Orang yang tidak beriman kepada Allah swt berada dalam situasi yang berbeda. Ketergantungan mereka hanya tertuju kepada praktek mereka, yang terkandung di dalamnya ilmu, pemikiran dan usaha. Ketika mereka mengadakan suatu usaha berdasarkan kemampuan dan pengetahuan yang mereka ada, mereka mengharapkan akan mendapatkan hasil yang setimpal. Jika ilmu dan usaha (termasuk pertolongan orang lain) gagal mendatangkan hasil, mereka tidak memiliki tempat bersandar lagi. Jadi mereka orang yang berputus asa. Mereka tidak dapat melihat hikmat kebijaksanaan Allah mengatur perjalanan takdir dan mereka tidak mendapat rahmat dari-Nya.
Jika orang kafir tidak bersandar kepada Allah swt dan mudah menyerah, di kalangan sebagian orang Islam juga ada yang demikian, tergantung sejauh mana sifatnya menyerupai sifat orang kafir. Orang yang seperti ini melakukan amalan karena kepentingan diri sendiri, bukan karena Allah swt Orang ini mungkin mengharapkan dengan amalannya itu dia dapat meraih kemakmuran hidup di dunia.Dia mengharapkan semoga amal kebaikan yang dilakukannya dapat mengeluarkan hasil dalam bentuk bertambah rezekinya, posisinya atau pangkatnya, orang lain semakin menghormatinya dan dia juga dihindarkan dari bala penyakit, kemiskinan dan sebagainya. Bertambah banyak amal kebaikan yang dilakukannya bertambah besarlah harapan dan keyakinannya tentang kesejahteraan hidupnya.
Sebagian kaum muslimin yang lain mengaitkan amal kebaikan dengan kemuliaan hidup di akhirat. Mereka memandang amal salih sebagai tiket untuk memasuki surga, juga untuk menjauhkan azab api neraka. Spiritualitas orang yang bersandar kepada amal sangat lemah, terutama mereka yang mencari keuntungan duniawi dengan amal mereka. Mereka tidak tahan menempuh ujian. Mereka mengharapkan perjalanan hidup mereka selalu nyaman dan segala-segalanya berjalan menurut apa yang direncanakan. Ketika sesuatu itu terjadi di luar harapan, mereka cepat naik panik dan gelisah. Bencana membuat mereka merasakan yang merekalah manusia yang paling malang di atas muka bumi ini. Bila berhasil memperoleh kebaikan, mereka merasakan kesuksesan itu karena kepandaian dan kemampuan mereka sendiri. Mereka mudah menjadi ego serta suka membual.
Apabila rohani seseorang bertambah teguh dia melihat amal itu sebagai jalan untuknya mendekatkan diri dengan Tuhan. Hatinya tidak lagi cenderung kepada manfaat duniawi dan ukhrawi tetapi dia berharap untuk mendapatkan karunia Allah swt seperti terbuka hijab-hijab yang menutupi hatinya. Orang ini merasakan amalnya yang membawanya kepada Tuhan. Dia sering mengaitkan pencapaiannya dalam bidang kerohanian dengan amal yang banyak dilakukannya seperti berzikir, shalat sunat, puasa dan lain-lain. Bila dia tertinggal melakukan sesuatu amal yang biasa dilakukannya atau bila dia tergelincir melakukan kesalahan maka dia merasa dijauhkan oleh Allah. Inilah orang yang pada tahap awal mendekatkan dirinya dengan Tuhan melalui praktek tarekat tasawuf.
No comments:
Post a Comment