Tuesday, 9 April 2013

Amal dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu perbuatan lahir dan perbuatan hati atau suasana hati berhubungan dengan perbuatan lahir itu. Beberapa orang dapat melakukan perbuatan lahir yang serupa tetapi suasana hati berhubungan dengan perbuatan lahir itu tidak mirip. Dampak praktek lahir kepada hati berbeda antara seorang dengan seorang yang lain. Jika praktek lahir itu mempengaruhi suasana hati, maka hati itu dikatakan bersandar pada praktek lahir. Jika hati dipengaruhi juga oleh praktek hati, maka hati itu dikatakan bersandar juga pada amal, terserap amalan batin. Hati yang bebas dari bersandar kepada amal apakah amal lahir atau amal batin adalah hati yang menghadap kepada Allah swt dan menempatkan ketergantungan kepada-Nya tanpa membawa apapun amal, lahir atau batin, serta menyerah sepenuhnya kepada Allah tanpa takwil atau tuntutan. Hati yang demikian tidak menjadikan amalnya, lahir dan batin, walau berapa banyak sekalipun, sebagai alat untuk tawar menawar dengan Tuhan untuk mendapatkan sesuatu. Praktek tidak menjadi perantara di antaranya dengan Tuhannya. Orang yang seperti ini tidak membatasi kekuasaan dan kemurahan Tuhan untuk tunduk kepada perbuatan manusia. Allah Yang Maha Berdiri Sendiri berbuat sesuatu menurut kehendak-Nya tanpa dipengaruhi oleh siapapun dan sesuatu. Apa saja yang mengenai Allah adalah mutlak, tidak ada batas, perbatasan dan perbatasan. Oleh karena itu orang arif tidak membuat praktek sebagai perbatasan yang mengungkung ketuhanan Allah swt atau 'memaksa' Allah berbuat sesuatu menurut perbuatan makhluk. Perbuatan Allah swt berada di depan dan perbuatan makhluk di belakang. Tidak pernah terjadi Allah swt mengikuti perkataan dan perbuatan seseorang atau sesuatu.Sebelum menjadi seorang yang arif, hati manusia memang berhubungan erat dengan praktek dirinya, baik yang lahir maupun yang batin. Manusia yang kuat bersandar kepada praktek lahir adalah mereka yang mencari keuntungan duniawi dan mereka yang kuat bersandar kepada praktek batin adalah yang menemukan manfaat akhirat. Kedua jenis manusia tersebut berkeyakinan bahwa legalisasi menentukan apa yang mereka akan peroleh baik di dunia dan juga di akhirat. Kepercayaan yang demikian kadang-kadang membuat manusia hilang atau kurang ketergantungan dengan Tuhan. Ketergantungan mereka hanyalah untuk praktek semata-mata atau jika mereka bergantung kepada Allah swt, ketergantungan itu bercampur dengan keraguan. Seseorang manusia dapat memeriksa diri sendiri apakah kuat atau lemah cadangan devisanya kepada Allah swt . Lihatlah ke hati ketika kita terperosok ke dalam perbuatan maksiat atau dosa. Jika kesalahan yang demikian membuat kita menyerah dari rahmat dan pertolongan Allah itu tandanya ketergantungan kita kepada-Nya sangat lemah. Firman-Nya:

"Wahai anak-anakku! Pergilah dan intiplah berita tentang Yusuf dan saudaranya (Bunyamin), dan janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tidak berputus asa dari rahmat dan pertolongan Allah melainkan kaum yang kafir ". (Ayat 87: Surah Yusuf)
Ayat di atas menceritakan bahwa orang yang beriman kepada Allah swt menempatkan ketergantungan kepada-Nya walau dalam kondisi bagaimana sekali pun. Ketergantungan kepada Allah membuat hati tidak menyerah dalam menghadapi cobaan hidup. Kadang-kadang apa yang diinginkan, direncanakan dan diusahakan tidak mendatangkan hasil yang diharapkan. Kegagalan mendapatkan sesuatu yang diinginkan bukan berarti tidak menerima pemberian Allah swt Selagi seseorang itu beriman dan bergantung kepada-Nya selagi itulah Dia melimpahkan rahmat-Nya. Kegagalan memperoleh apa yang dihajatkan bukan berarti tidak mendapat rahmat Allah swt Apa juga yang Allah lakukan kepada orang yang beriman pasti ada rahmat-Nya, bahkan dalam soal tidak menyampaikan hajatnya. Kepercayaan yang demikian membuat orang yang beriman tabah menghadapi ujian hidup, tidak sekali-kali berputus asa. Mereka yakin bahwa ketika mereka sandarkan segala hal kepada Allah, maka apa juga amal kebaikan yang mereka lakukan tidak akan menjadi sia-sia.

No comments:

Post a Comment