Sunday, 24 February 2013

Bagi orang yang dipimpin, meskipun pada tingkat awal dia memasuki jalan kewalian sufi namun, akhirnya dia akan sampai ke jalan kewalian cara kenabian. Pengalamannya dalam bidang kewalian sufi membantunya membentuk keyakinan setelah dia pindah ke kewalian cara kenabian. Meskipun kebanyakan sufi yang terkenal memulai perjalanan cara kewalian sufi dan kemudian pindah ke kewalian cara kenabian, tetapi kewalian cara sufi bukanlah kondisi yang harus untuk memperoleh kesempurnaan kewalian cara kenabian. Banyak orang yang terus pergi ke kewalian cara kenabian tanpa melalui cara kesufian, terutama pada zaman Rasulullah saw Para sahabat yang terus memasuki cara kenabian dan menetap di jalan tersebut tanpa memasuki cara sufi telah mencapai derajat kewalian yang paling tinggi dibandingkan dengan wali-wali pada semua zaman . Setelah Rasulullah saw, para sahabat adalah contoh yang paling baik untuk diikuti. Rasulullah saw telah mengasuh satu kelompok manusia sempurna yang bisa diikuti oleh kaum Muslimin yang datang kemudian.

Umat Islam umumnya telah lama keliru di dalam memahami maksud kewalian. Kewalian dan kesufian telah diikat kemas di dalam pemikiran sehingga timbul anggapan hanya orang sufi yang bisa menjadi wali. Orang yang menetap di Jalan syariat, beriman, beramal saleh dan bertakwa, jika tidak memasuki jalan kesufian tidak akan sampai ke makam kewalian. Orang-orang seperti Imam Syafi'i, Imam Malik, Imam Hanafi dan Imam Hanbali tidak disebut sebagai wali Allah. Apakah orang-orang yang dibimbing oleh Allah sehingga mereka mampu mengadakan mazhab yang diikuti oleh kebanyakan umat Islam, tidak termasuk ke dalam kelas wali Allah? Apakah orang yang dipimpin oleh Allah membentuk kelompok tarekat yang jauh lebih kecil dari kelompok mazhab lebih tinggi kewaliannya dari orang yang mempelopori mazhab yang besar?

Perlu diketahui bahwa orang yang memasuki aliran kesufian melalui dua tingkat kewalian. Kewalian tingkat pertama disebut wali kecil, yaitu kewalian cara sufi yang padanya terdapat praktek suluk, zauk, jazbah, fana, bersatu dengan Tuhan, baqa dengan Tuhan dan lain-lain bentuk pengalaman spiritual. Setelah menyelesaikan kewalian cara sufi mereka diangkat ke kewalian cara kenabian, derajat kewalian yang lebih sempurna. Di dalam daerah kewalian cara kenabian orang-orang sufi seperti Abdul Qadir Jilani, Hasan Basri, Ibrahim Adham dan banyak lagi bergabung dengan kelompok wali yang menetap pada cara kenabian seperti Imam Syafi'i, Imam Malik dan lain-lain. Semua wali-wali pada tingkat tersebut menjadi sesuai dengan perjalanan Nabi Muhammad saw, para sahabat beliau dan dengan syariat yang beliau bawa. Sayangnya tingkat kesesuaian orang sufi dengan syariat tidak menarik perhatian sebagian dari kaum muslimin yang berminat dengan aliran tarekat kesufian. Latihan kesufian lebih dikaitkan dengan kewalian. Kewalian Imam Syafi'i dan Imam Malik yang menetap pada cara kenabian dan terjadi dengan lebih teratur tidak menarik minat mereka. Dengan demikian ada Muslim yang sanggup melepaskan pendapat Imam Syafi'i yang mengandalkan al-Quran dan as-Sunnah, demi memegang kata wali sufi yang di dalam mabuk. Mereka juga lebih berpegang pada kata wali sufi yang sedang mabuk dari kata wali sufi yang sudah melewati tingkat mabuk. Konsep ketuhanan yang dinyatakan oleh al-Quran dan diajarkan oleh Rasulullah saw, dipegang oleh para sahabat dan kaum Muslimin umumnya tetapi ditolak oleh sebagian kaum muslimin yang terpengaruh dengan ucapan sufi yang latah. Mereka lebih terpengaruh dengan ucapan kelompok sufi yang terperangkap dengan bayangan dan misal.

Kesempurnaan sufi dicapai setelah melalui dua tingkat kewalian, yaitu kewalian cara sufi dan kewalian cara kenabian. Seorang sufi harus melalui proses menaik dan menurun. Di dalam proses naik sufi memasuki perjalanan menuju Allah yang kemudian membawanya ke perjalanan 'di dalam' Allah Puncak perjalanan ini adalah 'bersatu' dengan Allah, yang menjadi intisari dan tujuan perjalanan kewalian sufi. Di dalam proses naik sufi hanya berhubungan dengan Allah, tidak berhubungan dengan sesama makhluk. Sufi terpisah dari makhluk dan dirinya sendiri. Sufi mencapai fana dan bersatu dengan Tuhan. Pengalaman yang demikian membuat sufi memiliki satu bentuk pemahaman tentang ketuhanan.

Setelah menyelesaikan proses pertama sufi masuk ke proses kedua, yaitu proses menurun, menuju ke kesempurnaan kewalian dengan melalui jalan kenabian. Ketika menurun mental sufi mulai berpisah dari Tuhan. Sufi mulai menyaksikan perbedaan di antara Tuhan dengan hamba. Kesadaran sufi terhadap dirinya dan makhluk kembali dan akhirnya dia kembali ke kesadaran penuh. Proses kedua membentuk pemahaman dan pegangan yang berbeda dengan proses pertama. Pada proses pertama sufi dikuasai oleh pengaruh wahdatul wujud. Proses kedua memisahkan sufi dari efek wahdatul wujud itu. Sufi yang telah berpisah dengan paham wahdatul wujud mengakui perbedaan di antara Tuhan dengan hamba dan menerima kenyataan al-Qur'an bahwa tidak ada sesuatu yang serupa dengan Tuhan. Dua proses yang menghasilkan dua paham dan pegangan yang memungkinkan terjadi dalam perjalanan sufi.

Orang yang terus kepada cara kenabian tidak mengalami dua tingkat berbeda yang dilalui oleh pada cara kesufian. Pada jalan kenabian tidak terjadi pemutusan hubungan sesama manusia dan persatuan dengan Tuhan. Tidak ada kefanaan dan kelenyapan diri. Tidak ada zauk, jazbah, mabuk dan tidak terjadi ucapan latah. Pada jalan kenabian akal pikiran selalu dalam kondisi sadar. Bila tidak ada tingkat berpisah dengan makhluk tidak ada juga tingkat kembali kepada diri dan makhluk. Bila tidak ada proses bersatu dengan Tuhan tidak ada pula proses berpisah dengan Tuhan. Pengembara di jalan kenabian tidak dikuasai oleh keasyikan kepada Tuhan yang menyebabkan hilang pandangan terhadap diri sendiri dan makhluk. Mereka juga tidak dikuasai oleh nafsu terhadap makhluk sehingga melupakan Tuhan. Wali cara kenabian terhubung dengan Tuhan meskipun mereka sibuk melayani makhluk Tuhan. Hubungannya dengan Tuhan dan hubungannya dengan makhluk berjalan bersamaan tanpa gangguan. Tidak terjadi kontradiksi antara perhatian kepada Tuhan dengan perhatian kepada makhluk. Bagi wali yang berada pada jalan kenabian, melayani makhluk Tuhan sebenarnya adalah melayani Tuhan, berdasarkan ingatan dan perhatian kepada Tuhan karena Tuhan yang memerintahkan melakukannya. Dalam mengelola soal makhluk wali Allah sebenarnya melaksanakan kehendak Allah, bertindak sebagai khalifah atau wakil-Nya. Meskipun sibuk melayani orang banyak perhatiannya tetap tertuju kepada Allah dan mereka mengajak orang kepada Allah, taat kepada-Nya dan mendekati-Nya. Wali pada jalan kenabian melakukan pekerjaan yang mulia ditengah-tengah masyarakat. Allah ridha dengan praktek mereka dan mereka senang melakukannya. Wali yang di dalam daerah kenabian inilah yang menghubungkan pekerjaan Nabi Muhammad saw di dalam membimbing dan membawa umat manusia kepada Allah

Nabi Muhammad saw bertugas menyampaikan syariat kepada umat manusia. Wali-wali pada jalan kenabian dan wali sufi yang kembali ke jalan kenabian melanjutkan pekerjaan tersebut. Wali yang tidak keluar dari daerah kesufiannya tidak memperdulikan urusan disekelilingnya, tidak memperdulikan sekalipun terjadi kiamat. Wali-wali yang tinggal di daerah kesufian adalah mereka yang tidak diberi tugas. Wali-wali sufi yang dipilih dan diberi tugas akan dibawa ke daerah kewalian cara kenabian dan mereka melaksanakan tugas yang dipercayakan Allah kepada mereka. Tugas utama adalah menyampaikan syariat. Masyarakat dituntut menaati Nabi Muhammad saw di dalam menjalankan aturan syariat, bukan mengikuti cara atau praktek wali sufi. Di akhirat yang diperiksa adalah yang terkait dengan syariat. Latihan spiritual dan tasawuf juga diperiksa berdasarkan peraturan syariat. Ketaatan kepada syariat membawa seseorang ke surga dan pelanggaran kepada syariat membawa ke neraka. Nabi Muhammad saw dan wali-wali yang mengikuti beliau menyampaikan dan menerapkan syariat dan mereka bersedia untuk berkorban demi mengembang dan mempertahankan syariat.

Kelompok manusia yang paling mulia adalah Nabi-nabi. Tujuan diutus Nabi-nabi adalah untuk menyebarkan syariat. Pekerjaan menyebarkan syariat adalah pekerjaan yang paling mulia bisa dilakukan oleh seseorang manusia di atas muka bumi. Tidak ada pekerjaan yang lebih mulia darinya. Wali-wali yang menjadi pewaris Nabi melanjutkan pekerjaan tersebut. Hanya wali-wali yang telah kembali ke jalan kenabian yang bisa melakukan pekerjaan tersebut dengan baik dan tepat. Memimpin umat manusia ke jalan yang diridhai Allah adalah lebih baik daripada melakukan ibadah sendirian tanpa bercampur gaul dengan orang banyak. Ketika masyarakat dilanda oleh kerusakan akidah dan kerusakan akhlak, klaim menghidupkan syariat lebih besar lagi. Usaha menghidupkan satu peraturan syariat lebih berarti dari latihan spiritual yang hanya menguntungkan diri sendiri saja. Karena tujuan Allah memberi bimbingan kepada wali-wali untuk membimbing umat manusia, maka wali cara sufi yang mendapat petunjuk akan kembali ke cara kenabian serta melaksanakan tugas membimbing umat manusia ke jalan yang lurus. Ketaatan kepada syariat memelihara seseorang agar menempuh jalan yang lurus.

No comments:

Post a Comment