Tidak ada amal ibadah yang bisa diharapkan akan diterima oleh Allah selain amal perbuatan yang kita tak memandang sama sekali pada nilai amal itu, amal sepele dan tidak penting. Amal yang demikian kita lakukan seketika kemudian terus melupakannya. di situlah terletak keikhlasan dalam beramal, Misalnya, ketika kita sedang berkendara, seekor anak ayam melintasi jalan di depan, kita memperlambat mobil sehingga anak ayam itu selamat menyeberang. Misal yang lain, seekor lalat jatuh ke dalam minuman kita, lalu kita keluarkan dan biarkan ia terbang pergi. Peristiwa seperti itu dialami dalam beberapa detik saja, bersahaja, tidak menyentuh jiwa dan kemudian dilupakan selamanya. Amal yang seperti itulah yang perlu direnungkan karena begitulah bentuk amal yang diterima oleh Allah swt. Amal yang demikian keluar dari kemanusiaan yang asli dan murni. Keaslian dan kemurnian itulah yang akan diaktifkan dalam setiap praktek, walau bagaimana besar sekalipun praktek itu. Apalah bedanya menyelamatkan seorang manusia dengan seekor lalat yang sama-sama tenggelam di dalam air. Atau membantu bebek atau nenek nenek menyeberang jalan, dalam nilai amal bukan terletak pada nenek atau bebeknya tapi ketika kita tak memandang amal perbuatan itu sebagai amal perbuatan yang pantas dipandang atau dihargai dan dipuji puji, atau dijadikan kebanggaan, karena sesungguhnyalah Allah yang mengizinkan dan menggerakkan Anda untuk menyelamatkan lalat yang tenggelam itu. Allah juga yang mengizinkan dan menggerakkan kamu menyelamatkan manusia yang lemas. Siapakah kamu, di mana kamu, apakah kekuasaan kamu, apakah tindakan kamu dalam peristiwa tersebut? Apakah berbeda kamu yang menyelamatkan lalat itu dengan kamu yang menyelamatkan manusia itu? Jika seseorang itu tidak ada ego atau kefanatikan terhadap dirinya sendiri dan hatinya tawadhu kepada Allah swt, dan tidak terperangkap dalam group atau kelompok atau keluarga atau kebangsaan, atau embel embel lelaki atau perempuan, atau embel embel kuat dan lemah, juga lelaki atau perempuan, maka dia akan melihat Allah yang menyelamatkan lalat dan Dia juga yang menyelamatkan manusia itu. Ambillah iktibar dari amal yang kecil-kecil dan berlebihan dalam membentuk amal yang besar-besar dan dipandang penting, supaya kamu tidak melihat kepada amal ketika beramal.
Nilai sesuatu amal terletak pada ikhlas yang mengiringi amal tersebut dan ikhlas melepaskannya. Biasa terjadi seseorang itu ikhlas ketika berbuat kebaikan tetapi keikhlasan itu terusik kemudian. Kebanyakan manusia enggan melepaskan perbuatan baik yang telah mereka lakukan. Mereka suka mengingat dan menyebut kebaikan tersebut. Perbuatan demikian dapat menyebabkan seseorang jatuh ke dalam sumaah, yaitu menceritakan kebaikan supaya dirinya bersertifikat dan diakui sebagai seorang yang baik. Sumaah menjadi minyak yang memudahkan riak menyala. Ketika riak sudah menyala segala kebaikan yang telah dibuatnya akan terbakar. Apa yang tinggal dalam simpanan akhiratnya hanyalah debu-debu yang tidak berharga. Orang tersebut akan menjadi orang yang memikul peti besi yang besar berisi debu untuk dibukakan di hadapan Tuhan. Mereka senang di dunia tetapi kehampaan di akhirat.
Tapi kadang juga seseorang tidak bisa lepas dari penyakit sumaah karena amat kuatnya tarikan pada kebanggaan melakukan apa yang dilakukan yang orang lain tidak melakukannya, sehingga merasa beda dan lain, sehingga melihat amal dan melihat tinggi nilai amal, karena merasa tak biasa melakukan, maka diri harus melewati pintu yang lain untuk menghindari sum'ah dan ujub, yaitu membiasakan beramal, dan membiasakannya menyebutnya secara ringan, agar tak membekas di hati karena kebiasaan menjalankannya, seperti orang yang memakan nasi, karena amat biasanya, maka memakan nasi sudah jadi kebiasaan, bukan lagi suatu kebanggaan, seperti orang luar negeri yang merasa bangga karena merasa berjemur matahari, dan kulitnya terbakar, tapi seorang petani tak merasa bangga karena punggungnya gosong karena nyangkul di sawah.
No comments:
Post a Comment