Dalam menapaki tangga mendekatkan diri pada Allah, tidak bisa tidak manusia harus menapaki tiga tangga besar, yaitu tangga abidin atau ahli ibadah, kemudian tangga mukhibbin yaitu tangga pecinta, dan tangga arifin, yaitu tangga kemakrifatan,
Di tangga abidin, manusia masih membutuhkan suatu bukti bukti yang masuk akal untuk menambah suatu keyakinan dalam hati, makanya masih selalu mengait ngaitkan ibadah dengan logika dan otak atik akal, sebentar sebentar diakal, sebentar sebentar dihitung dengan untung rugi, sebab ibadahnya masih dilihat seperti orang yang seakan akan dagang dengan Allah, jadi mau untung tak mau rugi, walau jelas Allah itu tidak ada akan merugikan kepada siapapun yang berdagang denganNYA, sehingga orang yang masih melihat barter dengan Allah, maka dirinya itu masih dalam tingkatan abidin, dan itu tidak salah, atau bukan hal yang salah, karena seseorang jika tidak melewati dan tak juga selesai melintasi tangga abidin, maka juga tak akan melewati tangga setelahnya, seperti tak lulus SD maka tak akan sampai sekolah SMP dan SMA, jafi ketika di tangga abidin. yaitu orang yang masih membutuhkan suatu keyakinan akan semua ibadahnya, masih ingin melihat pahala dan ganjaran dari ibadahnya kepada Allah, ya lakukan dengan kesungguhan sampai pahala atau jawaban doa kepada Allah itu terjawab dengan nyata dan bukti nyata, yang berulang ulang dibuktikan kenyataannya, bukan hanya kira kira, jadi benar benar doa itu diijabah apa yang diminta kepada Allah dalam kewajaran itu diperoleh ijabahnya, dan itu berulang ulang,
Kalau dikaitkan dalam tangga abidin ini dalam tingkatan thoreqoh disebut tingkatan latifah, jadi latifah 7, itu umpama tuju langit dan berbagai pintunya, kita menjalankan ibadah dan amaliyah semua ibadah saat itu adalah untuk menembusi 7 latifah, atau tuju pintu langit, dimana menjadi penghubung antara diri dengan Allah, juga tuju pintu langit yang di pintunya menolak amal ibadah sampai doa yang di dalam orangnya masih belum bersih dari 7 dosa, bukan dosa yang berbentuk lahiriyah tapi dosa yang berbentuk batiniyah, dari sombong, iri dengki, khasad, ghibah, namimah, ujub, riak, itu dibersihkan dari tuju latifah di hati, dengan sendirinya jika sudah bersih, maka begitu juga amal ibadah, atau doa akan menembus langit tuju, melewati penjagaan malaikat penjaga langit, dan doa di ACC oleh Allah.
Makanya ketika menempati maqom abidin, manusia dituntut untuk menempatkan diri sesuai pada tempatnya, sampai doa doa terijabah, dan terus terijabah, sehingga diri yakin, terkikis rasa ragu, untuk menembusi 7 latifah itu muslim harus menembusinya dengan berbagai ibadah yang banyak untuk mempermudah penembusan, dari puasa, sholat malam, taubat, membaca al-qur'an, dzikir dzikir yang di wktu waktu dijalankan dengan istiqomah, sedekah kepada tempat tempat ibadah, yang akan mendukungnya untuk menembusi dengan cara cepat dan nyata, sebab seseorang itu umur bertambah ndak baik jika seumur umur di kelas SD, tak naik naik kelas, ketika semua permintaan kepada Allah itu terijabah, dan sudah menjadi biasa doa itu terijabah, maka dalam diri akan muncul rasa makhabbah kepada Allah, makhabbah jalaran songko kulini, rasa cinta yang timbul kepada Allah karena menbiasakan ibadah dengan tekun dan selalu memeperoleh jawaban doa yang dipanjatkan, tanpa jeda dan tanpa nanti, sebab doa yang untuk kepentingan dunia itu ijabahnya ya di dunia, seperti minta hujan ya hujannya di dunia, jika doa itu ijabahnya semua di akherat ya semua orang di dunia minta hujan semua, dan berulang ulang lalu ijabahnya di akherat nanti, apa malah gak kebanjiran akheratnya, jadi kalau untuk dunia, ya ijabahnya di dunia, dan doa untuk akherat ijabahnya di akherat.
ya misal kita kelaparan lantas minta kepada Allah, kemudian kita meminta kepada Allah rizqi, kalau ijabahnya di akherat, maka kita karena tak makan keburu mati, alangkah tak adilnya Allah, padahal itu bukan soal Allah tak adik, sebab dalam tingkatan abidin, seseorang memang harus melakukan barter dengan Allah, bukan barter itu untuk kepentingan Allah, atau ibadah kita itu akan memperkaya Allah, sama sekali bukan, tapi ibadah kita itu sebagai bukti ketaqwaan kita pada Allah, takut dengan ancaman Allah yaitu neraka, dan takut tidak bisa masuk surga, dan takut adzab siksa Allah di dunia, dan di dalamnya juga ingin melihat bukti nyata akan hasil ibadah kita, akan di hati timbul keyakinan, yang tidak mudah digoyahkan oleh godaan syaitan dari jin, dan ojok ojokan syaitan dari manusia, karena sudah melihat keyakinan dengan mata kepala sendiri, sehingga keyakinan mantap, kukuh kuat, tak lekang oleh waktu dan perubahan.
Ketika sudah melihat aneka bukti dan kejadian, dan memperoleh fadhilah fadhilah Allah, kemudian dalam diri akan mengalir mahabbah, cinta yang benar benar cinta lahir bathin, tanda seseorang itu mulai dipenuhi hatinya oleh cinta, seperti orang yang pacaran, sebentar sebentar kangen ingin ketemu, mau berkorban apa saja untuk pacar, sama orang yang mulai hatinya dipenuhi rasa cinta pada Allah, sudah malas banyak berkumpul dengan orang umum, lebih suka berkumpul dengan Allah, semalaman duduk berduaan pacaran sama Allah akan kuat, selalu menyebutnya di setiap keadaan, di keadaan duduk, berdiri berjalan, di apapun kesempatan, di hatinya hanya ada Allah, dan untuk kekasih dan keperluan agar diperhatikan kekasih rela melakukan apa saja untuk menyenangkan kekasih, jika memberikan uang untuk kekasih seperti nuang air, seperti angin yang berhembus, seperti panah yang dilepas dari busurnya, asal kekasih suka maka apa juga rela di lakukan.
Allah begitu juga menunjukkan cintanya berkali lipat dari kecintaan hamba.... dan Allah juga menunjukkan kedekatannya dari urat leher, hamba sudah tak lagi harus menunjukkan permintaan doa untuk meminta, cukup hamba punya krentek atau keinginan di hati, maka keinginan itu akan seketika itu dipenuhi. sebab Allah telah selalu ada di hati hamba itu, diingat setiap siang dan malam, dengan ingatan orang yang mabuk rindu.