Monday, 25 February 2013

memasuki suluk dengan niat: "Ilahi! Engkau-lah tujuan dan keridaan Engkau saja yang dicari ". Mereka tidak pernah mengetahui, apa lagi terlibat dengan paham wahdatul wujud, tidak ada motif mau bersatu dengan Tuhan, tidak mengimpikan fana, zauk dan jazbah dan tidak berencana meninggalkan syariat. Keyakinan mereka terhadap syariat tidak pernah bergoyang, cuma sesuatu tentang syariat itu yang mereka tidak jelas. Menanggapi yang tidak jelas itu mereka tidak mendapatkan melalui jalan yang telah mereka lalui. Kesungguhan melakukan ibadah dan menuntut ilmu tidak menghilangkan gangguan rangsangan setan. Setiap kebaikan yang dilakukan diiringi oleh bisikan yang mau merusak kebaikan tersebut. Dalam suasana demikian ikhlas adalah sesuatu yang dipaksakan dan mereka harus bekerja keras mempertahankan keikhlasan itu. Bukan sekedar mempertahankan keikhlasan bahkan kesungguhan melakukan ibadah juga harus dibaja karena ada saja sesuatu yang mencegah mereka berbuat ibadah. Pergaulan dengan orang banyak menjadi jalan bagi musuh-musuh ibadah dan ikhlas menyerang mereka. Benteng yang paling baik untuk mereka mempertahankan diri adalah suluk. Latihan-latihan yang dilakukannya selama bersuluk membawa mereka melewati gangguan rangsangan setan. Amal ibadah dapat dilakukan dengan mudah dan ringan. Sabar, ridho, tawakkal dan ikhlas menjadi kepribadian mereka, terjadi secara spontan, bukan lagi sifat yang dipaksakan.

Saat bersuluk itu mungkin mereka terbawa ke pengalaman spiritual dan terdorong ke wahdatul wujud, tetapi akar kehambaan yang teguh akan membawa mereka melewati itu untuk kembali ke jalan kenabian. Kapan rohani mereka telah benar-benar matang, percampuran dengan masyarakat tidak lagi membahayakan mereka. Pada waktu itu mereka 'diperintahkan' untuk kembali ke masyarakat karena ada tugas yang harus mereka lakukan. Mereka masuk kembali ke kegiatan masyarakat, membimbing masyarakat agar selamat dari kemusyrikan, kemunafikan, kefasikan dan kemunkaran, selanjutnya kembali ke Tuhan dengan akidah dan praktek yang bersih.

Grup yang diceritakan di atas merupakan orang yang sampai ke jalan kenabian melalui jalan kesufian meskipun mereka tidak mengetahui maksud sufi dan istilah-istilah tasawuf. Mereka telah memperoleh manfaat yang besar dari latihan spiritual secara bersuluk. Hati mereka umpama pelita yang memiliki sumbu tetapi tidak memiliki minyak. Latihan kesufian umpama memasukkan minyak ke dalam pelita. Gurunya umpama api yang menyalakan pelita tersebut. Setelah pelita hatinya menyala akalnya mampu mendapatkan jawaban atas pertanyaan yang mengganggunya selama ini, yang tidak dapat di jelaskan oleh orang lain. Jiwanya menjadi tenang. Derajat kehambaannya meningkat sehingga sampai kepada kesempurnaan. Dia layak bergelar hamba Tuhan yang melaksanakan kehendak dan aturan Tuhan sebagai yang dikehendaki. Tarekat kesufian telah membawanya ke jalan kenabian yang sebenarnya. Kepercayaan dan keyakinannya kepada kebenaran syariat bertambah dan menjadi teguh dan memudahkannya melaksanakan dan mengamalkan tuntutannya. Mereka bergerak di dalam masyarakat sesuai dengan cara Nabi Muhammad saw dan para sahabat beliau berkecimpung di dalam masyarakat. Mereka telah sampai ke tujuan mereka diciptakan. Sampai ke tujuan penciptaan manusia itu adalah tingkat paling tinggi. Allah menciptakan manusia untuk mengabdi kepada-Nya. Kehambaan adalah tingkat paling tinggi dan paling sempurna. Mereka berpegang kepada Kebenaran Hakiki sebagaimana dinyatakan oleh al-Quran dan as-Sunnah. Tidak ada kebenaran yang mengatasi kebenaran syariat. Setelah menemukan kebenaran syariat dan mencapai tingkat kehambaan yang sejati, berakhirlah latihan spiritual. Peringkat berikutnya adalah bekerja menurut tingkat yang dicapai dan kebenaran yang ditemukan, sebagaimana Rasulullah bekerja setelah menghabiskan tingkat khalwat di Gua Hiraa.

No comments:

Post a Comment