Wednesday 27 March 2013

Setelah sampai di puncak, derajat kefanaan mulai menurun. Tingkat kefanaan menurun ini dinamakan nafsu mardhiah. Dalam proses naik hingga ke radhiah seseorang itu terpisah dari kemanusiaan dan keberadaan alam maya. Ketika sampai ke daerah mardhiah dia kembali melihat ke apa yang terpisah darinya saat naik dahulu. Dia sudah bisa melihat sifat kemanusiaan yang menumpang wujud rohani dan sudah merasakan memiliki kemampuan untuk menggunakan sifat dan bakat tersebut. Kapan kemanusiaan sudah kembali dia kembali menyaksikan keberadaan alam maya dan makhluk di sekelilingnya. Ketika masih dekat dengan daerah radhiah, meskipun dia sudah berada dalam daerah mardhiah, efek kefanaan belum terhapus sepenuhnya dari hatinya. Penyaksiannya terhadap makhluk tidak menetap. Terkadang penyaksiannya melampaui makhluk. Kemudian makhluk datang kembali kepada pandangannya. Begitulah sehingga dia sampai ke penetapan nafsu mardhiah, di mana pandangannya tidak terbalik lagi. Dirinya, sifat dan bakatnya dan makhluk sekaliannya menjadi tetap dalam kesadarannya. Dia masuk ke dalam suasana yang diistilahkan sebagai baqa atau kekal dengan Allah dalam suasana tersebut hatinya tetap dengan Allah walaupun zahirnya bercampur dengan orang banyak. Meskipun dia sudah bisa bergaul dengan orang banyak tetapi dia lebih suka sendirian dan tidak mau berbicara atau melakukan sesuatu yang sia-sia. Dia sudah bisa mengatur kehidupan kesehariannya. Ucapan yang melanggar syariat tidak keluar lagi dari mulutnya.

Di daerah mardhiah seseorang mendapat kesadaran sepenuhnya tentang keaslian rohaninya. Perjalanan spiritual bukanlah perjalanan dari satu tempat ke tempat yang lain. Ia merupakan perubahan kesadaran akan hakikat dirinya sampai dia memperoleh kesadaran sepenuhnya tentang keaslian dirinya. Dalam melalui proses perubahan kesadaran itu dia mendapat pengetahuan tentang Tuhan. Dia juga memperoleh kesadaran mengenai roh yang paling latif yang dipakaikan dengan tubuh yang nyata. Orang mardhiah yakin bahwa dia diciptakan untuk sesuatu tujuan yang khusus tetapi dia belum menerima amanah untuk memikul tugas tersebut. Jadi kondisinya adalah umpama orang yang sedang menunggu kendaraan di stasiun. Sementara kendaraan yang akan membawanya pergi ke tempat yang khusus sampai dia melakukan sesuatu pekerjaan secara ala kadar saja. Dia melakukan sesuatu dengan persediaan untuk meninggalkannya ketika datang 'perintah' untuk pergi ke satu tempat yang final kelak. Suasana hati yang beginilah membuat orang mardhiah kembali ke kehidupan dunianya tanpa suatu tujuan yang jelas. Sebenarnya efek kefanaan yang sangat kuat pada tingkat radhiah masih menguasai hatinya. Efek tersebut membuatnya masih 'menanti-nantikan' sesuatu yang dia sendiri tidak yakin. Masih ada tarik menarik di dalam hatinya di antara kesadaran spiritual yang diperoleh dengan kesadaran kemanusiaan yang dikembalikan kepadanya. Dia adalah umpama seorang yang keberatan untuk memasuki rumahnya yang telah lama ditinggalkannya dan rumah itu gelap gulita. Dia akan terus kalau demikian sampai dia menyadari bahwa dirinya sudah ada cahaya yang mampu menerangi rumah gelap tersebut. Ketika dia telah menerima rumahnya dengan sepenuh jiwa raga dan dia memasuki rumah itu, akan memancarlah di dalamnya cahaya yang terang benderang. Dia mulai bekerja di dalam rumah tersebut. Keadaannya seperti Adam as yang reda dengan bumi ini menjadi tempat tinggal, tempat kematiannya dan tempat dibangkitkan.

No comments:

Post a Comment