Sebagian sufi menempatkan segala hal kepada takdir semata. Tuhan yang memiliki kekuasaan Mutlak. Dia menguasai dan mengadakan peraturan untuk semua makhluk-Nya. Tuhan telah mengadakan ketentuan awal yang mengikat segala sesuatu. Dengan demikian sufi tersebut enggan memanggil sesuatu itu baik atau buruk seperti yang dinyatakan oleh syariat. Mereka tenggelam di dalam Qadar Tuhan sehingga tidak ada ruang untuk amr-Nya (peraturan-Nya). Mereka asyik menyaksikan rububiah sehingga tidak berusaha melakukan kewajiban terhadap Uluhiyah-Nya. Kebanyakan mereka tidak melihat ruang untuk berdoa, berdakwah dan berjihad. Mereka percaya segala hal harus diserahkan bulat-bulat kepada Tuhan dan mereka harus menerima apa saja yang sampai ke mereka. Mereka tidak perlu mencari kebaikan dan menghindari keburukan. Mereka enggan memperbaiki kerusakan dan melawan kejahatan dan kezaliman.
Syeikh Abdul Qadir Jailani merupakan salah seorang sufi yang tidak jatuh ke dalam pemahaman yang disebutkan di atas. Syeikh Abdul Qadir mengakui bahwa manusia bisa masuk ke dalam salah satu dari dua golongan yaitu golongan yang berada di dalam kedamaian, keamanan dan kebahagiaan dalam melakukan ketaatan kepada Tuhan dan golongan ke dua adalah yang berada dalam kondisi tidak aman, keraguan, keresahan dan kekacauan dalam keengkaran mereka kepada Tuhan dan aturan-Nya. Kedua nilai yaitu ketaatan dan keengkaran ada dalam diri manusia, dalam takdir yang Tuhan pertaruhkan pada manusia. Tuhan menempatkan di dalam takdir manusia itu sesuatu yang unik, yaitu kemampuan atau bakat untuk membuat pilihan. Memilih untuk berbuat taat atau berbuat maksiat merupakan bakat asasi manusia yang dkurniakan oleh Tuhan. Ia merupakan takdir yang Tuhan tentukan sejak azali dan ia juga termasuk dalam hal Qada dan Qadar. Bakat memilih itulah yang melahirkan usaha, perasaan, pikiran, pertimbangan dan tindakan. Semua itu adalah sifat atau bakat fitrah manusia. Kemampuan manusia membuat pilihan tidak sedikit pun menantang kehendak Tuhan karena memang kehendak Tuhan menjadikan manusia mampu memimpin rakyatnya membuat pilihan, tetapi Tuhan yang memegang kemutlakan. Dia berkuasa menggunakan Kuasa Mutlak-Nya menurut kehendak-Nya tanpa terikat dengan bakat manusia.
No comments:
Post a Comment