Dalam kehidupan harian ada juga orang yang dipaksa oleh takdir untuk terjun ke dalam lautan tajrid. Orang ini awalnya termasuk dalam kelompok anggota asbab yang hidup menurut hukum nalar seperti orang. Kehidupan dalam daerah asbab itu tidak menambahkan kemantapan rohaninya. Dia membutuhkan perubahan bidang kehidupan barulah rohaninya bisa berkembang. Untuk tujuan menambahkan kekuatan kerohaniannya takdir memisahkan diri dari apa saja yang menghindari berjalan ke Tuhan. Awalnya menerima kedatangan takdir yang demikian, sebagai seorang yang masih terikat dengan hukum sebab akibat, dia akan berusaha sekuat upayanya untuk menahan takdir yang tidak diinginkan itu. Bila dia tidak berdaya menolong dirinya sendiri dia akan meminta pertolongan dengan orang lain yang memiliki kekuasaan. Kuasa yang ada dengan manusia tidak mampu juga menolongnya membatasi serangan takdir yang mendatanginya itu. Dia bisa mengadakan sebab tetapi akibat yang diharapkan tidak terjadi. Dia mengalami kondisi di mana hukum sebab akibat tidak berdaya menembus benteng takdir. Setelah puas berusaha dan membujuk orang lain, dia tidak ada pilihan lagi kecuali lari ke Tuhan. Musa sambil menangis, memohon Tuhan menolongnya, melepaskannya dari takdir yang menimpanya itu. Walau bagaimanapun dia merayu namun tangan takdir yang mencengkamnya tidak juga terlepas. Akhirnya dia tidak berkuasa melawan lagi. Dia mengaku kalah dan tunduk kepada perjalanan takdir yang menguasainya. Redalah dia dengan apa juga takdir yang menimpanya. Dia tidak lagi mohon Tuhan, sebaliknya dia menyerah bulat-bulat kepada-Nya. Tidak ada lagi ikhtiar, pilihan dan kehendak diri sendiri. Jadilah dia seorang hamba Allah yang bertajrid sepenuhnya. Bila seseorang hamba benar-benar bertajrid maka Allah akan mengelola kehidupannya.
Beberapa banyak binatang melata yang tidak sanggup membawa rezekinya. Allah yang menjamin rezekinya, juga terhadap kamu. Dia Maha Mendengar Maha Mengetahui. (Ayat 60: Surah al-'Ankabut)
No comments:
Post a Comment