Sufi yang mengalami wahdatul syuhud tetapi menolak paham wahdatul wujud, berpegang pada paham wahdatul ma'abud yaitu kepercayaan kepada keesaan Tuhan tanpa menyangkal keberadaan makhluk ciptaan Tuhan. Sufi kaum ini mengakui bahwa ada makhluk memang tidak berhakikat tetapi oleh karena makhluk diciptakan Tuhan maka makhluk memiliki eksistensi yang kuat, stabil, tetap, kekal memiliki respon dan sebagainya, bukan seperti ada khayali yang dibuat oleh tukang sulap. Jadi, wahdatul syuhud yang membawa sebagian sufi kepada wahdatul wujud itu juga yang mengatur sufi pada wahdatul ma'abud. Sufi yang tidak terbalik pandangan karena pengalaman wahdatul syuhud adalah yang ditetapkan pada makam kehambaan, sekalipun menempuh gelombang Alam Misal, alam bayangan, cahaya dan warna. Apa saja yang muncul dinafikannya dengan kalimat: lailahailalloh dengan artinya: "Tiada Tuhan melainkan Allah."
Kalimat Tauhid yang mengatur sebagian sufi pada makam kehambaan itu bisa juga digunakan untuk mencabut kehambaan ketika maksud kalimat tersebut diubah ke: "Tidak ada yang maujud kecuali Allah". ( la maujuda illalloh). Renungan yang mendalam dan disertai dengan ucapan yang berulang-ulang bertindak sebagai memukau diri sendiri sehingga terpahat keyakinan dalam jiwa bahwa hanya Wujud Tuhan yang ada. Orang yang memperoleh pemahaman wahdatul wujud secara renungan demikian tidak mengalami wahdatul syuhud, tidak ada pengalaman hakikat, tidak mengalami hal-hal ketuhanan karena mereka belum lagi sampai ke tingkat kesadaran hati (kalbu). Hal ketuhanan hanya dialami oleh orang yang sampai ke tingkat kesadaran hati. wahdatul wujud yang diperoleh secara tafakur itu menjadi pegangan orang yang berada pada tingkat ilmu, tetapi ilmu bayang bukan ilmu yang sebenarnya.
No comments:
Post a Comment