dia mengalami suasana kesucian yang Maha Suci, kebesaran yang Maha Besar, keagungan yang Maha Agung. Pada saat itu dia merasakan setiap partikel keberadaannya sama seperti debu tepung. Ketika berhadapan dengan Tuhan ar-Rahman dia merasakan setiap partikel keberadaannya relai seperti debu tepung ditiup angin kencang. Kapan dia keluar dari pengalaman tersebut dia mendapat pengertian tentang keagungan Tuhan ar-Rahman. Dia mengerti kondisi hancurnya Gunung Thursina tatkala Tuhan hadapkan keagungan-Nya ke sana. Dia mengerti maksud kata Jibril as: "Jika aku melangkah satu langkah lagi cahaya keagungan Allah akan membakar daku". Dia mengerti maksud perkataan Rasulullah saw: "Cahaya di mana-mana, bagaimana aku bisa melihat-Nya".

Orang yang menetap dalam kehambaan mengalami hakikat dan memperoleh makrifat melalui pengalaman, bukan sekadar melalui ilmu. Ketika merasakan partikel keberadaannya tertanggal satu-satu dia mengenal Tuhan yang bisa dikenal. Setelah partikel keberadaannya 'diterbangkan angin' dan 'hilang', dia mengenal Tuhan yang melampaui segala identifikasi. Lalu dia mendapat pengertian bahwa yang benar-benar kenal Tuhan adalah Tuhan sendiri. Hanya Dia yang mengenal Diri-Nya. Kami mengenali-Nya melalui-Nya, sekadar yang Dia izinkan kami mengenal-Nya. Pengalaman hakikat cara demikian menggabungkan tahu dengan tidak tahu, paham dengan tidak faham dan kenal dengan tidak kenal.

Hal yang sering menimbulkan kebingungan masyarakat adalah persoalan Qada dan Qadar. Qada dan Qadar berhubungan dengan Ilmu Tuhan atau suasana Administrasi Tuhan. Ada orang yang Tuhan izinkan 'masuk' ke dalam suasana Ilmu-Nya. Apa yang ditemukan pada Hadrat Ilmu Tuhan adalah hakikat-hakikat yang menguasai perjalanan alam. Hakikat atau urusan Tuhan yang berhubungan dengan manusia dinamakan Hakikat Insan. Urusan Tuhan yang berhubungan dengan alam dinamakan Hakikat Alam. Urusan yang mencakup segala hal dinamakan hakikat kepada hakikat-hakikat atau hakikat yang menyeluruh. Pengalaman hakikat-hakikat pada Hadrat Ilmu Tuhan membawa seseorang ke jalan yang menggabungkan dua jalan yaitu jalan nabi dan jalan asma '. Jalan nabi adalah syariat yaitu mematuhi peraturan yang telah ditetapkan oleh Tuhan dan mengabdi kepada-Nya.

Tidak Aku jadikan jin dan manusia melainkan untuk mengabdi kepada. (Ayat 56: Surah adz-Dzaariyaat)
Jalan asma 'adalah menyaksikan rububiah (ketuhanan) pada setiap waktu dan dalam semua kondisi.

Sesungguhnya aku bertawakal kepada Allah, Tuhanku dan Tuhanmu. Tidak ada satu pun yang melata melainkan Dia-lah yang memegang ubun-ubunnya. Sesungguhnya Tuhanku adalah pada jalan yang lurus. (Ayat 56: Surah Hud)

Bukan kamu yang membunuh mereka tetapi Allah-lah yang membunuh mereka. Dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar tetapi Allah-lah yang melempar. (Ayat 17: Surah al-Anfaal)
Jalan syariat memperbaiki amal dan jalan asma 'atau jalan hakikat adalah menyaksikan Hadrat Ilahi dalam segala hal dan pada semua suasana. Bila dua jalan berpadu lahirlah amal lahir dan amal batin yang sesuai dengan peraturan dan kehendak Allah, mengambil Qada dan Qadar melalui nilai-nilai yang ada dengan manusia, berusaha dan beramal, dan pada waktu yang sama beriman dan bertawakal kepada Tuhan yang memegang perjalanan segala urusan. Tidak ada sesuatu yang bebas dari hakikat ketuhanan yang menguasainya.

No comments:

Post a Comment