Tarekat sufi bukan bertujuan untuk memperoleh penyaksian terhadap rupa, bentuk, warna dan cahaya. Ia juga bukan untuk mendapatkan kekeramatan. Apa juga yang disaksikan dan apa juga yang diperoleh adalah gubahan Tuhan, bukan Tuhan. Tarekat sufi bukan untuk mengubah manusia menjadi Tuhan. Tuhan tetap Tuhan dan hamba tetap hamba, tidak bisa diadakan bahasa yang kesamaran mengenai perbedaan dua hal tersebut. Pada satu tingkat perjalanan sufi mungkin terjadi terbalik pandangan mereka sehingga mereka tidak melihat perbedaan di antara hamba dengan Tuhan. Hal demikian terjadi bukan disengaja. Ia terjadi akibat tabrakan diri rohani dengan alam tinggi. Tabrakan tersebut menimbulkan mabuk. Orang yang sedang asyik dengan Tuhan, ketika dikuasai oleh mabuk, tidak melihat lagi ke yang lain kecuali Tuhan. Bagi mereka semuanya adalah Tuhan. Apa yang ditemukan pada tingkat ini bukanlah kebenaran yang mutlak. Ia baru suasana menuju kebenaran. Suasana demikian hanyalah bayangan atau misal yang muncul dalam alam kebatinan sufi yang sedang dilambung gelombang kefanaan dan keasyikan dengan Tuhan. Keasyikan seorang pria kepada seorang gadis sering juga menimbulkan bentuk misal. Lagu-lagu percintaan sering menggambarkan rupa kekasih sebagai bulan purnama dan suara sebagai buluh perindu. Misal yang digubah dalam kesadaran hanyalah khayalan, tetapi misal dalam alam ghaib adalah nyata dalam kegaiban (bisa disaksikan oleh mata hati tetapi tidak bisa dilihat dengan mata lahir). Yang menyatakan pada hati orang yang sedang jatuh cinta hanyalah gambaran, bayangan atau misalan yang tidak sedikit pun menyerupai yang asli. Kecintaan kepada Tuhan memberi efek yang sangat kuat pada hati. Orang yang asyik dengan keindahan Tuhan bisa berdiri di tepi pantai dari pagi sampai petang, tanpa jemu, tanpa menghiraukan panas matahari. Bila ditanya apa yang dia lihat, dia akan mengatakan dia melihat Tuhan. Keasyikan kepada Tuhan bercampur dengan rindu yang membara membuat seseorang mabuk ketuhanan sehingga tidak ada apa yang disaksikannya melainkan dinisbahkannya kepada Tuhan. Suasana hati yang demikian juga melahirkan rasa bersatu dengan Tuhan. Penyatuan hanya terjadi dalam alam perasaan, bukan penyatuan yang sebenarnya.
Menyaksikan hal gaib dan mendengar suara gaib bukanlah akibat jalan sufi. Semua itu hanyalah bayangan. Allah berbeda, tidak persamaan sedikit dengan yang demikian. Namun tinggi pun anggapan diberikan kepada suatu pengalaman spiritual itu tidak ada nilai sebelum diuji dengan al-Quran dan as-Sunnah. Jika pengalaman tersebut sesuai dengan al-Quran dan as-Sunnah barulah ia menjadi berharga dan bisa dipegang. Ketika seseorang itu masih diperingkat bayangan kerohaniannya masih belum matang dan dia belum mencapai kesempurnaan. Jika dia terus menerus di dalam bayangan, tinggalkan dia dengan alamnya sendiri. Tuhannya yang akan menjaganya. Ikutlah wali yang telah sampai kepada kesempurnaan jalan, beramal sesuai dengan cara Nabi Muhammad saw
Jangan sekali-kali melepaskan pandangan dari Rasulullah saw dan para sahabat beliau.
No comments:
Post a Comment