Dan (ingatlah) Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan untuk mereka menyembah kepada-Ku. (Ayat 56: Surah adz-Dzaariyaat)
Fitrah manusia bukan sekadar berperan dalam mengatur kehidupan menurut tabiat alami kemanusiaan bahkan lebih penting lagi ia adalah persediaan buat manusia melakukan kehambaan (ubudiah) terhadap Allah
Manusia yang bergerak dalam sekop fitrahnya mampu memperoleh informasi melalui akal pikiran, ilham dan kasyaf. Pancaindera dan pikiran bergabung di dalam mendapatkan informasi mengenai hal lahir. Informasi yang diperoleh dengan cara ini bisa dikembangkan oleh akal pikiran dengan menggunakan hukum logika dan formula-formula yang dapat disusun oleh akal pikiran. Kemampuan berpikir yang diproduksi oleh fitrah manusia mampu membawa manusia mengeksplorasi segala bidang lahiriah seperti sains, teknologi informasi, matematika, astronomi, kedokteran, administrasi negara dan lain-lain. Perbatasan untuk akal pikiran adalah logis. Ia tidak mampu mengolah sesuatu yang telah keluar dari daerah logika.
Bakat-bakat fitrah merupakan pernyataan kepada firman Tuhan yang berarti: "Dan telah diajarkan kepada Adam nama-nama semuanya". Segala informasi yang perlu untuk manusia menjalankan tugasnya sebagai khalifah di bumi sudah ada pada fitrahnya. Proses pembelajaran, pengalaman, penelitian dan sebagainya merupakan cara mengorek informasi yang tersimpan di dalam khazanah fitrah, bukan membawa informasi yang baru. Pada satu tahap, informasi di dalam khazanah fitrah dicungkil melalui cara berpikir. Kemampuan berpikir ini dikuasai oleh semua manusia kecuali orang gila.
Apa yang Tuhan ajarkan kepada Adam as (dan manusia sekaliannya) bukan sekadar penggunaan akal pikiran. Bila fitrah sampai ke puncak kekuatan berpikir yang dimilikinya yaitu ketika hukum logika gagal memberi uraian maka fitrah beralih ke bakat keduanya yaitu ilham. Bidang ilham sesuai untuk diterokai oleh mereka yang fitrahnya bebas dari hukum logika, yaitu atraksi anasir alam, pengaruh materi dan hawa nafsu. Kebanyakan yang termasuk di dalam golongan ini adalah filsuf yang telah membebaskan hati mereka dari perbatasan materi. Bila hati sudah berhasil melepaskan diri dari kongkongan materi dapatlah ia masuk ke dalam bidang ilham yang berada di balik alam materi. Ilham membuka pemahaman tentang unsur gaib yang mempengaruhi perjalanan kehidupan yang lahir.
Ilham bisa dibagi dua jenis yaitu ilham filsuf dan ilham anggota sufi (ahli spiritual). Filsuf menggunakan kekuatan dirinya untuk berjuang melawan hawa nafsu dan membebaskannya dari atraksi anasir-anasir alam. Bila telah berhasil melakukannya rohaninya mampu memandang ke keghaiban yang menyelimuti alam lahir. Dia dapat menyaksikan tenaga gaib yang membentuk sistem dan mempengaruhi perjalanan segala yang lahir. Di balik semua itu dia dapat melihat kesempurnaan: kesempurnaan peraturan dan perjalanan virtual dan kesempurnaan Pencipta segala kesempurnaan itu. Renungan filsuf berakhir dengan pengakuan tentang adanya kekuasaan Mutlak yang menciptakan dan mengatur perjalanan alam ini. Kelarutan (kefanaan) di dalam kesempurnaan itu menjadikan filsuf mencintai yang sempurna dan bergerak membentuk kesempurnaan di dalam kehidupan ini.
Anggota sufi pula di samping berjuang melawan hawa nafsu dan tuntutan badaniah dia juga membenamkan dirinya ke dalam zikir atau ingatan kepada Allah secara terus menerus. Cadangan devisanya tidak terlepas dari Tuhan. Bila dia berhasil di dalam perjalanannya dia berhasil di dalam kondisi ingat dan tergantung kepada Allah Jadi ilham yang terbuka kepadanya lebih terkait dengan Tuhan dari makhluk Tuhan. Perhatiannya terhadap makhluk, termasuk dirinya sendiri, mengecil dan perhatiannya kepada Tuhan membesar. Jika ilham filsuf lebih berfokus pada kesempurnaan dan kerapian penciptaan yaitu perbuatan Tuhan, ilham anggota sufi pula berfokus pada keelokan dan kesempurnaan sifat Tuhan yang menciptakan segala kesempurnaan dan keelokan itu. Ilham filsuf melahirkan rasa kekaguman terhadap Pencipta sementara ilham anggota sufi pula melahirkan rasa jarak dan keasyikan terhadap Pencipta Yang Maha Indah lagi Maha Sempurna. Ilham sufi bukan sekadar melahirkan pengakuan dan keasyikan terhadap Yang Maha Mencipta dan Maha Mengatur, bahkan ahli sufi juga memperoleh keyakinan tentang posisi kedudukan kehambaan yang harus membuktikan kehambaan itu, tetapi ilham sufi tidak mampu membuka rahasia ketuhanan dan tidak berupaya membentuk cara pengabdian kepada Tuhan sebagaimana yang dikehendaki oleh Tuhan.
Fitrah tidak menyerah pada tahap ilham. Ia maju lagi mengeksplorasi lebih tinggi dengan menggunakan bakatnya yang ke tiga yaitu kasyaf. Kasyaf adalah terbukanya hal gaib kepada alam perasaan dan penyaksian mata hati. Apa yang dipikirkan dan ditemukan melalui ilham dapat dirasakan atau disaksikan melalui kasyaf. Bidang kasyaf membuka hal yang tersembunyi dibalik yang nyata dan juga membuka bidang alam gaib yang tidak dapat dipandang dengan mata, tidak dapat dipikirkan dan dikhayalkan dan keluar dari bidang logika. Bidang kasyaf memungkinkan seseorang memperoleh pengetahuan tentang alam rohani seperti Alam Jin, Alam Barzakh, surga dan neraka. Kasyaf bisa mengeksplorasi lebih jauh ke suasana yang dinisbahkan kepada ketuhanan. Suasana ketuhanan yang dibukakan kepada anggota kasyaf adalah sebagai perkenalan dari Tuhan kepada hamba. Karena Tuhan adalah: " "maka suasana yang dinisbahkan kepada ketuhanan atau diibaratkan kepada Tuhan yang dibukakan kepada anggota kasyaf adalah dalam bentuk misal, ibarat atau penyifatan. Suasana misal yang disaksikan itu menanamkan pemahaman tentang Tuhan yang tidak bisa dimisalkan.
Pengetahuan yang diperoleh secara pikiran dan ilham disebut makrifat (pengenalan) secara ilmu. Pengetahuan yang diperoleh secara kasyaf pula disebut makrifat secara zauk atau penyaksian mata hati. Bila kasyaf sampai ke puncak penyaksiannya maka tidak apa lagi yang bisa disaksikan. Kasyaf pada tahap ini hanya merasakan dengan penuh yakin tanpa menyaksikan tentang Wujud Tuhan yang tanpa misal, tanpa sifat, tanpa ibarat dan tidak bisa dikatakan apa-apa karena Allah adalah:
Medan kasyaf yang sangat luas itu diterima oleh sufi yang telah membuang segala kepentingan diri sendiri lantaran kecintaan mereka kepada Allah Melalui kasyaf, yang paling tinggi dapat disaksikan adalah suasana atau kondisi yang dinisbahkan kepada Tuhan tetapi bukanlah Tuhan. Setelah melewati tahap penyaksian kasyaf sampai ke batas terakhir yaitu merasakan secara zauk Wujud Tuhan yang tidak dapat dianggap dan Dia Maha Esa, tiada sesuatu beserta-Nya. Puncak kasyaf adalah kebodohan di mana tidak ada lagi bahasa yang mampu bercerita tentang Tuhan. Anggota kasyaf yang masuk ke tahap ini berada dalam suasana yang dipanggil merasa heran-hairanan di mana dia merasakan telah mengenal Tuhan tetapi tidak mampu menyingkap identitas tersebut. Dia dikatakan faham tanpa sesuatu pemahaman dan tahu tanpa sesuatu pengetahuan.
Kasyaf tidak tahu menyebut Allah sebagaimana Dia mau disebut. Kasyaf tidak tahu menceritakan Allah sebagaimana yang Dia mau diceritakan. Kasyaf tidak berupaya memperkenalkan Allah sebagaimana Dia mau Diri-Nya dikenal. Kasyaf juga tidak tahu bentuk pengabdian yang Allah inginkan dari hamba-Nya. Kasyaf tidak dapat mengajar manusia cara menyembah Allah Jadi, fitrah manusia dengan segala bakat-bakatnya tidak dapat membuka Kebenaran Hakiki tentang Allah Dalam soal ini fitrah sampai ke kondisi harus tunduk, patuh dan taat dengan seluruh penyerahan kepada Allah dan menyatakan keinginan untuk bimbingan yang langsung dari-Nya serta bermohon agar Dia sendiri membuka Yang Haq itu.
Hanya Allah bisa menyatakan apa yang Dia kehendaki. Hanya Dia yang berhak menentukan cara pengabdian dan penyembahan kepada-Nya. Hanya Dia yang mampu memperkenalkan Diri-Nya sebagaimana yang Dia mau. Dalam hal ini manusia tidak ada pilihan melainkan membutuhkan WAHYU yang datang dari Allah sendiri untuk menghakimkan pikiran, ilham dan kasyaf. Kebenaran yang dikatakan oleh wahyu itulah yang kebenaran sejati, yang paling benar, tidak bisa ditantang oleh pikiran, ilham dan kasyaf. Tugas pikiran, ilham dan kasyaf adalah membuktikan kebenaran wahyu bukan mencari kebenaran yang lain dari itu.
Tanpa bimbingan wahyu manusia membentuk berbagai kepercayaan dan cara menyembah Tuhan. Golongan yang hanya menggunakan akal hanya tertarik dengan hal materi. Golongan ini kurang berminat pada Tuhan. Dari kalangan mereka muncul kelompok ateis yang tidak percaya kepada Tuhan dan hal gaib. Dari kalangan filsuf pula muncul ideologi idealisme yang kemudian diterima oleh masyarakat sebagai agama. Agama yang muncul melalui cara ini berbasis fitrah kemanusiaan semata. Kelompok ini melihat kesempurnaan yang ditempatkan oleh Pencipta kepada kejadian alam tetapi kondisi Pencipta itu sendiri tertutup kepada mereka. Dengan demikian perhatian mereka kuat tertuju pada kejadian alam. Bila sikap menghormati dan mencintai anasir alam sudah berlebihan ia berubah menjadi penyembahan. Akibatnya muncullah agama yang mengadakan anasir alam sebagai sekutu Tuhan. Kaum sufi yang belum matang pula mendapat gambaran yang tidak tepat tentang Tuhan. Di dalam kelompok ini bukan saja ada Muslim yang memasuki jalan sufi, ia termasuk juga penganut kepercayaan lain yang membuat latihan tarekat menurut kepercayaan mereka. Bila alam gaib terbuka kepada mereka, biasanya di samping melihat kesempurnaan sifat Tuhan mereka juga melihat kesempurnaan diri sendiri yang ditempa oleh Tuhan. Sebagian dari mereka terdorong ke dalam rasa takjub dan taasub terhadap kesempurnaan diri, lalu melihat sifat ketuhanan pada diri. Dari golongan mereka muncullah kelompok yang menyembah Yesus Kristus, Uzair, Buddha dan lain-lain. Ada pula yang menyembah diri sendiri. Banyak lagi kekeliruan yang muncul dalam akidah manusia ketika mereka tidak bersandar kepada wahyu. Kebenaran yang sejati tentang Tuhan dan cara menyembah-Nya hanya tersedia dari wahyu.
Bangsa manusia telah memilih seorang wakil yang paling sempurna dari kalangan mereka, seorang insan yang paling tinggi kecerdasan akalnya, paling luas bidang ilhamnya dan paling terang suluhan kasyafnya. Wakil yang sempurna itu adalah Nabi Muhammad saw Sebelum wahyu datang wakil yang sempurna itu telah menjalani latihan khalwat di Gua Hiraa. Melalui proses tersebut kesempurnaan beliau menjadi lebih sempurna tetapi kesempurnaan yang paling sempurna itu pun tetap tunduk kepada hukum Allah yaitu membutuhkan jawaban dan bimbingan yang langsung dari-Nya, tidak mampu ditebak oleh akal, tidak mampu dihurai oleh ilham dan tidak mampu disuluh oleh kasyaf meskipun semua bakat-bakat tersebut berada di dalam kesempurnaan. Bila Allah mendatangkan jawaban dengan wahyu-Nya barulah hilang segala kesamaran dan kekusutan dan tersingkaplah hijab yang menutupi Yang Haq! Pikiran, ilham dan kasyaf wajib akur dengan apa yang wahyu kata karena wahyu itulah Kalam al-Hak. Pada tanggal 17 Ramadan, tahun 41 dari usia Nabi Muhammad saw, wahyu yang pertama menyinari fitrah suci beliau Terbukalah era baru di dalam kehidupan manusia dan penduduk seluruh alam. Yang samar telah terang. Yang tertutup telah terbuka. Yang terhijab telah tersingkap. Yang tidak bisa dikatakan sudah bisa dikatakan. Yang Haq telah nyata tanpa ragu-ragu lagi.
No comments:
Post a Comment