Monday, 29 April 2013

Jika diberi seseorang amaliyah dzikir atau amaliyah keilmuan dengan pengamalan lelaku, sebaiknya diteliti dahulu, sanad amalan tersebut, apakah sudah jaminan amalan tersebut bersanad pada nabi atau tidak, sebab walau yang memberi amalan itu mengatakan amalan itu gunanya ini dan itu, jika tak bersambung sanad kepada nabi, maka amalan itu hanya akan menyengsarakan diri sendiri kedepannya, bisa saja setelah mengamalkan diri tak disadari telah menjerumuskan diri pribadi pada kesyirikan, atau kesusahan hidup, susah rizqi, dikuasai jin, dan nantinya diri akan sengsara dikuasai jin dan mengalami keadaan dimana diri tak bisa mengendalikan anggota badan lahir dan bathin,

Mengamalkan sesuatu itu jangan karena menemukan sesuatu, misal pas dzikir lantas melihat cahaya, wong melihat cahaya kan ndak aneh, hp saja bisa keluar cahayanya, kalau pengen lihat cahaya ndak perlu wirid, cukup beli lampu sebanyaknya dan dipasang berkerlap kerlip, ndak usah repot repot wirid, sebab wirid itu bukan untuk mencari cahaya.

Juga kenapa lantas takjub dan heran, waktu wirid kok kemudian di dalam mimpi ditemui orang berjubah, apa anehnya? kalau ditemui orang berjubah, kenapa ndak beli jubah saja lantas dikasihkan teman, dan suruh temannya menemui, malah lebih real dan bisa diajak salaman, kalau kurang jenggot panjang, ya sekalian diberi jenggot panjang, jika kita pengen yang ketemunya dalam mimpi jenggotan panjang, jadi menjalankan amaliyah itu jangan tertipu oleh pengalaman cahaya atau ketemu orang berjubah dalam mimpi, jika harapannya seperti itu ya bikin saja lebih real dan nyata, artinya pengalaman kita dalam dzikir dan menjalankan lelaku itu lebih berbentuk nyata, misal dapat uang, ya jangan dapatnya berkarung karung tapi dalam mimpi, mending dapat ndak usah berkarung karung, cukup setengah karung tapi nyata, jadi dimaksudkan nilai suatu dzikir itu sudah terjadi dalam kenyataan misal digaji Allah ya digaji beneran, misal diijabah Alloh ya diijabah beneran, itu maksud saya mengajak menjalankan amaliyah yang ku berikan, bukan sekedar teori tapi kenyataan.

Wednesday, 24 April 2013

Paling sulit itu menjelaskan apa yang tak pernah dialami manusia pada umumnya, sehingga harus membuat amsal, permisalan, dan kadang permisalan itu membuat orang makin bingung dengan penjelasan yang paling sederhana sekalipun.
Seorang yang bekerja di suatu perusahaan, katakanlah perusahaan pakaian, maka dia jika ditaruh bagian menjahit, dia akan makin tau seluk beluk ilmu menjahit, makin hari akan makin mahir, juga ketika dia bekerja ditempatkan di jadi penenun, maka dia akan makin mahir ilmu dan pengetahuan berbagai tenun, artinya orang itu akan mendapatkan ilmu soal apa yang dia tekun di apa yang diperbuatnya, jika seseorang itu menanam modal katakanlah seratus juta di pabrik tenun, maka orang itu sama sekali tak akan bekerja dan bertambah pengetahuannya soal tenun, tapi dia akan mendapat pembagian hasil dari perjanjian tanam modal itu, walau di dalam pabrik itu terjadi orang yang malas kerja, atau pabrik mengalami suatu kejadian unjuk rasa, maka tetap orang yang tanam modal akan mendapat bagiannya.

Sama orang yang menanam pekerjaan untuk suatu majlis, maka orang itu akan mendapatkan pengetahuan yang dianugerahkan Allah tidak bentuk uang tapi bentuk kebisaan, tapi jika orang itu menanam modal untuk majlis, maka orang itu akan mendapat uang pembagian yang diberikan Allah atas modal yang ditanam.

Siapa yang berbisnis dengan manusia, bisa saja manusia itu pendusta, tapi siapa saja yang berbisnis dengan Allah, maka Allah itu maha adil dan tak pernah dusta, cuma seberapa jauh kita iman padaNYA?
Dalam menjalankan amaliyah itu tak beda dengan menanam buah, ku contohkan buah mangga, kau ingin cepat memetik buahnya, maka kau harus merawat, menyiraminya dengan rajin, merabuknya, mencangkuli tanahnya, sebelum buah itu berbuah sekali, maka kau harus terus merawatnya, sampai mangga itu berbuah sekali, sebelum kau mendapatkan buah pertama, maka tidak ada buah kedua, tapi sekali kau dapatkan buah maka selalu mangga itu akan berbuah, kau rawat atau tak kau rawat, jika sehari saja mau berbuah lalu kau pangkas semua dahannya, maka juga tak akan berbuah, kau harus menunggu trubus dahan lagi, dan saat nanti berbuah entah kapan,
Jika kau ingin berbuah cepat dan dengan buah yang manis dan bagus, harus kau rawat dengan extra, kau pupuk dengan pupuk pilihan, kau rawat dengan penuh cinta dan perasaan, amal itu umpama bayi kecilmu, yang nanti akan mengharumkan namamu, mengangkatmu dalam kemulyaan di sisi Allah....dan yang akan merawatmu dan menjagamu siang dan malam ..... yang di dalamnya Allah serahkan malaikat malaikat sebagai pekerjanya.....

Sunday, 21 April 2013

Dalam perjalanan tarekat tasawuf praktek uzlah dilakukan dengan bersistematik dan pelatihan yang demikian dinamakan suluk. Orang yang menjalani suluk disebut murid atau salik. Si salik menghabiskan kebanyakan dari waktunya di dalam kamar khalwat dengan diawasi dan dibimbing oleh gurunya. Latihan bersuluk memisahkan salik dengan hijab yang paling besar bagi orang yang baru menjalani jalan spiritual yaitu pergaulan dengan orang banyak, mengikuti berbagai perkembangan dalam masyarakat yang sama sekali dia tak bisa berbuat apapun atau bagaimanapun, juga hanya duduk duduk sia sia di warung warung kopi, atau sekedar duduk di ujung gang, menghabiskan waktu dengan sia sia. Imannya belum cukup kuat dan mudah menerima rangsangan dari luar yang bisa menggelincirkannya untuk melakukan maksiat dan melalaikan hatinya dari mengingat Allah swt. Bila dia dipisahkan dari dunia luar jiwanya lebih aman dan tenteram mengadakan hubungan dengan Allah swt

Saat beruzlah, bersuluk atau berkhalwat, si murid bersungguh-sungguh di dalam bermujahadah melawan hawa nafsu dan menarik duniawi nafsu harus dipaksa memutuskan dari apa yang disenangi, kehangatan istri, canda tawa anak anak, sebagaimana Nabi ketika ke gua hiro' beliau tak membawa serta keluarganya, karena bukan pelesir atau rekreasi, maka seseorang yang ingin mendekatkan diri pada Allah dalam menjalankan laku uzlah atau kholwat menempa diri, supaya meninggalkan apa yang bisa menyibukkan urusan dunia, dengan sendirinya nafsu akan menolak, meninggalkan istri, baru seminggu pun akan timbul rasa kangen, berbagai bayangan istri melintas, berbagai bayangan anak berseliweran, juga kesenangan ketika kumpul dengan teman teman akan membuatnya rindu dan terjadi tarikan yang kuat, yang membentuk menjadi hijab, dan penghalang proses, seperti penghalang seseorang untuk melintasi jalan yang seharusnya dilintasi. maka sebaiknya dia memperbanyak shalat, puasa dan berzikir. Dia mengurangi tidur karena memperpanjang masa beribadat. Kegiatan beribadat dan pelepasan ikatan nafsu dan duniawi menjernihkan cermin hatinya. Hati yang suci bersih mengarah ke alam gaib yaitu Alam Malakut. Hati mampu menerima sinyal-sinyal dari alam ghaib. Sinyal yang diterimanya hanyalah sebentar tetapi cukup untuk menarik minatnya untuk mempelajari apa yang ditangkap oleh hatinya itu. Terjadilah perdebatan di antara pikirannya dengan dirinya sendiri. Pada saat yang sama dia menjadi penanya dan penjawab, murid dan pengajar. Perdebatan dengan diri sendiri itu dinamakan tafakur.

Pertanyaan timbul dalam pikirannya namun, pikirannya tidak dapat memberi jawaban. Ketika pikirannya meraba-raba mencari jawaban, dia mendapat bantuan dari hatinya yang sudah suci bersih. Hati yang berkeadan begini mengeluarkan nur yang menerangi akal, lalu jalan pikirannya terus menjadi terang. Sesuatu persoalan yang pada awalnya dianggap rumit dan membingungkan, tiba-tiba menjadi mudah dan terang. Dia mendapat jawaban yang memuaskan hatinya kepada persoalan yang sebelumnya mengacau pikiran dan jiwanya. Dia menjadi bertambah tertarik untuk bermeditasi menguraikan segala kekusutan yang tidak dapat dihuraikannya selama ini. Dia gemar merenung segala hal dan berdebat dengan dirinya, menghubungkannya dengan Tuhan sehingga dia mendapat jawaban yang memuaskan hatinya. Semakin dia bermeditasi semakin terbuka kegelapan yang menutupi pikirannya. Dia mulai memahami tentang hakikat, hubung-kait antara makhluk dengan Tuhan, rahasia Energi Ilahi dalam perjalanan alam dan sebagainya.

Sinyal-sinyal tauhid yang diterima oleh hatinya membuat mata hatinya melihat bekas-bekas tangan Allah dalam alam maya ini. Dia dapat melihat bahwa semuanya adalah ciptaan Allah, gubahan-Nya, lukisan-Nya dan peraturan-Nya. Hasil dari kegiatan bertafakur tentang Tuhan membawa dia bermakrifat kepada Allah melalui akalnya. Makrifat secara akal menjadi kemudi baginya untuk mencapai makrifat secara zauk.

Dalam studi ketuhanan akal harus tunduk mengakui kelemahannya. Akal harus sadar bahwa ia tidak mampu memahami hal gaib. Oleh itu akal harus meminta bantuan hati. Hati perlu dipoles supaya bercahaya. Dalam proses memoles hati itu akal tidak perlu banyak mengadakan argumen. Argumen akal memperlambat proses polishing hati ketika mengasingkan diri. Di dalam suasana isolasi nafsu menjadi lemah dan akal tidak lagi mengikut telunjuk nafsu. Barulah hati dapat mengeluarkan cahayanya. Cahaya hati menyuluh ke alam gaib. Bila alam gaib sudah terang benderang barulah akal mampu memahami hal ketuhanan yang tidak mampu diuraikannya sebelum itu.
Seseorang yang mencintai Allah dan ingin berada di sisi-Nya pasti sangat ingin untuk mencapai kepribadian yang suci bersih. Dalam membentuk kepribadian itu dia gemar mengikuti landasan syariat, kuat beribadah dan menjauhkan diri dari perbuatan maksiat dan dosa. Dia sering bangun pada malam hari untuk melakukan salat tahajud dan selalu pula melakukan puasa sunat. Dia menjaga tingkah-laku dan akhlak dengan mencontoh apa yang ditampilkan oleh Nabi saw Hasil dari kesungguhannya itu terbentuklah padanya kepribadian seorang muslim yang baik. Meskipun demikian dia masih tidak mencapai kepuasan dan kedamaian. Dia masih tidak mengerti tentang Allah swt. Banyak persoalan yang timbul di dalam kepalanya yang tidak mampu dihuraikannya. Dia telah bertanya kepada mereka yang alim, tetapi dia tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan hatinya. Jika ada pun jawaban yang baik disampaikan kepadanya dia tidak bisa menghayati apa yang telah dijelaskan itu. Dia mempelajari kitab-kitab tasawuf yang besar-besar. Ulama tasawuf telah memberikan penjelasan yang bisa diterima oleh akalnya namun, dia masih merasakan kekosongan di satu sudut di dalam dirinya. Bisa dikatakan yang dia sampai ke perbatasan akalnya.

Orang yang gagal mencari jawaban dengan kekuatan akalnya dan menemui kebuntuan dalam mencari penjelasan atas pertanyaan pertanyaan yang keluar dari pemikiran dan kejadian di masyarakat khususnya dalam hubungan ketuhanan dan pemahaman yang lembut. maka Jalan yang disarankan ialah uzlah atau mengasingkan diri dari orang banyak. Jika dalam suasana biasa akal tidak mampu memecahkan kubuntuan kebuntuan, dalam suasana uzlah hati mampu membantu akal secara tafakur, merenungi hal-hal yang tidak dapat dibayangkan oleh akal biasa. Uzlah yang direkomendasikan ini bukanlah uzlah sebagai satu cara hidup yang berkelanjutan tetapi ia adalah satu bentuk latihan spiritual untuk memantapkan rohani agar akalnya dapat menerima pancaran Nur Kalbu karena tanpa sinar Nur Kalbu tidak mungkin akal dapat memahami hal-hal ketuhanan yang halus-halus, dan tidak akan diperoleh iman dan tauhid yang hakiki.

Hati adalah bangsa rohani atau nurani yaitu hati berkemampuan mengeluarkan nur jika ia berada di dalam keadaan suci bersih. nur yang dikeluarkan oleh hati yang suci bersih itu akan menerangi otak yang bertempat di kepala yang menjadi kendaraan akal. Akal yang diterangi oleh nur akan dapat mengimani hal-hal gaib yang tidak dapat diterima oleh hukum logika. Beriman kepada hal gaib menjadi jalan untuk mencapai tauhid yang hakiki.

Nabi Muhammad saw sebelum diutus sebagai Rasul pernah juga mengalami kebuntuan akal tentang hal ketuhanan. Pada masa itu banyak pendeta Nasrani dan Yahudi yang arif tentang hal tersebut, tetapi Nabi Muhammad saw tidak pergi ke mereka untuk mendapatkan jawaban yang mengganggu pikiran beliau, sebaliknya beliau telah memilih jalan uzlah. Ketika usia beliau 36 tahun beliau melakukan uzlah di Gua HiraĆ¢. Beliau tinggal sendirian di dalam gua yang sempit lagi gelap, terpisah dari istri, anak-anak, keluarga, masyarakat hingga cahaya matahari pun tidak mendekati beliau Praktek uzlah yang demikian baginda saw lakukan secara berulang-ulang sehingga umur baginda saw mencapai 40 tahun. Waktu yang paling beliau gemar beruzlah di Gua HiraĆ¢ 'adalah pada bulan Ramadan. Latihan uzlah yang beliau lakukan dari umur 36 sampai 40 tahun itu telah memantapkan rohani beliau sehingga berupaya menerima tanggungjawab sebagai Rasul. Latihan saat uzlah telah menyucikan hati beliau dan meneguhkannya sehingga hati itu mampu menerangi akal untuk menafsirkan wahyu secara halus dan lengkap. Wahyu yang dibacakan oleh Jibril hanyalah singkat tetapi Rasulullah saw dapat menghayatinya, memahaminya dengan tepat, mengamalkannya dengan tepat dan menyampaikannya kepada umatnya dengan tepat meskipun beliau tidak tahu membaca dan menulis.

Begitulah kekuatan dan kebijaksanaan yang lahir dari latihan selama uzlah. Tanpa latihan dan persiapan yang cukup seseorang tidak dapat masuk ke dalam medan tafakur tentang ketuhanan. Orang yang masuk ke dalam medan ini tanpa persediaan dan kekuatan akan menemui kebuntuan. Jika dia masih juga menabrak tembok kebuntuan itu dia akan jatuh ke dalam jurang gila.

Masyarakat hidup dalam suasana: "Tugas utama adalah mengelola kehidupan harian dan tugas paruh pula menghubungkan diri dengan Allah swt". Orang yang di dalam suasana ini selalu ada waktu untuk apa juga aktivitas tetapi sulit menemukan kesempatan untuk bersama-sama Allah swt. Orang yang seperti ini jika diperingatkan agar mengurangi aktivitas kehidupannya dan memperbanyak aktivitas hubungan dengan Allah mereka memberi alasan bahwa Rasulullah dan sahabat-sahabat beliau tidak meninggalkan dunia lantaran sibuk dengan Allah. Mereka ini lupa atau tidak mengerti bahwa Rasulullah saw dan para sahabat telah mendapat wisal atau penyerapan hal yang abadi. Hati mereka tidak berpisah lagi dengan Allah Kesibukan mengelola urusan harian tidak membuat mereka lupa kepada Allah SWT satu detik pun. Orang yang mata hatinya masih tertutup dan cermin hatinya tidak menerima pancaran Nur Sir, tidak mungkin hatinya berhadap kepada Allah swt ketika sedang sibuk melayani makhluk Allah swt. Orang yang insaf akan kelemahan dirinya akan mengikuti jalan yang dirintis oleh Rasulullah saw dan diikuti oleh para sahabat yaitu memisahkan diri dengan semua jenis kesibukan terutama pada sepertiga malam yang akhir. Tidak ada hubungan dengan orang banyak. Tidak dikunjung dan tidak mengunjungi. Tidak ada koran, radio dan televisi. Tidak ada hubungan dengan segala sesuatu kecuali hubungan dengan Allah swt

Friday, 19 April 2013

Mengajak pada jalan kebaikan itu tidak semudah mengajak pada jalan kejahatan, atau mengajak pada kesia siaan, sudah kita mengajaknya harus sepi dari pamrih agar ajakan itu masuk di hati, seperti kaca bening yang dipakai mengaca perempuan yang mau mempercantik wajahnya, tanpa kaca bening itu harus mengajak perempuan itu untuk membersihkan tak ada kaca yang pintar berbicara walau diletakkan di seluruh dunia, tak ada kaca cermin yang satupun pintar berbagai bahasa, tapi orang yang berdiri di depan kaca akan dengan sendirinya mempercantik wajahnya dan membersihkan aneka kotoran di wajah, tanpa sekalipun kaca meminta, dengan suka rela perempuan yang bercermin itu akan berusaha mempercantik wajahnya, jadi orang yang baik yang mengajak kepada orang lain itu, yang bisa menjadi cermin dimana orang yang bercermin akan suka rela memperbagus budi pekerti akhlaq mulianya, tak pernah memaksakan kehendak dan tak marah jika apa yang disampaikan pada orang lain tak memperoleh tanggapan, atau disumpah serapahi juga segera dilupakan.....
Menundukkan nafsu bukanlah pekerjaan yang mudah. Seseorang itu harus kembali kepada hatinya, bukan akalnya. Hati tidak akan berbohong dengan diri sendiri sekalipun akal menutupi kebenaran atas perintah nafsu. Kekuatan hati adalah ikhlas. Maksud ikhlas yang sebenarnya adalah:

Katakanlah: "Sesungguhnya salat, ibadah, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah Tuhan yang memelihara dan Pemelihara sekalian alam". (Ayat 162: Surah al-An'aam)

Dalam ikhlas tidak ada kepentingan diri. Semuanya karena Allah swt. Selagi kepentingan diri tidak ditanam dalam bumi selagi itu ikhlas tidak tumbuh dengan baik. Ia menjadi sempurna ketika ada diri itu sendiri dibudidayakan. Bumi tempat menanamnya adalah bumi yang tersembunyi, jauh dari perhatian manusia lain. Ini adalah umpama kuburan yang tidak bertanda.

Jika seseorang mampu membenamkan dirinya, lahiriyah dan batiniahnya dari pandangan manusia, pendapat dan penilaian orang lain, bukan berarti seseorang harus pergi ke atas gunung atau ke dalam gua, jika manusia mampu adalah lahiriyahnya ketika dirinya bersikap berpakaian bukan karena manusia dan ketika beribadah dan melakukan amaliyah bukan karena manusia dan kepentingan yang ada di dirinya, tapi mutlak karena Allah, itu mungkin akan sangat sulit, karena setiap manusia juga punya kesenangan dan keperluan yang berhubungan dengan istri anak dan keluarga. itu juga sedikit banyak akan mempengaruhi sikap dan kecendrungan hati seseorang..... makanya dalam keikhlasan seseorang membutuhkan proses,
Jika hijab menutupi nafsu dan akal yang membungkus hati sehingga kebenaran tidak terlihat. Akal yang ditutupi oleh kegelapan nafsu, yaitu akal yang tidak menerima pancaran nur, tunduk kepada perintah nafsu. Nafsu tidak pernah kenyang dan akal selalu ada jawaban dan alasan alasan untuk tak taat pada Allah. Argumen akal menjadi benteng yang kokoh buat nafsu bersembunyi dengan berbagai alasan yang dibuat, aku sibuk jika harus dzikir tak ada, tempatnya tak suci mau ini tak bisa karena begini dan begitu, selalu membuat alasan alasan dan sibuk dengan banyak alasan waktu, mau sholat tempatnya ramai dll alasan, Jangan memandang enteng kekuatan nafsu menguasai akal dan indera. Al-Quran telah memberi peringatan tentang:

melihatkah (wahai Muhammad) keburukan keadaan orang yang menjadikan hawa nafsunya: tuhan yang dipuja lagi ditaati? Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara sesat? Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka mendengar atau memahami (apa yang engkau sampaikan kepada mereka)? Mereka hanyalah seperti binatang ternak, bahkan (bawaan) mereka lebih sesat lagi. (Ayat 43 & 44: Surah al-Furqaan)

Dan kalau Kami menghendaki niscaya Kami tinggikan pangkatnya dengan (alasan mengamalkan) ayat-ayat itu. Tetapi ia mati-mati cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya: ia mengulurkan lidahnya terengah-engah, dan jika kamu membiarkannya ia juga mengulurkan lidahnya terengah-engah. Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlan kisah-kisah itu agar mereka mau berpikir. (Ayat 176: Surah al-A'raaf)

Manusia yang menerima ayat-ayat Allah yang seharusnya menjadi mulia setelah berubah dari kehinaan karena mereka memperturutkan hawa nafsu. Ayat-ayat Allah swt yang diketahuinya memancarkan cahaya pada hati dan akalnya tetapi kegelapan nafsu membungkus cahaya itu. Di dalam kegelapan nafsu, akal mengadakan argumen bagi mendustakan ayat-ayat Allah swt yang dia sendiri mengetahuinya. Allah swt mengadakan perbandingan yang hina bagi orang yang seperti ini. Mereka adalah umpama anjing yang tidak bisa berpikir dan tidak bermartabat. Buruk sekali pandangan Allah terhadap orang yang mempertuhankan nafsunya. Nafsu yang tidak ingin kenyang adalah umpama anjing yang selalu menjulurkan lidahnya, tidak memperdulikan bahkan diusir berkali-kali.

Allah SWT mewahyukan ayat-ayat yang menceritakan tentang kehinaan manusia yang menerima ayat-ayat-Nya tetapi masih juga memperturutkan hawa nafsu, sehingga cerita yang demikian bisa memberi kesadaran kepada mereka. Jika mereka kembali sadar, mereka akan keluar dari kegelapan nafsu. Dipandu ayat-ayat Allah yang sudah mereka ketahui mereka akan temui jalan yang benar.

jalan kemulyaan di sisi Allah....
Ikhlas menjadi kekuatan yang menghalau syirik. Jalan syirik adalah kepentingan diri sendiri. kepentingan nafsu dan ego kesenangan diri sendiri, bisa berupa sifat atau benda. Jadi diri sendiri harus diperhatikan untuk menghindari terjadinya syirik. Bila kepentingan diri sendiri bisa ditundukkan barulah muncul keikhlasan.

Dan juga pada diri kamu sendiri. Maka mengapa kamu tidak ingin melihat serta memikirkan (dalil-dalil dan bukti itu)? (Ayat 21: Surah adz-Dzaariyaat)

Kita harus bisa menyelami persoalan yang lebih halus yaitu hakikat diri kita sendiri atau keberadaan kita. Kita dijadikan dari tanah, maka kembalikan ia (jasad) ke tanah, yaitu ia (jasad) harus dilayani sebagai tanah sehingga tidak mengenakan tipu dayanya sebagai sifat tanah itu akan bermanfaat jika bisa ditanami, bisa dimanfaatkan dan bisa berguna, sifat tanah yang harus diolah dan tak bisa berdiri sendiri ketika akan dimanfaatkan, ketika akan ditinggali, maka tanah harus dibangun rumah, ketika akan ditanami sesuatu maka harus diolah disiram dengan air, ketika akan dibuat kendi atau peralatan keramik maka harus diolah dan dibakar. Apabila kita sudah dapat membatasi pengaruh jasad maka kita hadapi pula roh kita. Roh datangnya dari Allah SWT, karena ruh adalah urusan Allah swt, maka kembalikan ia kepada Allah swt. Bila seseorang hamba itu sudah tidak terikat lagi dengan jasad dan roh maka jadilah dia bekas yang sesuai untuk diisi dengan Allah swt.

Pada awal perjalanan, seseorang pengembara spiritual membawa bersamanya sifat basyariah serta kesadaran terhadap dirinya dan alam nyata. Dia dikendalikan oleh kehendak, pemikiran, cita-cita, angan-angan dan lain-lain. Anasir-anasir alam seperti mineral, tumbuh-tumbuhan dan hewan turut mempengaruhinya. Latihan spiritual menghancurkan sifat-sifat yang keji dan memutuskan rantai pengaruh anasir-anasir alam.

Thursday, 18 April 2013

Tingkat ikhlas yang paling rendah adalah ketika amal perbuatan bersih dari riak yang jelas dan samar tetapi masih terikat dengan keinginan untuk pahala yang dijanjikan Allah swt. Ikhlas seperti ini dimiliki oleh orang yang masih kuat bersandar kepada amal, yaitu hamba yang mentaati Tuannya karena mengharapkan upah dari Tuannya itu. Walau tingkatan ini rendah, tapi bukan lantas kita ndak mau dalam tingkatan ini, seperti anak SD, yang tau kalau sekolah SD itu rendah, karena tinggian kuliah, bukan berarti lantas anak SD gak mau sekolah SD dan pengen langsung kuliah, tak bisa seperti itu, ketika sekolah SD, sekolahlah sampai menjadi rengking 1, sama ketika tingkatan kita itu tingkatan orang yang bersandar pada amal dan maka harus sampai rengking kita terjawab semua doa,

Di bawah dari tingkatan ini tidak dinamakan ikhlas lagi. Tanpa ikhlas seseorang beramal karena sesuatu muslihat keduniaan, ingin dipuji, ingin menutup kejahatannya agar orang percaya kepadanya dan bermacam-macam lagi trik yang rendah. Orang dari golongan ini meskipun banyak melakukan praktek namun, praktek mereka adalah umpama tubuh yang tidak bernyawa, tidak bisa menolong tuannya dan di hadapan Tuhan nanti akan menjadi debu yang tidak mensyafaatkan orang yang melakukannya. Setiap orang yang beriman kepada Allah swt harus mengusahakan ikhlas pada amalannya karena tanpa ikhlas syiriklah yang menyertai praktek tersebut, sebanyak ketiadaan ikhlas itu.

(Amalkanlah hal itu) dengan tulus ikhlas kepada Allah, serta tidak mempersekutukan sesuatu pun dengan-Nya. (Ayat 31: Surah al-Hajj)

"Serta (diwajibkan kepadaku): 'hadapkanlah seluruh dirimu menuju (ke arah mengerjakan perintah-perintah) agama dengan benar dan ikhlas, dan janganlah kamu termasuk orang-orang musyrik'". Dan janganlah kamu (Muhammad) menyembah atau memuja yang lain dari Allah, yang tidak dapat mendatangkan manfaat kepadamu dan tidak juga hikmah kepadamu. Jadi, jika kamu mengerjakan yang demikian, maka pada saat itu kamu akan menjadi orang-orang yang lalim (terhadap diri sendiri dengan perbuatan syirik itu). (Ayat 105 & 106: Yunus)

Daging dan darah binatang korban atau hadiah itu tidak sekali-kali akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah amal yang ikhlas yang berdasarkan takwa dari kamu. (Ayat 37: Surah al-Hajj)
Allah menyeru sekaligus supaya berbuat ikhlas dan tidak berbuat syirik. Ikhlas adalah lawan kepada syirik. Jika sesuatu amal itu dilakukan dengan anggapan bahwa ada makhluk yang berkuasa mendatangkan manfaat atau mudarat, maka tidak ada ikhlas pada amal tersebut. Bila tidak ada ikhlas akan adalah syirik yaitu sesuatu atau seseorang yang kepadanya amal itu ditujukan. Orang yang beramal tanpa ikhlas itu disebut orang yang zalim, meskipun pada lahirnya dia tidak menzalimi siapa.

Intisari kepada ikhlas adalah melakukan sesuatu karena Allah semata, tidak ada kepentingan lain. Kepentingan diri sendiri merupakan musuh ikhlas yang paling utama. Kepentingan diri lahir dari nafsu. Nafsu inginkan kemewahan, kenikmatan, kedudukan, kemuliaan, puji-pujian dan sebagainya. Apa yang lahir dari nafsu itulah yang sering menghambat atau merusak ikhlas.
Sekali pun sulit mencapai tingkat ikhlas yang tertinggi namun, haruslah diusahakan agar diperoleh kondisi hati yang ikhlas dalam segala perbuatan baik yang lahir maupun yang batin. Hati harus sering diservis, agar ketika dalam lintasan perjalanan ter tempeli debu dosa yang melekat, maka akan segera luntur karena dibersihkan dengan dzikir dan ingatan pada Allah sebagai Orang yang telah tumbuh di dalam hatinya rasa mencintai Allah swt akan berusaha membentuk hati yang ikhlas. Mata hatinya melihat bahwa Allah jualah Tuhan Yang Maha Agung dan dirinya hanyalah hamba yang hina. Hamba wajib tunduk, patuh dan taat kepada Tuhannya. Orang yang di dalam makam ini beramal karena Allah: karena Allah yang memerintahkan supaya beramal, karena Allah swt berhak ditaati, karena perintah Allah wajib dilaksanakan, semuanya karena Allah tidak karena sesuatu yang lain. Golongan ini sudah dapat menaklukkan hawa nafsu yang rendah dan pesona dunia tetapi dia masih melihat dirinya di samping Allah swt Dia masih melihat dirinya yang melakukan amal. Dia gembira karena menjadi hamba Allah yang beramal karena Allah swt Sifat kemanusiaan biasa masih mempengaruhi hatinya.

Setelah kerohaniannya meningkat hatinya dikuasai sepenuhnya oleh perbuatan Allah, menjadi orang arif yang tidak lagi melihat kepada dirinya dan amalnya tetapi melihat Allah, Sifat-sifat-Nya dan perbuatan-Nya. Apa saja yang ada dengannya adalah anugerah Allah swt Sabar, reda, tawakal dan ikhlas yang ada dengannya semuanya merupakan anugerah Allah swt, bukan amal yang lahir dari kekuatan dirinya.
Amal lahiriah digambarkan sebagai batang tubuh dan ikhlas pula digambarkan sebagai nyawa yang menghidupkan batang tubuh itu. Jika kita kurang mendapat kesan yang baik dari latihan spiritual harus kita merenung dengan mendalam tubuh amal apakah ia bernyawa atau tidak.

Tak salah memang kalau ada orang yang mengatakan yang penting hatinya, yaitu tempat ikhlas itu bersemayam, atau orang mengatakan motor itu yang penting mesinnya, itu juga tidak salah, tapi juga mesin tanpa onderdil pelengkap, maka mesin juga tidak jalan, sama saja jika motor tanpa mesin, maka motor hanya didorong saja, tentu membuat payah orang yang memiliki, sama amal yang di dalamnya tidak disertai keikhlasan maka hanya isinya payah, lelah, dan tidak memetik apa apa selain payah.

Lebih tepat jika dikatakan ikhlas sebagai suasana hati dan hal sebagai Nur Ilahi yang menyinari hati yang ikhlas. Ikhlas menjadi persiapan yang penting bagi hati menyambut kedatangan sinar Nur Ilahi. Ketika Allah swt berkehendak memperkenalkan Diri-Nya kepada hamba-Nya maka dipancarkan Nur-Nya kepada hati hamba tersebut. Nur pengiriman gelombang ke hati ini bernama Nur Sir atau Nur Rahasia Allah Hati yang diterangi oleh nur akan merasakan hal ketuhanan atau mendapat tanda-tanda tentang Tuhan. Setelah mendapat pertandaan dari Tuhan maka hati pun mengenal Tuhan. Hati yang memiliki sifat begini dikatakan hati yang memiliki ikhlas tingkat tertinggi. Tuhan berfirman untuk menggambarkan ikhlas dan hubungannya dengan makrifat:

Dan sebenarnya perempuan itu telah berkeinginan sangat kepadanya, dan Yusuf (mungkin timbul) keinginannya kepada perempuan itu kalau ia tidak menyadari kenyataan Tuhannya (tentang kejinya perbuatan zina itu). Demikianlah (takdir Kami), untuk menjauhkan dari Yusuf hal-hal yang tidak baik dan perbuatan yang keji, karena sesungguhnya ia dari hamba-hamba Kami yang dibersihkan dari segala dosa. (Ayat 24: Surah Yusuf)
Nabi Yusuf as adalah hamba Allah yang ikhlas. Hamba yang ikhlas berada dalam pemeliharaan Allah swt Bila dia dirangsang untuk melakukan kejahatan dan kekotoran, Nur Rahasia Allah swt akan memancar di dalam hatinya sehingga dia menyaksikan dengan jelas akan tanda-tanda Allah dan sekaligus meleburkan rangsangan jahat tadi. Inilah tingkat ikhlas yang tertinggi yang dimiliki oleh orang arif dan hampir dengan Allah swt Mata hatinya senantiasa memandang kepada Allah swt, tidak pada dirinya dan perbuatannya. Orang yang berada di dalam makam ikhlas yang tertinggi ini selalu dalam ridha Allah baik saat beramal atau saat diam. Allah sendiri yang memeliharanya. Allah mengajarkan agar hamba-Nya berhubungan dengan-Nya dalam kondisi ikhlas.

Dia Yang Hidup; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia; maka sembahlah Dia dengan memurnikan amal agama kamu kepada-Nya semata-mata. Segala puji bagi Allah, Tuhan yang memelihara dan Pemelihara sekalian alam. ( Ayat 65: Surah al-Mu'min)
Allah jua Yang Hidup. Dia yang memiliki segala kehidupan. Dia-lah Tuhan sekalian alam. Apa saja yang ada di alam ini adalah ciptaan-Nya. Apa saja yang hidup adalah diperhidupkan oleh-Nya. Jalan dari Allah SWT adalah nikmat dan karunia sementara jalan dari hamba kepada-Nya pula adalah ikhlas. Hamba dituntut untuk mengikhlaskan segala aspek kehidupan untuk-Nya. Dalam melaksanakan tuntutan memurnikan kehidupan untuk Allah ini hamba tidak bisa merasa takut dan gentar kepada sesama makhluk.

Jadi maka sembahlah Allah dengan mengikhlaskan ibadah kepada-Nya (dan menjauhi bawaan syirik), sekalipun orang-orang kafir tidak menyukai (yang demikian). (Ayat 14: Surah al-Mu'min)
Allah swt telah menetapkan kode etik kehidupan yang harus dijunjung, dihayati, diamalkan, disebarluaskan dan diperjuangkan oleh kaum muslimin dengan sepenuh jiwa raga dalam kondisi ikhlas karena Allah swt, meskipun ada orang-orang yang tidak suka, orang-orang yang menghina, orang-orang yang membangkang dan mengadakan perlawanan. Keikhlasan yang diperjuangkan dalam kehidupan dunia ini akan dibawa bersama ketika menemukan Tuhan kelak.

Katakanlah: "Tuhanku menyuruh berlaku adil (pada segala hal), dan (menyuruh supaya kamu) menghadapkan (dan hati) kamu (kepada Allah) dengan benar pada setiap kali mengerjakan shalat, dan bertasbihlah dengan mengikhlaskan amal agama kepada-Nya semata -mata; (karena) sebagaimana Ia telah membuat kamu pada awalnya, (demikian pula) kamu akan kembali (kepada-Nya) ". (Ayat 29: Surah al-A'raaf)

Wednesday, 17 April 2013

Golongan orang yang dicari menempuh jalan yang berbeda dari orang yang mencari. Orang yang dicari tidak cenderung untuk menuntut ilmu atau beramal dengan tekun. Dia hidup selaku orang sipil tanpa kesungguhan bermujahadah. Tapi, Allah telah menentukan satu posisi kerohanian kepadanya, maka takdir akan menyeretnya sampai ke posisi yang telah ditentukan itu. Orang dalam golongan ini biasanya berhadapan dengan sesuatu peristiwa yang segera membawa perubahan pada hidupnya. Perubahan sikap dan perilaku terjadi secara mendadak. Kejadian yang menimpanya biasanya berbentuk tes yang memutuskan hubungannya dengan sesuatu yang menjadi penghalang di antaranya dengan Allah Jika dia seorang raja yang beban kerajaannya menyebabkan dia tidak mampu mendekati Allah, maka Allah mencabut kerajaan itu darinya. jika seorang pekerja, yang pekerjaannya itu membuatnya lupa pada Allah, Allah lalu membuat seorangitu di pecat dari pekerjaannya, jika dia seorang kaya raya, maka Allah meluluh lantakkan kekayaannya sampai miskin papa jika Terlepaslah dia dari beban tersebut dan pada saat yang sama muncul satu keinsafan di dalam hatinya yang membuatnya menyerahkan dirinya kepada Allah swt dengan sepenuh hatinya. Jika dia seorang hartawan takdir akan memupuskan hartanya sehingga dia tidak ada tempat bergantung kecuali Tuhan sendiri. Jika dia berkedudukan tinggi, takdir mencabut posisi tersebut dan ikut tercabut adalah kemuliaan yang dimilikinya, diganti pula dengan kehinaan sehingga dia tidak ada tempat untuk dituju lagi kecuali kepada Allah swt Orang dalam golongan ini dibatasi oleh takdir dari menerima bantuan dari makhluk sehingga mereka menyerah terhadap makhluk. Lalu mereka kembali dengan penuh kerendahan hati kepada Allah swt dan timbullah dalam hati mereka suasana penyerahan atau Aslim yang benar-benar terhadap Allah swt Penyerahan yang tidak mengharapkan apa-apa dari makhluk membuat mereka reda dengan apa saja takdir dan perbuatan Allah swt Suasana begini membuat mereka sampai dengan cepat ke halte pintu gerbang makrifat bahkan ilmu dan amal mereka masih sedikit. Orang yang berjalan dengan kendaraan bala bencana mampu sampai ke perhentian tersebut dalam waktu dua bulan sedangkan orang yang mencari mungkin sampai dalam waktu dua tahun.

Abu Hurairah ra menceritakan yang beliau ra mendengar Rasulullah saw bersabda yang maksudnya:
Allah berfirman: "Apabila Aku menguji hamba-Ku yang beriman kemudian dia tidak mengeluh kepada pengunjung-pengunjungnya maka Aku lepaskan dia dari belenggu-Ku dan Aku gantikan baginya daging dan darah yang lebih baik dari sebelumnya dan dia bisa memperbaharui amalnya sebab yang lalu telah diampuni semua ".

Amal kebaikan dan ilmunya tidak mampu membawanya ke posisi spiritual yang telah ditentukan Allah, lalu Allah dengan rahmat-Nya menetapkan tes bala bencana yang menariknya dengan cepat ke posisi dekat dengan Allah SWT Dengan demikian tidak perlu dipertanyakan tentang praktek dan ilmu jika kondisi yang demikian terjadi pada seseorang hamba-Nya.
Jalan menuju perhentian Aslim yaitu ke pintu gerbang makrifat secara umumnya terbagi menjadi dua. Jalan pertama dinamakan jalan orang yang mencari dan jalan kedua dinamakan jalan orang yang dicari. Orang yang mencari akan melalui jalan di mana dia kuat melakukan mujahadah, berjuang melawan godaan hawa nafsu, kuat melakukan amal ibadah dan gemar menuntut ilmu. Nampaknya sibuk melaksanakan tuntutan syariat dan batinnya memperteguh iman. Dipelajarinya tarekat tasawuf, mengenal sifat-sifat yang tercela dan berusaha mengikiskannya dari dirinya. Kemudian diisikan dengan sifat-sifat yang terpuji. Dipelajarinya perjalanan nafsu dan melatihkan dirinya agar nafsunya menjadi bertambah suci hingga meningkat ke tingkat yang diridhai Allah swt Inilah orang yang diceritakan Allah swt dengan firman-Nya:

Dan orang-orang yang berusaha dengan sungguh-sungguh karena memenuhi kehendak agama Kami, sesungguhnya Kami akan memimpin mereka ke jalan-jalan Kami (yang membuat mereka bergembira serta mendapat kesenangan); dan sesungguhnya (pertolongan dan bantuan) Allah adalah beserta orang-orang yang berbuat. (Ayat 69: Surah al-'Ankabut)

Wahai manusia! Sesungguhnya engkau selalu berpenat - (menjalankan keadaan hidupmu) dengan sedaya upayamu sampai (saat engkau) kembali kepada Tuhanmu, maka engkau tetap menemukan balasan apa yang telah engkau kerjakan (tertulis semuanya). (Ayat 6: Surah al-Insyiqaaq)
Orang yang bermujahadah pada jalan Allah dengan cara menuntut ilmu, mengamalkan ilmu yang dituntut, memperbanyak ibadah, berzikir, menyucikan hati, maka Allah menunjukkan jalan dengan memberikan taufik dan hidayat sehingga terbuka kepadanya suasana berserah diri kepada Allah swt tanpa ragu-ragu dan reda dengan perbuatan Allah swt Dia dibawa ke pintu gerbang makrifat dan hanya Allah saja yang menentukan apakah orang tadi akan dibawa ke Hadrat-Nya atau tidak, dikaruniai makrifat atau tidak.
Orang yang hatinya suci bersih akan menerima pancaran Nur Sir dan mata hatinya akan melihat kepada fakta bahwa Allah, Tuhan Yang Maha Mulia, Maha Suci dan Maha Tinggi tidak mungkin ditemukan dan dikenali kecuali jika Dia mau ditemui dan dikenal. Tidak ada ilmu dan amal yang mampu menyampaikan seseorang kepada Allah swt Tidak ada jalan untuk mengenal Allah swt Allah swt hanya dikenal ketika Dia memperkenalkan 'diri-Nya'. Penemuan fakta bahwa tidak ada jalan yang terhulur pada gerbang makrifat merupakan puncak yang dicapai oleh ilmu. Ilmu tidak mampu pergi lebih jauh dari itu. Ketika mengetahui dan mengakui bahwa tidak ada jalan atau tangga yang dapat mencapai Allah maka seseorang itu tidak lagi bersandar pada ilmu dan amalnya, apa lagi kepada ilmu dan amal orang lain. Bila sampai di sini seseorang itu tidak ada pilihan lagi melainkan menyerah sepenuhnya kepada Allah swt

Bukan senang ingin membulatkan hati untuk menyerah bulat-bulat kepada Allah swt Ada orang yang mengetuk pintu gerbang makrifat dengan doanya. Jika pintu itu tidak terbuka maka semangatnya akan menurun hingga bisa menyebabkan menyerah. Ada pula orang yang berpegang dengan janji Allah bahwa Dia akan membuka jalan-Nya kepada hamba-Nya yang berjuang di jalan-Nya. Kuatlah dia beramal agar dia lebih layak untuk menerima karunia Allah swt sebagaimana janji-Nya. Dia menggunakan kekuatan amalannya untuk mengetuk pintu gerbang makrifat. Bila pintu tersebut tidak terbuka juga maka dia akan merasa ragu-ragu.

Dalam perjalanan mencari makrifat seseorang tidak terlepas dari kemungkinan menjadi ragu-ragu, lemah semangat dan menyerah jika dia masih bersandar kepada sesuatu selain Allah swt Hamba tidak ada pilihan kecuali berserah kepada Allah, hanya Dia yang memiliki kekuasaan mutlak dalam menentukan siapakah antara hamba- hamba-Nya yang layak mengenali Diri-Nya. Ilmu dan amal hanya digunakan untuk membentuk hati yang berserah diri kepada Allah swt Aslim atau menyerah diri kepada Allah swt adalah perhentian di depan pintu gerbang makrifat. Hanya para hamba yang sampai di perhentian Aslim ini yang cenderung menerima karunia makrifat. Allah swt menyampaikan hamba-Nya di sini adalah tanda bahwa si hamba tersebut dipersiapkan untuk menemui-Nya. Aslim adalah makam dekat dengan Allah swt Siapa yang sampai kepada makam ini haruslah terus membenamkan dirinya ke dalam lautan penyerahan tanpa menghiraukan banyak atau sedikit ilmu dan amal yang dimilikinya. Jika Allah kehendaki dari makam inilah hamba diangkat ke Hadrat-Nya.

Tuesday, 16 April 2013

Ketika seorang hamba sudah dimabuk cinta kepada Allah, dan dalam menjalankan segala gerak hidup ada muatan ibadah di dalamnya, seperti seorang yang punya pacar, segala gerak hidup adalah untuk pacarnya, dari menata rambut sampai mandi dan tidur juga terjaga sampai memakai pakaian, semua dilakukan untuk menyenangkan kekasihnya,

Sama ketika seseorang dipenuhi hatinya oleh rasa mahabbah, apa juga yang dilakukan hanya untuk menyenangkan Allah, segala gerak dalam diri semua bermuatan ibadah, pengabdian kepada pacar yaitu Allah, walau dalam ibadah dan laku amaliyah sudah karena harapan mendapat cinta dari sang pacar, itu setidaknya sudah meningkat di tingkat yang lebih tinggi dalam ubudiya, makanya kemudian apa yang diucapkan sekalipun semuanya berdasarkan cinta Allah, secara lahiriyah orang seperti ini tidak bisa di jadikan hujjah atau panutan ucapannya secara menyeluruh, karena apa yang ucapkan belum tentu ada manfaatnya untuk orang yang ada di tingkatan abidin,

Sebab kata dan petuahnya cenderung pada memerintah seseorang agar cinta pada Allah, dan membenci seseorang yang bermaksiat kepada Allah, sehingga diharapkan untuk menjadi petunjuk bagi orang lain akan jauh dari mengakibatkan kemanfaatan, sebab segala aspek masuk dihubungkan dengan kecintaan dan kerinduannya, makanya orang yang masuk pada tingkatan muhibbin akan masih cenderung melihat amalnya sendiri,

Sebagaimana orang yang jatuh cinta pada seseorang dinasehati juga percuma, pintu dikunci, juga akan lompat jendela, jadi ketika seseorang jatuh cinta pada Allah maka tidak bisa diajak masuk ke ruang logika orang kebanyakan, sebab dia lebih tenggelam dalam logikanya sensdiri,

Dan saat itu Allah yang akan membimbingnya, kekasih yang akan mengarahkannya, menunjukkan rasa cinta dengan menunjukkan berbagai terbukanya aneka hijab sehingga hamba paham akan segala sifat dan perbuatan Allah, dan tenggelam dalam binbingan Allah sampai menembusi berbagai pintu demi pintu penghijab antara hamba dengan Allah, sampai hamba mengenal Allah dengan pengetahuan yang dikuatkan oleh Allah dengan terbukanya mata bathin hamba, sehingga hamba meningkat pada makrifatulloh dengan kaffah dan sempurna, sehingga ketika kembali pada kesadaran diri, hamba bisa menjadi petunjuk bagi orang lain yang ingin mendekatkan diri pada Allah.

Semua kejadian dari proses perjalanan dari seorang yang tak tau apa apa sampai kemudian menapaki maqom maqom kedudukan itu membutuhkan proses yang panjang, seiring perkembangan usia dan perjalanan diri dan yang penting dengan cara yang benar yang diwariskan nabi SAW, waris yang terjaga dari guru kepada guru sampai ke kita sambungannya tak putus, menjadikan ilmu itu bersih murni dari kekotoran pendapat perorangan yang kadang kala masih mementingkan kepentingan nafsunya dalam menyampaikan ilmu, makanya tidak semua orang bisa dijadikan petunjuk dan acuan dan dari dulu, paralon besar penyambung sanad dari Nabi hanya satu. dan paralon penyambung sanad yang lain hanya dijadikan badal atau ganti.

Siapa yang menerima kemurnian ilmu dan amal yang terjaga oleh para guru, yang kemudian tak butuh lagi membuat filter dan menghabiskan berbagai penyakit seperti orang yang mengambil air dari sembarang sungai dan got tepi jalan.
Pada suatu hari seorang pria bertanya kepada Mu'az bin Jabal. Apakah hadits-hadits yang pernah tuan dengar dari Rasulullah SAW?? Mu'az pun terdiam sebentar, kemudian Mu'az pun dengan tiba-tiba saja menangis dengan hebatnya, tampaknya tidak akan berhenti lagi. Setelah lama kemudian Mu'az mulai reda dari tangisannya dan berdiam sejenak, lalu Mu'az pun berceritalah ....... katanya:

Rasulullah SAW pernah bersabda: "Mudah-mudahan akan menjadi kebaikan kiranya bagimu jika engkau selalu ingat dan senantiasa waspada" demikian sabdanya, Mu'az pun melanjutkan kisah ......

"Allah telah membuat tujuh Malaikat, sebelum Allah menciptakan tujuh bumi dan tujuh langit. Pada setiap lapisan langit ada pintunya, ditugaskan pada setiap pintu langit seorang malaikat yang begitu besar megah dan hebat .......

1. Pengumpat

Naik Malaikat Hafazah ke langit pertama membawa amalan seorang hamba yang dilakukan pagi dan sore, siang dan malam, bersinar-sinar cahaya amalannya seperti matahari, lalu Malaikat penjaga pintu langit pertaama berkata: Bawa kembali praktek orang itu hempaskan ke mukanya! Aku diperintahkan Allah di sini sebagai peneliti dosa orang-orang mengumpat, sehingga tidak membiarkan praktek orang mengumpat
naik melintas aku ke atas.

2. BERMEGAH DENGAN KEBENDAAN

Datang pula malaikat Hafazah lainnya membawa amalan sholeh hamba Allah yang sangat bersinar-sinar amalannya itu. Ketika sampai ke langit kedua maka Malaikat penjaga pintu langit itupun berkata: Berhenti!
Ambil praktek itu, pukulkan ke wajah orang yang empunya praktek itu, karena bersarang dengan kemegahan dunia tidak boleh melintasi aku, karena dia bermegah-megahan dengan amalannya kepada manusia (karena pangkat, karena jabatan, karena uang, karena nama, karena pujian dan sebagainya)

3. TAKABBUR

Naik pula Malaikat Hafazah yang lain lagi membawa amalan hamba Allah yang bercahaya dan cemerlang dari praktek sedekah, puasa, shalat yang menakjubkan Malaikat Hafazah sendiri. Ketika tiba di langit ketiga, ditahan oleh malaikat penunggu pintu langit ketiga, katanya: Berhenti! Ambil praktek itu pukulkan ke wajah tuannya! Aku Malaikat pengawas sifat takabur, tidak memungkinkan melintasi aku dengan perintah Allah, karena praktek ibadahnya berisi takabur, selalu takabur dalam acara ramai

4. 'UJUB

Naik lagi Malaikat Hafazah yang lain ke langit ke empat membawa amalan sholeh hamba Allah yang sangat bersinar-sinar cahayanya. Sungguh hebat, berdengung-dengung bunyinya praktek itu yang berisi tasbih, shalat, haji umrah, tidak diperkenankan melintasinya. Ketika tiba di langit keempat, ditahan oleh malaikat penunggu pintu langit keempat, katanya: Berhenti! Ambil praktek itu pukulkan ke belakangnya dan perutnya, karena aku Malaikat peneliti sifat ujub, dia sangat ujub dengan amalannya (merasa bangga karena banyak praktek sampai mengherankan dirinya)

5. HASAD DENGKI

Naik lagi Malaikat Hafazah yang lain ke langit ke lima membawa amalan sholeh hamba Allah, Ketika tiba di langit kelima dilihat oleh Malaikat penjaga pintu langit kelima itu bahwa Malaikat Hafazah membawa praktek seperti berarak pengantin perempuan dengan hebatnya, lalu malaikat penjaga langit itu berkata: Berhenti! Ambil praktek itu pukulkan ke wajah tuannya, ke lehernya, ke bahunya! Aku Malaikat pengawas sifat dengki manusia, tidak mengizinkan orang-orang hasad dengki amalannya itu dinaikkan melewati aku di langit kelima ini.

6. TIDAK BERSIFAT RAHIM

Naik pula Malaikat Hafazah yang lain lagi membawa amalan hamba Allah menghadap Tuhan, lalu ditahan oleh Malaikat. Berhenti! Ambil praktek itu pukulkan ke wajah tuannya, karena dia tidak bersifat rahim sesama manusia, orang ditimpa bala, dia hanya melihat saja. Aku malaikat Rahmat, senantiasa meneliti sifat rahim manusia Allah perintah kepada aku supaya jangan membiarkan praktek hamba yang tidak ada sifat rahim naik ke atas.

7. RIA '

Naik lagi Malaikat Hafazah yang lain sampai ke langit ke tujuh membawa amalan sholeh hamba Allah yang indah cemerlangnya bersinar seperti matahari diiringi oleh tiga ribu malaikat, akan melewati langit ke tujuh, maka ditahan oleh Malaikat penjaga pintu langit itu: Berhenti! Ambil praktek itu pukulkan ke mukanya dan segala anggota badannya, dan menutup pintu hatinya dengan amalannya itu. Aku diperintahkan Allah agar melarang amalannya melewati langit ke tujuh. Karena amalannya menghendaki pujian dari ahli-ahli ilmu (ulama fuqaha '), sehingga dia disebut termasuk ke dalam golongan ulama fuqaha', sehingga masyhur namanya. (Praktek ria ': memperlihat-lihatkan, menunjuk-nunjukkan kepada manusia mencari pujian dari praktek itu) karena praktik itu tidak ikhlas karena Allah, yaitu Ria' kepada manusia, Allah tidak melihat praktek orang ria '.

8. TIDAK BENAR-BENAR IKHLAS

Naik pula Malaikat Hafazah yang lain lagi membawa amalan hamba Allah yang sholeh dari shalatnya, zakatnya, haji umrahnya, sholehnya, waraknya, baik akhlaknya, berdiam diri, senantiasa dalam dzikir Allah, diiringi oleh Malaikat segenap petala langit, karena kebesaran kehebatan amalannya itu sehingga dapat melinatasi segenap tujuh lapisan pintu langit dan menembus segala hijab yang sangat jauh di atas dari langit ke tujuh menuju ke hadirat Allah SWT, lalu mereka sekalian berhenti dihadapan Allah Taala menjadi saksi atas praktek orang sholeh itu karena ikhlasnya, Allah berfirman: Kamu semua penjaga amalan hamba -hambaKu sedangkan aku pengawas atas dirimu. Sebenarnya amalannya bukan karena keridhaanKu, hanya lain yang dicarinya, maka Aku kutuk ke atasnya, dan semua Malaikat pun turut mengutuk pula bersama Allah, dan mengutuk pula oleh tujuh langit dan tujuh bumi dengan segala isinya.

Kemudian Nabi SAW bersabda lagi kepada Mu'az bin Jabal memberi pelajaran kepadanya, sabdanya: Ikutlah akan Daku meskipun ada kekurangan dalam amalanmu!
Dalam menapaki tangga mendekatkan diri pada Allah, tidak bisa tidak manusia harus menapaki tiga tangga besar, yaitu tangga abidin atau ahli ibadah, kemudian tangga mukhibbin yaitu tangga pecinta, dan tangga arifin, yaitu tangga kemakrifatan,

Di tangga abidin, manusia masih membutuhkan suatu bukti bukti yang masuk akal untuk menambah suatu keyakinan dalam hati, makanya masih selalu mengait ngaitkan ibadah dengan logika dan otak atik akal, sebentar sebentar diakal, sebentar sebentar dihitung dengan untung rugi, sebab ibadahnya masih dilihat seperti orang yang seakan akan dagang dengan Allah, jadi mau untung tak mau rugi, walau jelas Allah itu tidak ada akan merugikan kepada siapapun yang berdagang denganNYA, sehingga orang yang masih melihat barter dengan Allah, maka dirinya itu masih dalam tingkatan abidin, dan itu tidak salah, atau bukan hal yang salah, karena seseorang jika tidak melewati dan tak juga selesai melintasi tangga abidin, maka juga tak akan melewati tangga setelahnya, seperti tak lulus SD maka tak akan sampai sekolah SMP dan SMA, jafi ketika di tangga abidin. yaitu orang yang masih membutuhkan suatu keyakinan akan semua ibadahnya, masih ingin melihat pahala dan ganjaran dari ibadahnya kepada Allah, ya lakukan dengan kesungguhan sampai pahala atau jawaban doa kepada Allah itu terjawab dengan nyata dan bukti nyata, yang berulang ulang dibuktikan kenyataannya, bukan hanya kira kira, jadi benar benar doa itu diijabah apa yang diminta kepada Allah dalam kewajaran itu diperoleh ijabahnya, dan itu berulang ulang,

Kalau dikaitkan dalam tangga abidin ini dalam tingkatan thoreqoh disebut tingkatan latifah, jadi latifah 7, itu umpama tuju langit dan berbagai pintunya, kita menjalankan ibadah dan amaliyah semua ibadah saat itu adalah untuk menembusi 7 latifah, atau tuju pintu langit, dimana menjadi penghubung antara diri dengan Allah, juga tuju pintu langit yang di pintunya menolak amal ibadah sampai doa yang di dalam orangnya masih belum bersih dari 7 dosa, bukan dosa yang berbentuk lahiriyah tapi dosa yang berbentuk batiniyah, dari sombong, iri dengki, khasad, ghibah, namimah, ujub, riak, itu dibersihkan dari tuju latifah di hati, dengan sendirinya jika sudah bersih, maka begitu juga amal ibadah, atau doa akan menembus langit tuju, melewati penjagaan malaikat penjaga langit, dan doa di ACC oleh Allah.

Makanya ketika menempati maqom abidin, manusia dituntut untuk menempatkan diri sesuai pada tempatnya, sampai doa doa terijabah, dan terus terijabah, sehingga diri yakin, terkikis rasa ragu, untuk menembusi 7 latifah itu muslim harus menembusinya dengan berbagai ibadah yang banyak untuk mempermudah penembusan, dari puasa, sholat malam, taubat, membaca al-qur'an, dzikir dzikir yang di wktu waktu dijalankan dengan istiqomah, sedekah kepada tempat tempat ibadah, yang akan mendukungnya untuk menembusi dengan cara cepat dan nyata, sebab seseorang itu umur bertambah ndak baik jika seumur umur di kelas SD, tak naik naik kelas, ketika semua permintaan kepada Allah itu terijabah, dan sudah menjadi biasa doa itu terijabah, maka dalam diri akan muncul rasa makhabbah kepada Allah, makhabbah jalaran songko kulini, rasa cinta yang timbul kepada Allah karena menbiasakan ibadah dengan tekun dan selalu memeperoleh jawaban doa yang dipanjatkan, tanpa jeda dan tanpa nanti, sebab doa yang untuk kepentingan dunia itu ijabahnya ya di dunia, seperti minta hujan ya hujannya di dunia, jika doa itu ijabahnya semua di akherat ya semua orang di dunia minta hujan semua, dan berulang ulang lalu ijabahnya di akherat nanti, apa malah gak kebanjiran akheratnya, jadi kalau untuk dunia, ya ijabahnya di dunia, dan doa untuk akherat ijabahnya di akherat.

ya misal kita kelaparan lantas minta kepada Allah, kemudian kita meminta kepada Allah rizqi, kalau ijabahnya di akherat, maka kita karena tak makan keburu mati, alangkah tak adilnya Allah, padahal itu bukan soal Allah tak adik, sebab dalam tingkatan abidin, seseorang memang harus melakukan barter dengan Allah, bukan barter itu untuk kepentingan Allah, atau ibadah kita itu akan memperkaya Allah, sama sekali bukan, tapi ibadah kita itu sebagai bukti ketaqwaan kita pada Allah, takut dengan ancaman Allah yaitu neraka, dan takut tidak bisa masuk surga, dan takut adzab siksa Allah di dunia, dan di dalamnya juga ingin melihat bukti nyata akan hasil ibadah kita, akan di hati timbul keyakinan, yang tidak mudah digoyahkan oleh godaan syaitan dari jin, dan ojok ojokan syaitan dari manusia, karena sudah melihat keyakinan dengan mata kepala sendiri, sehingga keyakinan mantap, kukuh kuat, tak lekang oleh waktu dan perubahan.

Ketika sudah melihat aneka bukti dan kejadian, dan memperoleh fadhilah fadhilah Allah, kemudian dalam diri akan mengalir mahabbah, cinta yang benar benar cinta lahir bathin, tanda seseorang itu mulai dipenuhi hatinya oleh cinta, seperti orang yang pacaran, sebentar sebentar kangen ingin ketemu, mau berkorban apa saja untuk pacar, sama orang yang mulai hatinya dipenuhi rasa cinta pada Allah, sudah malas banyak berkumpul dengan orang umum, lebih suka berkumpul dengan Allah, semalaman duduk berduaan pacaran sama Allah akan kuat, selalu menyebutnya di setiap keadaan, di keadaan duduk, berdiri berjalan, di apapun kesempatan, di hatinya hanya ada Allah, dan untuk kekasih dan keperluan agar diperhatikan kekasih rela melakukan apa saja untuk menyenangkan kekasih, jika memberikan uang untuk kekasih seperti nuang air, seperti angin yang berhembus, seperti panah yang dilepas dari busurnya, asal kekasih suka maka apa juga rela di lakukan.

Allah begitu juga menunjukkan cintanya berkali lipat dari kecintaan hamba.... dan Allah juga menunjukkan kedekatannya dari urat leher, hamba sudah tak lagi harus menunjukkan permintaan doa untuk meminta, cukup hamba punya krentek atau keinginan di hati, maka keinginan itu akan seketika itu dipenuhi. sebab Allah telah selalu ada di hati hamba itu, diingat setiap siang dan malam, dengan ingatan orang yang mabuk rindu.

Monday, 15 April 2013

Hamba yang buta mata hatinya akan berbuat yang berlawanan yaitu dia tekun dan rajin di dalam mencari rezeki yang dijamin oleh Allah tetapi dia mencuaikan tanggungjawab yang diamanatkan oleh Allah swt Orang ini akan menggunakan daya upaya yang banyak untuk memperoleh rezeki yang tersedia dengan daya upaya yang sederhana tetapi menggunakan daya usaha yang sedikit dengan harapan untuk mendapatkan sesuatu yang tidak mungkin diperoleh kecuali dengan daya upaya yang gigih dan perjuangan yang hebat yaitu pahala-pahala untuk amal shalih.

Mata hati melihat ke yang hak dalam kegaiban. Nafsu yang hanya berminat dengan materi yang nyata menutupi yang hak itu dan akal mengadakan argumen untuk menguatkan keraguan yang tumbuh pada nafsu. Hal gaib disaksikan dengan keyakinan. Jika nafsu dan akal bersepakat mengadakan keraguan, kebenaran yang ghaib akan terhijab. Orang yang mencari kebenaran tetapi gagal menundukkan nafsu dan akalnya akan berputar-putar di tempat yang sama. Keyakinan dan keraguan selalu berperang dalam jiwanya.
Mata hati berfungsi mengenal gaib. Makrifat atau pengenalan kepada keabadian atau hari akhirat akan melahirkan kesungguhan pada menjalankan amanat Allah yaitu mengerjakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Amanat itu akan terus dibawa oleh para hamba untuk diserahkan kembali kepada Allah yang meletakkan amanat tersebut kepada mereka. Makrifat mata hati yang demikian melahirkan sikap takwa dan beramal salih. Bila takwa dan amal shalih menjadi sifat seorang hamba maka masuklah hamba itu ke dalam jaminan Allah

Dialah Tuhan yang hanya memberikan tanda-tanda keesaan-Nya dan kekuasaan-Nya (untuk menghidupkan rohani kamu), dan yang menurunkan (untuk jasmani kamu) sebab-sebab rezeki dari langit. Dan tiadalah yang ingat serta mengambil pelajaran (dari yang demikian) melainkan orang yang selalu bertumpu (kepada Allah). (Ayat 13: Surah al-Mu'min)

Allah berfirman dalam Hadis Qudsi:

Hamba-Ku, taatilah semua perintah-Ku, jangan membeber kebutuhan kamu.
Allah sebagai Tuhan, Tuan atau Majikan tidak sekali-kali mengabaikan kewajiban-Nya untuk memberi rezeki kepada hamba-hamba-Nya sementara hamba-hamba pula berkewajiban mentaati Tuan mereka. Rezeki telah dijamin oleh Allah dan untuk mendapatkan rezeki tersebut seseorang hamba hanya perlu bertindak sesuai dengan makamnya. Jika dia seorang ahli asbab maka bekerjalah ke arah rezekinya dan jangan iri hati terhadap rezeki yang dikaruniakan kepada orang lain. Jika dia anggota tajrid maka bertawakallah kepada Allah dan jangan gusar jika terjadi keterlambatan atau kekurangan dalam urusan rezeki. Walau dalam makam manapun seseorang hamba itu berada dia harus melakukan kewajiban yaitu bersungguh-sungguh mentaati Allah dengan mengerjakan perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya. Hamba yang terbuka mata hatinya akan meyakini terhadap jaminan Allah dan tidak mencuaikan kewajibannya. Hamba ini akan melipat-gandakan kegiatan dan kerajinannya untuk bertakwa dan beramal salih tanpa mencurigai jaminan Allah swt tentang rezekinya.
Apa yang dilihat dan dipahami oleh orang yang telah mata hatinya terbuka, tentu beda dengan apa yang dilihat dan dipahami oleh orang yang mata hatinya tertutup,

Sebagaimana apa yang dilihat dan dipahami oleh orang yang melek, tentu beda dengan apa yang dilihat dan dipahami oleh orang buta, orang melek melihat gajah, dia akan bisa menggambarkan dengan sejelas jelasnya apa rupa gajah, bagaimana bentuknya berapa besarnya dan apa saja yang dimiliki gajah dengan kelengkapan penjelasan, tapi seorang yang melek, ketika ketemu dengan orang buta, maka orang melek ditanya dan disuruh menggambarkan oleh orang buta, maka sama sekali orang melek itu tidak bisa menyebutkan gambaran gajah dengan sebenarnya, hanya bisa menjelaskan kepada orang buta dengan berbagai isyarat atau amsal, percontohan, jadi tidak bisa mengatakan gajah itu bentuknya besar, kulitnya tebal mungkin akan lebih memahamkan, gajah itu besarnya sebesar tubuhmu cuma sepuluh kali lipat dari tubuhmu, sehingga si buta akan membuat bayangan tubuhnya sendiri dan mengalikan dengan 10 kali lipat, juga jika mengatakan gajah punya belalai, orang buta tak akan paham, maka perlu dijelaskan dengan ibarat, gajah punya sesuatu di wajahnya namanya belalai, bentuknya kayak tanganmu, cuma ada lubangnya di dalamnya. jadi segala penjelasan memerlukan contoh dan amsal.

Sama ketika seorang yang mata hatinya terbuka, mau menjelaskan pada orang yang mata hatinya tertutup, penjelasan itu membutuhkan amsal, percontohan agar yang diajak bicara menjadi paham, karena apa yang dilihat mata hati itu tidak ada dilihat bentuknya di mata lahir.

Makanya kenapa Nabi menggambarkan penglihatan pada gambaran dunia itu dengan perumpamaan nenek nenek yang suka bersoleh, dan di tubuhnya dipenuhi perhiasan.
Kekuatan suluhan mata hati mengandalkan kekuatan hati itu sendiri. Semakin bersih dan suci hati bertambah teranglah mata hati. Jika ia cukup terang ia tidak hanya mampu melihat kepada yang tersembunyi di balik rupa yang lahir di sekeliling kita bahkan ia mampu melihat atau syuhud apa yang di luar dari dunia. Dunia adalah segala sesuatu yang berada di dalam lingkaran langit yang pertama atau langit dunia atau langit rendah. Langit rendah ini merupakan perbatasan dunia. Setelah langit dunia bernama Alam Barzakh. Meninggal dunia berarti roh yang rumahnya yaitu jasad sudah tidak sesuai lagi didiaminya atau disebut sebagai mengalami kematian, dibawa keluar dari langit dunia dan ditempatkan di dalam Alam Barzakh.

Fungsi mata hati adalah melihat yang hakiki. Mata hati yang mampu melihat dunia secara keseluruhan sebagai satu wujud akan mengenali apa yang hakiki tentang dunia itu. Karena penyaksian mata hati bersifat tidak dapat dinyatakan secara terang maka ia membutuhkan ibarat untuk mendatangkan pemahaman. Ibarat yang biasa digunakan untuk menceritakan tentang hakikat dunia adalah: "Dunia adalah seorang perempuan yang sangat tua dan sangat jelek. Tubuhnya kotor dan berpenyakit, menanah di sana sini dan ada bagiannya yang sudah dimakan ulat". Begitulah lebih kurang perasaan orang yang melihat ke hakikat dunia dengan mata hatinya. Bagaimana rupa hakikat yang menyebabkan timbul perasaan dan ibarat yang demikian tidak dapat diuraikan.
Apa yang ada di sekeliling kita dapat dilihat melalui dua aspek yaitu yang nyata dilihat dengan mata lahir dan yang ghaib dilihat dengan mata hati. Jika kita ambil satu buku gula, mata kasar melihat sejenis kristal berwarna keputihan. Bila diletakkan pada lidah terasalah manisnya. Ketika menikmati manisnya kita tampaknya memandang jauh ke sesuatu yang tidak ada di depan mata. Perilaku merenung jauh itu sebenarnya adalah terjemahan kepada perbuatan mata hati memandang fakta gula yaitu manis. Bagaimana rupa manis tidak dapat diceritakan tetapi mata hati yang melihat kepadanya mengenal bahwa gula adalah manis. Jika mata lahir melihat sebilah pedang, maka mata hati akan melihat pada tajamnya. Jika mata lahir melihat ke lada, mata hati melihat ke pedasnya. Jadi, mata lahir mengenal dan membedakan rupa yang lahir sementara mata hati mengenal dan membedakan fakta kepada yang lahir. Mata hati yang hanya bekerja sejauh mengenal manis, tajam, pedas dan yang sejenisnya masih dianggap sebagai mata hati yang buta. Mata hati hanya dianggap cerdas jika ia mampu melihat urusan ketuhanan di balik yang nyata dan yang tidak nyata.

Jadi mata hati itu akan jauh makin melihat menembus dimensi ruang dan waktu, ketika mata hati itu semakin dilatih untuk mengenali, dan makin dibeningkan dengan pembeningan yang sempurna, makin bening mata hati maka akan makin menembus ruang dan waktu melihat bukan hanya di alam lahir ini saja, tapi melintasi alam malakut, alam jabarut, alam lauhud, alam kunyah dll...

Dan Allah telah menegaskan pembeningan mata hati itu hanya bisa dilakukan dengan dzikir, sebagaimana mata lahir yang ketika melihat bukan dalam diam, bergerak maka pandangan akan tak bisa fokus, dan mengenali materi yang dilihat dengan sempurna, tapi ketika mata lahir itu tenang dan fokus, seperti pemanah yang menembak sasaran dengan panahnya, sehingga sasaran yang jauh pun bisa di kenai dengan tepat sasaran, sama dengan mata hati, dengan dzikir, mata hati akan memperoleh ketenangan mutlak, makin tenang mata hati maka akan makin bisa mengenai sasaran kegaiban yang bisa ditangkap oleh mata, makanya dikatakan hanya dengan dzikirlah hati itu bisa tenang, artinya bisa fokus sebagaimana fokusnya pemanah ketika menembak sasaran dengan tepat
Tanpa disadari oleh manusia, sebenarnya apa yang keluar dari diri manusia dan apa yang masuk dari diri manusia itu membawa file memori, itu bisa dibuktikan kalau seseorang itu biasa makan petai atau jengkol, apa yang keluar dari nafas dan kentutnya juga bau jengkol, dari situ manusia yang lain itu juga akhirnya tau apa yang habis dimakan oleh seseorang dengan mengendus bau nafas atau kencing dll, makanya pemeriksaan dokter kepada seseorang yang menggunakan obat terlarang bisa lewat kencing, atau agar tau orang habis minum minuman keras itu lewat mencium bau nafasnya, tapi yang maksudkan bukan hal itu, ini hanya contoh saja, maksudku adalah apa yang keluar dari nafas manusia itu membawa file memori kejadian di masa sebelum seseorang itu bertemu dengan kita, dan sebenarnya filenya hati dan pikiran juga kejadian itu bisa kita baca dengan menggunakan bacaan mata hati, sebagaimana uap nafas seseorang itu dapat kita baca dengan hidung, itu sebenarnya tak beda dengan komputer yang file zip dibuka dengan unzip, file rar dibuka dengan unrar, video dibuka dengan video player, mp3 dibuka dengan mp3 player, sama bau nafas seseorang itu ketahuan makan jengkol bisa kita ketahui atau dibuka pengetahuannya dengan hidung sebagai playernya, sama file hati juga bisa dibuka dengan mata hati. Jadi nafas seseorang itu bisa kita terjemahkan dengan hati kita, dan apa yang dilakukan itu bisa dibaca dengan fasih oleh hati, sebagaimana mata lahir kita bisa membaca dengan fasih segala gerak gerik seseorang, tentu saja istilahnya kalau kita mau membuka umpama di komputer kita mau membuka video maka kita harus sudah menginstall video player, sama dengan mata hati itu walau sudah ada harus sudah diinstall dan diberdayakan terpakainya.

Pemberdayaan ini dinamakan pemakaian mata hati dengan selayaknya pakai, sebab walau semua orang itu sudah punya mata hati, namun tidak semuanya memakainya, karena berbagai alasan, atau ketidak tauan,
Mata hati adalah mata bagi hati atau bisa juga dikatakan kemampuan mengenal yang dimiliki oleh hati. Kadang-kadang mata hati ini disebut sebagai mata dalam. Istilah 'mata dalam' digunakan untuk membedakan istilah ini dengan mata yang lahir, yaitu yang dimiliki oleh diri lahir. Diri lahir terbentuk dari daging, darah, tulang, sumsum, rambut, kulit dan lain-lain. Diri zahir ini mampu untuk melihat, mendengar, mencium, merasa dan menyentuh. Diri lahir memperoleh kehidupan dari perjalanan darah ke seluruh tubuhnya dan aliran nyawa dalam bentuk uap atau gas yang keluar masuk melalui hidung dan mulut. Jika darahnya dikeringkan atau dibekukan atau jika aliran uap yang keluar masuk itu diblokir maka diri lahir akan mengalami satu keadaan di mana sekalian bagiannya berhenti bekerja dan ia dinamakan mati! Diri lahir ini jika disusun dapatlah dikatakan bahwa ia terdiri dari tubuh dan nyawa serta indera-indera yang dapat mengenal sesuatu yang lahiriah. Pusat kontrolnya adalah otak yang mengontrol efektivitas indera-indera dan juga memicu daya timbang atau akal pikiran.

Diri batin juga memiliki susunan yang sama seperti diri zahir tetapi dalam keadaan gaib. Ia juga memiliki tubuh yang disebut kalbu atau hati. Hati yang dimaksud bukanlah sepotong daging yang berada di dalam tubuh. Ia merupakan hati rohani atau hati seni. Ini bukan kejadian alam kasar, sebab itu ia tidak dapat terdeteksi oleh indera lahir. Ini termasuk di dalam hal-hal ghaib yang diistilahkan sebagai Latifah Rabbaniah atau hal yang menjadi rahasia ketuhanan. Apabila di dalam keadaan suci bersih itu dapat mendekati Tuhan. Ia juga yang menjadi tilikan Tuhan. Hati seni ini juga memiliki nyawa yang dibahasakan sebagai roh. Roh juga termasuk di dalam golongan Latifah Rabbaniah. Ini adalah urusan Tuhan dan manusia hanya memiliki sedikit pengetahuan tentang.

Katakan: "Roh itu termasuk urusan Tuhanku dan kamu tidak diberi ilmu pengetahuan melainkan sedikit saja". (Ayat 85: Surah Bani Israil)
Tubuh seni atau hati seni juga memiliki sifat yang berkemampuan memicu pemahaman dan pengetahuan. Ini disebut akal yang juga termasuk di dalam golongan Latifah Rabbaniah yang tidak mampu dijelaskan. Akal jenis ini berguna bagi pengajian tentang ketuhanan. Tubuh lahir memiliki indera-indera untuk mengenal hal lahiriah. Indra-indra tersebut disebut penglihatan, pendengaran, penciuman, perasaan dan penyentuhan dan alat-alat yang bersangkutan adalah mata, telinga, hidung, lidah, tangan dan lain-lain. Tubuh seni atau diri batin juga memiliki indera yang mengenal hal ghaib dan indera ini dinamakan basirah atau mata hati. Ini berbeda dari sifat melihat yang dimiliki oleh mata lahir. Mata lahir melihat hal lahir dan mata hati syuhud atau menyaksikan kepada yang ghaib.

Saturday, 13 April 2013

Allah memberikan kesulitan, juga sekaligus telah menyediakan kemudahan menyertainya, kita memilih kesulitan apa kemudahan yang Allah sediakan, Allah juga menyediakan cobaan dan sekaligus juga menyediakan jalan penyelesaian yang indah dan penuh muatan pelajaran hikmah di dalamnya, kita itu mau mengambil hikmah dan keindahan penyelesaiannya atau tidak, semua terserah kita.
Rasulullah sendiri menganjurkan agar para pengikut beliau mengatur kehidupan mereka. Pemerintahan yang direkomendasikan oleh Rasulullah saw adalah pemerintahan yang tidak memutuskan hubungan dengan Allah swt, tidak beranjak dari tawakal dan penyerahan kepada Tuhan yang mengatur administrasi dan pelaksanaan. Janganlah seseorang menyangka bila dia menggunakan otaknya untuk berpikir maka otak itu bekerja dengan sendiri tanpa pemerintahan Ilahi, otak manusia dan segala yang keluar dr denyut pemikiran dan keputusan tak lepas juga dari perancangan Allah, bahkan syaitan yang mempengaruhi pemikiran otak sehingga menimbulkan pemikiran jahat dan buruk itu juga meminta ijin kepada Allah untuk mengganggu pemikiran manusia, yang mengalir dr aliran darah, dari makanan makanan haram yang menjadi asupan makanan manusia

Dari mana datangnya ilham yang diterima oleh otak itu jika tidak dari Tuhan? Allah swt yang membuat otak, membuatnya bekerja dan Dia juga yang mendatangkan buah pikiran ke otak itu. Pemerintahan yang dianjurkan oleh Rasulullah saw adalah pemerintahan yang sesuai dengan al-Quran dan as-Sunah. Islam harus dijadikan filter untuk memisahkan pendapat dan tindakan yang benar dari yang salah. Islam menegaskan bahwa sekiranya tidak ada daya dan upaya dari Allah, pasti tidak ada apa yang dapat dilakukan oleh siapa pun. Karena itu seseorang harus menggunakan daya dan upaya yang dikaruniakan Allah kepadanya menurut keridhaan Allah Seseorang hamba Allah swt tidak seharusnya melepaskan diri dari penyerahan kepada Allah Yang Maha Mengatur. Ketika apa yang diaturkannya sukses menjadi kenyataan maka dia akui bahwa keberhasilan itu adalah karena persesuaian usahanya dengan aturan Allah swt Jika apa yang diaturkannya tidak menjadi, diakui pula bahwa usahanya wajib tunduk kepada aturan Allah dan tidak menjadi itu juga termasuk di dalam pengaturan Allah Hanya Allah swt yang berhak untuk menentukan. Allah Maha Berdiri Sendiri, tidak ada siapapun yang mampu campur tangan dalam urusan-Nya.
Orang yang mengamalkan tuntutan Islam disertai dengan beriman kepada Qada dan Qadar, jiwanya akan selalu tenang dan damai. Putaran roda kehidupan tidak membolak-balikkan hatinya karena dia melihat apa yang terjadi adalah menurut apa yang harus terjadi. Dia pula mengamalkan kode yang terbaik dan dijamin oleh Allah swt Hatinya tunduk kepada fakta bahwa Allah yang memerintah sementara sekalian hamba berkewajiban taat kepada-Nya, tidak perlu ikut campur dalam urusan-Nya.

Mungkin timbul pertanyaan apakah orang Islam tidak bisa menggunakan akal pikiran, tidak bisa mengatur kehidupannya dan tidak bisa berusaha memperbaiki kehidupannya? Apakah orang Islam harus menyerah bulat-bulat pada takdir tanpa pemerintahan?

Allah menceritakan tentang urusan orang yang beriman:

Maka mulailah Yusuf memeriksa tempat-tempat barang mereka, sebelum memeriksa karung saudaranya (Bunyamin), kemudian ia mengeluarkan benda yang hilang itu dari karung saudaranya. Demikianlah Kamiatur untuk (berhala) Yusuf. Tidaklah ia akan dapat mengambil saudaranya menurut undang-undang raja, kecuali jika dikehendaki oleh Allah. (Dengan ilmu pengetahuan), Kami tinggikan pangkat siapa yang Kami kehendaki; dan setiap yang berilmu pengetahuan, ada lagi di atasnya yang lebih mengetahui. (Ayat 76: Surah Yusuf)

Dan kepunyaan-Nya-lah kapal-kapal yang berlayar di lautan laksana gunung. (Ayat 24: Surah ar-Rahmaan)
Nabi Yusuf as, dengan kepandaiannya, mengadakan manuver untuk membawa saudaranya, Bunyamin, tinggal dengannya. Kepandaian dan trik yang pada lahirnya diatur oleh Nabi Yusuf as tetapi dengan tegas Allah mengatakan Dia yang mengatur trik tersebut dengan kehendak dan kebijaksanaan-Nya. Kapal yang pada lahirnya dibangun oleh manusia tetapi dengan tegas Allah mengatakan kapal itu adalah milik-Nya. Ayat-ayat di atas memberi pelajaran tentang tata yang dilakukan oleh manusia.
HANYA ORANG ORANG YANG BUTUH ALLAH LAH YANG SELALU MENDEKATKAN DIRI KEPADANYA, DAN HANYA ORANG YANG TAU UNTUK APA DIRINYA DICIPTAKANLAH YANG MENEMPATKAN DIRINYA UNTUK PENGABDIAN KEPADANYA DENGAN SEMPURNA. DAN SESEMPURNA SEMPURNA PENGABDI KEPADA ALLAH ADALAH ROSULULLOH, MAKANYA BELIAU BERGELAR ABDULLOH, ABDUHU WAROSULLUH
Umat Islam tidak perlu bertengkar tentang solusi terhadap sesuatu masalah. Segala solusi telah disajikan, hanya tegakkan iman dan lihat Islam itu sendiri niscaya segala pertanyaan akan terjawab. lakukan amaliyah dengan praktek nyata niscaya semua akan terselesaikan, tak ada seorang yang menanam padi atau menjalankan pekerjaan apapun itu yang memakai perdebatan akal dan itung itungan logika saja lantas memperoleh hasil, yang akan memetik buah jelas yang telah mempraktekkan dalam pekerjaan, yang telah mempraktekkan dalam perbuatan nyata.

stop dreaming and start doing the real action

Begitulah besarnya nikmat yang dikaruniakan kepada umat Islam. Kita perlu menjiwai Islam untuk merasakan nikmat yang dikaruniakan itu. Kewajiban kita adalah melakukan apa yang telah Allah aturkan sementara hak mengatur atau memerintah adalah hak Allah yang mutlak. Jika ada aturan Allah swt yang tidak disetujui oleh nafsu kita, jangan pula melentur peraturan tersebut atau membuat peraturan baru, sebaliknya nafsu harus ditekan supaya tunduk kepada aturan Allah swt Jika pendapat akal sesuai dengan Islam maka lakukanlah akan kebenaran pendapat tersebut, dan jika penemuan akal berlainan dengan Islam maka akuilah bahwa akal telah khilaf di dalam perkiraannya. Jangan memaksa Islam supaya tunduk kepada akal saat yang akan berubah pada waktu yang lain, tetapi tundukkan akal untuk apa yang Tuhan kata yang kebenarannya tidak akan berubah sampai bila-bila.
Selama nafsu dan akal menjadi hijab, beriman kepada hal gaib dan menyerah diri secara menyeluruh tidak akan tercapai. Qada dan Qadar termasuk dalam hal ghaib. Hal ghaib disaksikan dengan mata hati atau basirah. Mata hati tidak dapat memandang jika hati dikemas oleh hijab nafsu. Nafsu adalah kegelapan, bukan kegelapan yang lahir tetapi kegelapan dalam kegaiban. Kegelapan nafsu itu menghijab sedangkan mata hati membutuhkan cahaya gaib untuk melihat hal ghaib. Cahaya gaib yang menerangi alam ghaib adalah cahaya roh karena roh adalah urusan Allah swt Cahaya atau nur hanya bersinar ketika sesuatu itu ada hubungan dengan Allah swt

Allah adalah cahaya bagi semua langit dan bumi. (Ayat 35: Surah an-Nur)

Dialah Yang Maha Tinggi derajat kebesaran-Nya, yang memiliki Arasy (yang melambangkan keagungan dan kekuasaan-Nya); Ia memberikan wahyu dari hal perintah-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya (yang telah dipilih menjadi Rasul-Nya ), supaya Ia memperingatkan (manusia) tentang hari pertemuan, - (Ayat 15: Surah al-Mu'min)

Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu (Muhammad) - Al-Quran sebagai roh (yang menghidupkan hati) dengan perintah Kami; engkau tidak pernah tahu (sebelum diwahyukan kepadamu); apakah Kitab (Al-Quran) itu dan tidak juga mengetahui apakah iman itu; akan tetapi Kami jadikan Al-Quran: cahaya yang menerangi, Kami beri petunjuk dengannya siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu (Muhammad) adalah memberi petunjuk dengan Al-Quran itu ke jalan yang lurus, - Yaitu jalan Allah yang memiliki dan menguasai yang ada di langit dan yang ada di bumi. Kepada Allah-lah kembali semua urusan. (Ayat 52 & 53: Surah asy-Syura)
Ketika cahaya roh berhasil menghalau kegelapan nafsu, mata hati akan menyaksikan yang gaib. Penyaksian mata hati membawa hati beriman kepada hal ghaib dengan sebenar-benarnya.

Allah telah menghamparkan jalan yang lurus kepada hamba-hamba-Nya yang beriman. Dia berfirman:

Pada hari ini, Aku telah sempurnakan bagi kamu agama kamu, dan Aku cukupkan nikmat-Ku kepadamu, dan Aku telah ridhokan Islam itu menjadi agama untuk kamu. (Ayat 3: Surah al-Maa'idah)

Umat Islam adalah umat yang paling beruntung karena Allah telah menyempurnakan nikmat-Nya atas mereka dengan menganugerahkan Islam. Allah menjamin juga bahwa Dia ridha menerima Islam sebagai agama mereka. Jaminan Allah itu sudah cukup bagi mereka yang menuntut keridhaan Allah untuk tidak menoleh ke kiri atau ke kanan, sebaliknya terus berjalan sesuai jalur yang telah dibangun oleh Islam. Islam adalah konstitusi yang lengkap mencakup semua aspek kehidupan baik yang lahir maupun yang batin. Islam telah menjelaskan apa yang harus dilakukan, apa yang harus tidak dilakukan, bagaimana mau bertindak menghadapi sesuatu dan bagaimana jika tidak ingin melakukan apa-apa. Segala peraturan dan kode etik sudah dijelaskan dari hal yang paling kecil sampai kepada yang paling besar. Sudah dijelaskan cara beribadat, cara berhubungan sesama manusia, cara membagi harta pusaka, cara mencari dan membelanjakan harta, cara makan, cara minum, cara berjalan, cara mandi, cara memasuki jamban, cara hukum qisas cara melakukan hubungan kelamin, cara menyempurnakan mayat dan semua aspek kehidupan diterangkan dengan jelas.
Kita bertauhid melalui dua cara, pertama bertauhid dengan akal dan keduanya bertauhid dengan hati. Bidang akal adalah ilmu dan cakupan ilmu sangat luas, mulai dari pohon ke dahan-dahan dan selanjutnya ke ranting-ranting. Setiap ranting ada ujungnya, yaitu penyelesaiannya. Ilmu bersepakat pada hal pokok, toleran pada cabangnya dan berselisih pada rantingnya atau penyelesaiannya. Jawaban suatu masalah selalu berubah-ubah menurut pendapat baru yang ditemukan. Apa yang dianggap benar pada awalnya disalahkan pada akhirnya. Karena sifat ilmu yang demikian masyarakat yang larut membahas suatu hal dapat mengalami kebingungan dan kekacauan pikiran. Salah satu hal yang mudah mengganggu pikiran adalah soal takdir atau Qada dan Qadar. Jika persoalan ini dibahas hingga kepada yang halus-halus seseorang akan menemui kebuntuan karena ilmu tidak mampu memberikan jawaban yang konkret. Qada dan Qadar diimani dengan hati. Tugas ilmu adalah membuktikan kebenaran apa yang diimani. Jika ilmu bertindak menggoyangkan keimanan maka ilmu itu harus diblokir dan hati dibawa ke tunduk dengan iman. Kalimat Hikmah keempat di atas membimbing ke arah itu agar iman tidak dicampur dengan keraguan.

Karena ketergantungan pada akal dan ilmu yang dipelajari, lantas kemudian seseorang akan mengklaim pendapatnya adalah pendapat yang paling benar di antara pendapat orang lain, dan penilaian kebenaran kemudian diacukan pada pendapat perorangan, padahal selain Nabi SAW tiada manusia yang maksum terjaga dari dosa dan kesalahan, artinya pendapat siapapun bisa saja salah, apalagi kemudian mentakwil al-qur'an dengan takwil menurut pendapat dirinya sendiri, orang lebih suka memperdebatkan pendapat dirinya yang paling benar daripada menjalankan amaliyahnya dengan bukti yang lebih real dan nyata.

Saya mungkin termasuk orang yang tak suka menggantungkan hal yang kelihatan lahiriyahnya nyata, misal saya sendiri jika banyak orang menggantungkan ijazah untuk memperoleh derajat pangkat, kedudukan, limpahan materi, atau mendapat pekerjaan, maka saya lebih suka tidak memakai ijazah, dan jika banyak orang yang ingin mendapatkan ijazah palsu, agar mendapatkan kedudukan atau apa yang dicapainya, maka lebih suka tak punya ijazah, sehingga saya sampai sekarang tidak punya ijazah tanda kelulusan dari sekolah manapun, bukan saya tak percaya kalau ijazah itu akan mengantarkan seseorang mendapat kedudukan yang diinginkan, tapi saya lebih cenderung takut karena ketergantungan saya terhadap suatu benda akan mengikis rasa tawakal saya kepada Allah beralih pada suatu benda, itu bentuk ijazah sekalipun.

Apa yang menjadi acuan saya ini sebenarnya bukan tanpa dasar, tapi sebenarnya amat mendasar, saya berdasarkan Nabi SAW sendiri tidak kuliah di UI atau kuliah di manapun, beliau malahan dijuluki ummi artinya tidak bisa baca tulis, kata gampangnya beliau tidak jebolan universitas manapun, dan beliau dari sekian banyak orang di dunia ini mungkin beliau yang paling banyak pengikutnya, dan paling diikuti orang di manapun berada, lebih diikuti dari pengajar di manapun, juga saya pernah dulu di pesantren terheran heran dengan para ulama' dahulu seperti imam syafi'i, atau imam ghozali, atau ulama' yang lain yang mereka menulis kitab di jamannya dimana menulisnya masih manual belum ada mesin ketik atau komputer, tapi mereka bisa menulis kitab dengan dalin qur'an yang tepat, dan dalil hadist yang sesuai, bayangkan jika dihitung dari umur mereka maka rasanya tak mungkin kalau mereka bisa menulis kitab dengan begitu produktifnya, juga jauh dari kesalahan, kalau itu bukan dari ilham dari Allah, karena logika saya dan pemahaman saya itu maka saya lebih suka menjalankan amaliyah nyata dari sekedar teori, saya lebih suka melihat hasil nyata daripada hanya mengira ngira, khususnya dalam hal janji janji Allah di dalam Al-qur'an, dibuktikan dengan perbuatan yang nyata, yang kita petik hasilnya, kalau do'a itu diijabah, kalau pertolongan Alloh itu cepat, kalau ada ilmu laduni yang dianugerahkan Allah, kalau ada kebisaan yang dianugerahkan Allah, ada maunah pertolongan Allah.....

ada sesuatu yang di luar logika kita yang itu semua bisa dibuktikan dengan menjalankan amaliyah untuk membuktikannya.

Wednesday, 10 April 2013

Ada pula orang yang dipaksa oleh takdir sehingga bertajrid. Orang ini awalnya adalah anggota asbab yang berjalan menurut hukum sebab-akibat sebagaimana orang banyak. Kemungkinannya kehidupan seperti itu tidak menambahkan kematangan rohaninya. Perubahan jalan perlu baginya sehingga dia bisa maju dalam bidang kerohanian. Jadi takdir bertindak memaksanya untuk terjun ke dalam lautan tajrid. Dia akan mengalami kondisi di mana hukum sebab-akibat tidak lagi membantunya untuk menyelesaikan masalahnya. Jika dia seorang raja, takdir mencabut kerajaannya. Jika dia seorang hartawan, takdir menghapus hartanya. Jika dia seorang yang cantik, takdir menghilangkan kecantikannya itu. jika dia seorang pekerja, tempatnya kerja memecatnya, atau seseorang itu selalu mengalami kerugian ketika bekerja, ada banyak cara Allah memaksa seseorang untuk masuk ke maqom tajrid meninggalkan maqom asbab, jadi Takdir memisahkannya dari apa yang dimiliki dan dikasihinya. Awalnya menerima kedatangan takdir yang demikian, sebagai anggota asbab, dia berikhtiar menurut hukum sebab-akibat untuk mempertahankan apa yang dimiliki dan dikasihinya. Jika dia tidak sanggup untuk menolong dirinya dia akan meminta pertolongan orang lain. Setelah puas dia berikhtiar termasuk bantuan orang lain namun, tangan takdir tetap juga merombak sistem sebab-akibat yang terjadi pada dirinya. Ketika dia sendiri dengan dibantu oleh orang lain tidak mampu mengatasi arus takdir maka dia tidak ada pilihan kecuali berserah kepada takdir. Dalam kondisi begitu dia akan lari kepada Allah dan memohon agar Allah menolongnya. Pada tingkat ini seseorang akan kuat beribadah dan berkonsentrasi penuh hatinya kepada Tuhan. Dia benar-benar berharap Tuhan akan menolongnya mengembalikan apa yang pernah dimilikinya dan dikasihinya. Tetapi, pertolongan tidak juga sampai kepadanya sehingga dia benar-benar terpisah dari apa yang dimiliki dan dikasihinya itu. Luputlah harapannya untuk mendapatkannya kembali. Redalah dia dengan perpisahan itu. Dia tidak lagi menarik bagi Tuhan sebaliknya dia menyerahkan segala urusannya kepada Tuhan. Dia menyerah bulat-bulat kepada Allah, tidak ada lagi ikhtiar, pilihan dan kehendak diri sendiri. Jadi dia seorang hamba Allah yang bertajrid. Bila seseorang hamba benar-benar bertajrid maka Allah sendiri akan mengatur kehidupannya. Allah menggambarkan suasana tajrid dengan firman-Nya:

Dan (ingatlah) berapa banyak binatang yang tidak membawa rezekinya, Allah-lah yang memberi rezeki kepadanya dan kepada kamu; dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Ayat 60: Surah al-'Ankabut)
Makhluk Allah swt seperti burung, ikan, kuman dan sebagainya tidak memiliki tempat penyimpanan makanan. Mereka adalah ahli tajrid yang dijamin rezeki mereka oleh Allah swt Jaminan Allah swt itu meliputi juga bangsa manusia. Tanda Allah menempatkan seseorang hamba-Nya di dalam makam tajrid adalah Allah memudahkan baginya rezeki yang datang dari arah yang tidak diduganya. Jiwanya tetap tenang sekalipun terjadi kekurangan pada rezeki atau ketika menerima bala ujian.

Jika anggota tajrid sengaja memindahkan dirinya ke makam asbab maka ini berarti dia melepaskan jaminan Allah swt lalu bersandar kepada makhluk. Ini menunjukkan akan kejahilannya tentang rahmat dan kekuasaan Allah swt Aksi yang jahil itu dapat menyebabkan berkurang atau hilang terus berkah yang Allah karuniakan kepadanya. Misalnya, seorang ahli tajrid yang tidak memiliki pekerjaan kecuali membimbing orang ke jalan Allah swt, meskipun tidak memiliki pekerjaan namun, rezeki datang kepadanya dari berbagai arah dan tidak pernah putus tanpa dia meminta-minta atau mengharap-harap. Pengajaran yang disampaikan kepada murid-muridnya sangat efektif sekali. Keberkatannya sangat signifikan seperti makbul doa dan ucapannya biasanya menjadi kenyataan. Andainya dia meninggalkan suasana bertajrid lalu berasbab karena tidak puas dengan rezeki yang diterimanya maka keberkatannya akan terpengaruh. Pengajarannya, doanya dan ucapannya tidak seberkesan dahulu lagi. Ilham yang datang kepadanya tersekat-sekat dan kefasihan lidahnya tidak selancar biasa.

Seseorang hamba harus menerima dan reda dengan posisi yang Allah karuniakan kepadanya. Bertawakallah kepada Allah dengan yakin bahwa Allah Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana. Allah tahu apa yang patut bagi setiap makhluk-Nya. Allah swt sangat bijak mengatur urusan hamba-hamba-Nya.

Keinginan untuk pertukaran makam merupakan tipu daya yang sangat halus. Di dalamnya tersembunyi rangsangan nafsu yang sulit disadari. Nafsu di sini mencakup kehendak, ambisi dan angan-angan. Orang yang baru terbuka pintu hatinya setelah lama hidup di dalam kelalaian, akan mudah tergerak untuk meninggalkan suasana asbab dan masuk ke dalam suasana tajrid. Orang yang telah lama berada dalam suasana tajrid, ketika kesadaran dirinya kembali sepenuhnya, ikut kembali kepadanya adalah keinginan, cita-cita dan angan-angan. Nafsu mencoba untuk bangkit kembali menguasai dirinya. Orang asbab perlulah menyadari bahwa keinginannya untuk berpindah kepada makam tajrid itu mungkin secara halus digerakkan oleh ego diri yang tertanam jauh dalam jiwanya. Orang tajrid pula perlu sadar keinginannya untuk kembali kepada asbab itu mungkin didorong oleh nafsu rendah yang masih belum berpisah dari hatinya. Ulama tasauf mengatakan seseorang mungkin dapat mencapai semua makam nafsu, tapi nafsu tingkat pertama tidak kunjung padam. Oleh yang demikian perjuangan atau mujahadah mengawasi nafsu selalu berjalan.
Dalam melakukan kebaikan ahli asbab perlu melakukan mujahadah. Mereka harus memaksa diri mereka berbuat baik dan perlu menjaga kebaikan itu agar tidak menjadi rusak. Ahli asbab perlu memperingatkan dirinya agar berbuat ikhlas dan harus melindungi keikhlasannya agar tidak dirusak oleh riak (berbuat baik untuk diperlihatkan kepada orang lain agar dia dikatakan orang baik), takabur (sombong dan membesar diri, merasa diri sendiri lebih baik, lebih tinggi, lebih kuat dan lebih cerdik dari orang lain) dan sama'ah (membawa perhatian orang lain kepada kebaikan yang telah dibuatnya dengan cara bercerita tentang, agar orang mengakui bahwa dia adalah orang baik). Jadi, ahli asbab perlu memelihara kebaikan sebelum melakukannya dan juga setelah melakukannya. Suasana hati ahli tajrid berbeda dari apa yang dialami oleh anggota asbab. Jika anggota asbab memperingatkan dirinya agar ikhlas, ahli tajrid tidak melihat kepada ikhlas karena mereka tidak bersandar kepada amal kebaikan yang mereka lakukan. Apa juga kebaikan yang keluar dari mereka diserahkan kepada Allah yang menganugerahkan kebaikan tersebut. Ahli tajrid tidak perlu menentukan perbuatannya ikhlas atau tidak ikhlas. Melihat keihklasan pada perbuatan sama dengan melihat diri sendiri yang ikhlas. Ketika seseorang merasakan dirinya sudah ikhlas, padanya masih tersembunyi keegoan diri yang menyebabkan riak, ujub (merasa diri sendiri sudah baik) dan sama'ah. Ketika tangan kanan berbuat ikhlas dalam kondisi tangan kiri tidak menyadari perbuatan itu barulah tangan kanan itu benar-benar ikhlas. Orang yang ikhlas berbuat kebaikan dengan melupakan kebaikan itu. Ikhlas sama seperti harta benda. Jika seorang miskin diberi harta oleh jutawan, orang miskin itu malu menepuk dada kepada jutawan itu dengan mengatakan yang dia sudah kaya. Orang tajrid yang diberi ikhlas oleh Allah swt mengembalikan kebaikan mereka kepada Allah swt Jika harta orang miskin itu hak si jutawan tadi, ikhlas orang tajrid adalah hak Allah swt Jadi, orang asbab bergembira karena melakukan perbuatan dengan ikhlas, orang tajrid pula melihat Allah yang mengatur sekalian urusan. Anggota asbab dibawa ke syukur, anggota tajrid berada dalam penyerahan.

Kebaikan yang dilakukan oleh anggota asbab merupakan teguran agar mereka ingat kepada Allah yang memimpin mereka kepada kebaikan. Kebaikan yang dilakukan oleh ahli tajrid merupakan karunia Allah swt kepada kelompok manusia yang tidak memandang diri mereka dan kepentingannya. Anggota asbab melihat kepada efektivitas hukum sebab-akibat. Ahli tajrid pula melihat kepada efektivitas kekuasaan dan ketentuan Allah swt Dari kalangan ahli tajrid, Allah swt memilih sebagiannya dan meletakkan kekuatan hukum pada mereka. Kelompok ini bukan sekadar tidak melihat kepada efektivitas hukum sebab-akibat, bahkan mereka berkekuatan menguasai hukum sebab-akibat itu. Mereka adalah nabi-nabi dan wali-wali pilihan. Nabi-nabi diberikan mukjizat dan wali-wali diberikan kekeramatan. Mukjizat dan kekeramatan merombak efektivitas hukum sebab-akibat.

Di dalam kelompok wali-wali pilihan yang dikaruniai kekuatan mengontrol hukum sebab-akibat itu terdapatlah orang-orang seperti Syeikh Abdul Qadir al-Jailani, Abu Hasan as-Sazili, Rabiatul Adawiah, Ibrahim Adham dan lain-lain. Cerita tentang kekeramatan mereka sering diperdengarkan. Orang yang cenderung kepada tarekat tasawuf gemar membuat kehidupan aulia Allah tersebut sebagai contoh, dan yang mudah memikat perhatian adalah bagian kekeramatan. Kekeramatan biasanya dikaitkan dengan perilaku kehidupan yang zuhud dan bertawakal sepenuhnya kepada Allah swt Timbul anggapan bahwa jika ingin memperoleh kekeramatan seperti mereka harus hidup sebagaimana mereka. Orang yang berada pada tahap awal bertarekat cenderung untuk memilih jalan bertajrid yaitu membuang segala ikhtiar dan bertawakal sepenuhnya kepada Allah swt Sikap melulu bertajrid membuat seseorang meninggalkan pekerjaan, istri, anak-anak, masyarakat dan dunia seluruhnya. Semua harta disedekahkan karena dia melihat Abu Bakar as-Siddik telah melakukannya. Ibrahim bin Adham telah meninggalkan tahta kerajaan, istri, anak, rakyat dan negerinya lalu tinggal di dalam gua. Biasanya orang yang bertindak demikian tidak dapat bertahan lama. Akibatnya dia mungkin meninggalkan kelompok tarekatnya dan kembali ke kehidupan duniawi. Ada juga yang kembali kepada kehidupan yang lebih buruk dari keadaannya sebelum bertarekat dahulu karena dia ingin menebus kembali apa yang telah ditinggalkannya dahulu untuk bertarekat. Kondisi yang demikian terjadi akibat bertajrid sembarangan. Orang yang baru masuk ke dalam bidang pelatihan spiritual sudah mau beramal seperti aulia Allah swt yang sudah puluhan tahun melatihkan diri. Tindakan melemparkan semua yang dimilikinya secara tergesa-gesa membuatnya berhadapan dengan tantangan dan cobaan yang bisa menggoncangkan imannya dan mungkin juga membuatnya berputus-asa. Apa yang harus dilakukan bukanlah meniru kehidupan aulia Allah swt yang telah mencapai makam yang tinggi secara melulu. Seseorang haruslah melihat kepada dirinya dan mengidentifikasi posisinya, kemampuanya dan daya-tahannya. Ketika masih di dalam makam asbab seseorang harus bertindak sesuai dengan hukum sebab-akibat. Dia harus bekerja untuk mendapatkan rezekinya dan harus pula berusaha menjauhkan dirinya dari bahaya atau kerusakan.

Ahli asbab perlu melakukannya karena dia masih terikat dengan sifat-sifat kemanusiaan. Dia masih melihat bahwa tindakan makhluk mempengaruhi dirinya. Oleh yang demikian adalah wajar jika dia mengadakan juga tindakan yang menurut pandangannya akan mendatangkan kesejahteraan bagi dirinya dan orang lain. Tanda Allah menempatkan seseorang pada posisi sebagai anggota asbab adalah ketika urusannya dan tindakannya yang menurut kesesuaian hukum sebab-akibat tidak menyebabkannya mengabaikan kewajiban terhadap tuntutan agama. Dia tetap merasa rengan untuk berbakti kepada Allah swt, tidak sembrono dengan nikmat duniawi dan tidak merasa iri terhadap orang lain. Apabila anggota asbab berjalan menurut hukum asbab maka jiwanya akan maju dan berkembang dengan baik tanpa mengalami kegoncangan yang besar yang dapat menyebabkan dia berputus asa dari rahmat Allah swt rohaninya akan menjadi kuat sedikit demi sedikit dan mendorongnya ke dalam makam tajrid secara aman. Akhirnya dia mampu untuk bertajrid sepenuhnya.