Saturday, 6 April 2013

Seseorang hamba yang akan memikul tugas kekhalifahan di bumi akan dipersiapkan melalui cara yang sesuai untuk memantapkan kerohaniannya. Tes bala bencana merupakan satu bentuk latihan yang perlu untuk membentuk kewibawaan seseorang. Orang yang dibawa ke tarekat ujian bala dipisahkan dari kesenangan dan penyebab yang menyenangkannya. Dia dikeluarkan dari alam keasyikan dan kelalaian. Beban dunia yang sedang diembannya, seperti kebesaran, kemuliaan dan kekayaan dicabut darinya. Dia menjadi miskin sesudah kaya, hina sesudah mulia dan kerdil sesudah berkedudukan tinggi. Hamba yang melalui tarekat kemiskinan ini akan menjadi sangat miskin sehingga dia hampir-hampir mengemis untuk mendapatkan kebutuhannya. Tuhan selamatkannya dari menjadi pengemis. Dibukakan sedikit pintu rezeki untuknya. Bekerjalah dia sesuai dengan bidang rezeki yang dibukakan kepadanya. Bidang kerja tahap ini berbeda dari bidang kerja yang lalu. Kali ini medan rezeki yang dapat diterokainya sangat sempit, tidak memadai untuk dia menyelesaikan masalah kehidupan yang dihadapinya, hinggakan dia hampir-hampir meminjam. Bila dia sampai hampir ke keadaan akan meminjam, Tuhan bukakan sedikit lagi bidang rezekinya. Selamatlah dia dari kebutuhan meminjam.

Pelatihan melalui tarekat ujian bala sampai ke tahap ini sudah berhasil menghancurkan sebagian besar dari ego dirinya. Dia sudah sampai ke pintu mengemis dan meminjam. Tuhan selamatkannya dari mengemis dan meminjam karena masih ada lagi sisa-sisa ego diri yang menghalanginya untuk mengemis dan meminjam dengan rela. Tes bala bencana kan terus menekan ego dirinya sehingga sisa-sisa itu juga terhapus. Dia memasuki tahap latihan spiritual yang lebih berat. Pada tahap ini pintu rezekinya ditutup sama sekali sehingga tidak ada jalan langsung untuknya mencari rezeki. Pintu meminjam juga tertutup baginya. Tuhan mencegah tangan manusia dari memberinya pinjaman. Hiduplah dia dalam keadaan yang sangat susah. Beban berat yang menekan jiwanya itu menyebabkan hatinya 'pecah'. Tahap ini merupakan tahap transisi perkembangan kerohaniannya. Dirinya yang lama 'digantikan' dengan diri yang baru. Hati yang telah 'pecah' itu 'digantikan' dengan hati yang baru. Dalam suasana hati yang baru inilah dia dapat merasakan sesuatu hubungan yang unik dengan alam gaib. Dia merasakan seakan-akan petunjuk dan bimbingan gaib mendatangi hatinya. Dia merasakan munculnya intuisi yang datang dari daerah kesadaran yang dalam. Intuisi yang demikian menguasai jiwanya. Dia bergerak dan melakukan sesuatu dengan 'petunjuk' atau cetusan rasa yang seni, yang kuat menguasai hatinya dan dia yakin dengan cetusan rasa tersebut. Cetusan rasa atau intuisi itulah yang menjadi pembimbingnya. Pada tahap ini barulah dikatakan dia benar-benar memasuki bidang kerohanian.

Dia memasuki pelatihan spiritual tingkat selanjutnya. Dia menerima cetusan rasa, intuisi atau 'perintah dari dalam' agar dia mendapatkan apa yang diperlukan dengan cara meminta kepada orang lain. Tuhan bukakan tangan masyarakat untuk memberi kepadanya. Jika dia meminta dia akan memperoleh apa yang dibutuhkannya dan jika dia enggan meminta dia tidak akan memperoleh apa-apa. Tingkat meminta-minta ini merupakan latihan menghancurkan keegoan tingkat paling halus. Sisa-sisa ego diri terhapus dari hatinya. Tidak ada apa-apa lagi baginya kecuali mematuhi cetusan rasa atau intuisi yang dinisbahkan kepada ilham yang dikirim oleh Tuhan. Perbuatan meminta-minta kepada orang lain tidak sedikit pun membuatnya merasa aib. Ketika orang memberi apa yang dia minta, bertambahlah keyakinannya bahwa gerak hatinya adalah benar. Akhirnya dia sampai pada tingkat kematangan jiwa tanpa ego diri. Jadi, latihan di atas tidak diperlukannya lagi.

No comments:

Post a Comment