Sebagai manusia yang hidup dalam dunia mereka masih bergerak dalam arus nalar tetapi mereka tidak menempatkan efektivitas hukum kepada sebab. Mereka selalu melihat kekuasaan Allah yang mengatur atau mencabut efektivitas pada sesuatu hukum sebab-akibat. Jika sesuatu sebab berhasil mengeluarkan akibat menurut yang biasa terjadi, mereka melihatnya sebagai kekuasaan Allah yang mengatur kekuatan pada sebab tersebut dan Allah juga yang mengeluarkan akibatnya. Allah swt berfirman:
Segala yang ada di langit dan di bumi bertasbih kepada Allah; dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Dialah yang menguasai dan memiliki langit dan bumi; Ia menghidupkan dan mematikan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. (Ayat 1 & 2: Surah al-Hadiid)
Maka Kami (Allah) berfirman: "Pukullah si mati dengan sebagian anggota sapi yang kamu sembelih itu". (Mereka pun memukulnya dan ia kembali hidup). Demikianlah Allah menghidupkan orang-orang yang telah mati, dan memperlihatkan kepadamu tanda-tanda kekuasaan-Nya, supaya kamu memahaminya. (Ayat 73: Surah al-Baqarah)
Orang yang melihat kepada kekuasaan Allah memimpin hukum sebab-akibat tidak menempatkan efektivitas kepada hukum tersebut. Cadangan devisanya kepada Allah, tidak kepada amal yang menjadi sebab. Orang yang seperti ini disebut ahli tajrid.
Ahli tajrid, seperti juga ahli asbab, melakukan sesuatu menurut peraturan sebab-akibat. Ahli tajrid juga makan dan minum Ahli tajrid juga memasak dengan menggunakan api. Ahli tajrid juga melakukan sesuatu pekerjaan yang berhubungan dengan rezekinya. Tidak ada perbedaan di antara amal ahli tajrid dengan amal ahli asbab. Perbedaannya terletak di dalam diri yaitu hati. Anggota asbab melihat kepada kekuatan hukum alam. Ahli tajrid melihat kepada kekuasaan Allah swt pada hukum alam itu. Meskipun anggota asbab mengakui kekuasaan Allah swt tetapi penghayatan dan kekuatannya pada hati tidak sekuat ahli tajrid
No comments:
Post a Comment