Perkembangan spiritual sufi dalam mencapai kesempurnaan melalui empat tingkat. Tingkat pertama dinamakan perjalanan menuju Allah Sufi bergerak dari pengetahuan yang rendah kepada pengetahuan yang lebih tinggi sampai ke pengetahuan tentang wajibul wujud. Dalam proses ini pengetahuan tentang mumkinul wujud (wujud yang mungkin) berkurang sedikit demi sedikit hingga akhirnya terhapus terus. Kondisi ini disebut fana. Fana membawa sufi memasuki tingkat ke dua, dinamakan perjalanan dalam Allah ini merupakan proses perjalanan yang diistilahkan sebagai makrifat atau mengenal Allah dalam suasana yang dinisbahkan kepada ketuhanan atau hakikat-hakikat seperti nama-nama Tuhan, sifat-sifat Tuhan dan hal-hal ketuhanan . Selanjutnya sufi sampai ke suasana yang tidak kata dan bahasa bisa bercerita, tidak sifat bisa mengibaratkan, tidak hubungan bisa dihubungkan dan tidak sesuatu penjelasan. Pengetahuan tidak ada dan makrifat juga tidak ada dalam suasana yang demikian. Tidak ada pengetahuan dan tidak ada identifikasi yang mampu bercerita tentang zat Allah Pengalaman pada suasana spiritual yang demikian dinamakan baqa atau hidup bersama Tuhan. Ini adalah penghabisan tingkat ke dua. Perjalanan tingkat pertama dan ke dua melengkapi kewalian cara sufi. Orang yang telah menempuh dua tingkat ini disebut sebagai wali sufi atau wali kecil.
Sufi berikutnya bergerak ke tingkat ke tiga yang dinamakan perjalanan dari Tuhan. Dalam tingkat ini perjalanan dimulai dari pengetahuan yang tinggi ke yang lebih rendah yaitu dari wajibul wujud kepada mumkinul ada. Sufi yang sampai ke tingkat ini disebut orang arif yang lupakan Tuhan melalui Tuhan, yang kembali dari Tuhan dengan Tuhan, yang kehilangan tetapi menemukan, yang terpisah tetapi bersatu, yang jauh tetapi dekat, yang tidak bisa dikatakan tetapi tahu, yang tidak bisa dianggap tetapi kenal . Tingkat ke tiga ini merupakan kebalikan ke tingkat kedua. Ketika berada pada tingkat kedua sufi mengalami suasana yang diistilahkan sebagai fana dalam Tuhan. Pada tingkat ke tiga pula sufi meninggalkan makam ketuhanan dalam kondisi tidak berpisah dengan Tuhan. Pengaruh mabuk dan wahdatul wujud sudah berkurang. Kesadaran kemanusiaan sudah mulai kembali sedikit demi sedikit. Bila kesadaran kemanusiaannya telah bertambah kuat sufi melengkapi perjalanan pada tingkat ke empat yaitu perjalanan dalam alam materi. Pada tingkat ini sufi kembali mengenali sesuatu yang dilupakannya pada tingkat pertama dahulu. Tingkat pertama membuat sufi lupa tetapi tingkat ke empat membuat sufi kembali mahal. Alam materi menjadi terang benderang kepadanya dan akhirnya dia kembali sepenuhnya kepada kesadaran dirinya dan alam maujud. Dia kembali ke tempat dia mulai. Perjalanannya menjadi lengkap.
Perjalanan tingkat ke tiga adalah perubahan dari jalan kesufian ke jalan kenabian. Tingkat ke empat adalah penyempurnaan cara kenabian untuk memikul tugas yang mulia yaitu membimbing umat manusia kepada Tuhan, melanjutkan perjuangan Nabi-nabi.
Ada pula orang yang memasuki jalan kesufian karena dipaksa bukan dengan sengaja. Golongan ini bisa diibaratkan sebagai orang-orang yang memiliki tugas tetapi mereka leka dengan kehidupan harian sehingga tercampak jauh dari tujuan mereka diciptakan. Dengan rahmat dan belas kasihan Tuhan mereka disentak dari kelalaian tersebut dan diseret menghadap Tuhan. Mereka dipisahkan dari apa saja yang menghalangi mereka dari kembali ke Tuhan. Dalam kelompok inilah terdapat raja yang diturunkan dari tahtanya, orang kaya yang jatuh miskin, orang cantik yang menjadi jelek dan sejenisnya mereka. Perubahan yang mendadak menimpa mereka memisahkan mereka dari beban berat yang menghalangi mereka berjalan ke Tuhan dan pada waktu yang sama juga mereka terpisah dari orang banyak. Mereka tidak ada pilihan kecuali mengasingkan diri. Dalam pengasingan itu mereka memperbanyak ibadah kepada Tuhan, membentuk penyerahan yang sejati, merelakan apa takdir yang sampai kepada mereka. Efek dari tes yang menimpa mereka secara mendadak itu dihapus selama pemisahan atau bersuluk. Dalam keasyikan ibadah itu terbuka kepada mereka tingkat-tingkat perjalanan seperti yang dilalui oleh sufi kelompok pertama. Kelompok pertama berjalan ke Tuhan berbekalkan pengharapan. Kelompok ke dua ini pula tidak membawa bekal karena segala sesuatu telah diserahkan kepada Tuhan. Mereka telah rela dengan apa juga takdir yang sampai kepada mereka. Kelompok pertama bekerja keras menghapus segala kehendak diri sendiri agar kehendak Tuhan menjadi kehendaknya ini. Pada kelompok ke dua pula segala kehendak diri sendiri telah dihapus ketika tes bencana menghempap mereka. Penghapusan kehendak diri terjadi dengan cepat diikuti oleh sifat penyerahan bulat kepada Tuhan, menghapus sifat-sifat keji dari hati mereka. Selanjutnya kesadaran diri ikut lenyap bersama-sama dengan pengaruh akal pikiran dan perasaan. Mereka masuk ke suasana yang dipanggil MAJZUB. Orang MAJZUB mengalami berbagai hal ketuhanan yang menghasilkan makrifat. Grup yang berjalan melalui tarekat tes bala ini berjalan lebih cepat dari kelompok pertama yang melakukan latihan bersuluk secara kesadaran dan kehendak sendiri, tetapi perkembangan spiritual pada kelompok pertama lebih teratur dari kelompok ke dua. Bimbingan dari guru yang arif dan pasokan ilmu yang cukup membantu kelompok pertama meningkat dalam bidang kerohanian secara Bersistematik dan mereka memperoleh informasi tentang apa yang mereka alami. Kelompok ke dua pula biasanya menjadi MAJZUB tanpa berguru dan mengalami hakikat tanpa mendapat penjelasan tentang. Grup MAJZUB ini akan berjalan terus melalui berbagai pengalaman tanpa mendapat pengetahuan yang jelas tentang apa yang mereka alami. Setelah mereka melewati tingkat MAJZUB dan kembali kepada kesadaran keinsanan barulah mereka mempelajari hakikat yang telah mereka alami. Grup yang bergerak secara perguruan selamat dari fitnah masyarakat. Grup yang tiba-tiba menjadi MAJZUB tanpa berguru sering menimbulkan fitnah kepada orang banyak karena latar belakang mereka yang tidak kuat dan tidak alim dalam bidang agama, sedangkan mereka mulai berbicara tentang ketuhanan, membuat orang curiga kepada mereka. Lebih buruk lagi jika di dalam kondisi hilang kesadaran itu mereka tidak mematuhi peraturan syariat dan adab kemanusiaan. Namun setelah mereka kembali ke kesadaran dan memperoleh pengetahuan tentang pengalaman spiritual mereka, mereka akan bergerak sesuai dengan aturan syariat dan dapat menghindari diri dari menimbulkan kekeliruan kepada masyarakat.
No comments:
Post a Comment