Sifat iblis adalah hijab penutup di luar hati dan hawa nafsu adalah hijab penutup di dalam hati. Jika hijab di luar disingkapkan dengan tenaga kebenaran, maka hijab di dalam ini juga harus disingkapkan dengan tenaga kebenaran. Nafsu harus ditundukkan kepada kebenaran. Pekerjaan ini bukanlah mudah karena nafsu kita adalah diri kita sendiri.
Nafsu kita seperti duri dalam daging, seperti tulang dalam tubuh, tanpa tulang manusia itu jelas tak bisa berdiri, akan lemas lunglai, tapi karena keberadaan tulang, manusia mudah patah jika mengalami benturan, dan mudah benjol jika mengalami tabrakan, sehingga untuk memerangi hawa nafsu itu amat sulit, karena kita sendiri butuh keberadaannya, sebagai penopang kehidupan, anak kecil saja kalau tak punya nafsu makan, maka diusahakan dibawa ke dokter atau dicekoki jamu agar punya nafsu makan, tapi jika sudah mau makan dan makan sampai sekali makan ngabisan sebakul juga orang tuanya kelabakan, sama perjaka ndak doyan kawin, ditawari nikah selalu ogah orang tuanya akan kebingungan mencarikan solusi, bagaimana agar si anak mau nikah, tapi giliran mau nikah dan malah punya istri sembilan dan masih pengen nambah orang lain pada sewot, itulah nafsu, nafsu itu bukan untuk dihilangkan, tapi dikendalikan, dikendalikan sesuai kadarnya, dikendalikan agar tidak melampaoui batas, kalau sudah terkendali dinamakan nafsu mutmainnah, nafsu yang tenang. Tidak ada beda pada hakikatnya diantara nafsu, hati dengan diri. Memerangi hawa nafsu berarti memerangi diri sendiri.
Di dalam diri sendiri itu berkumpul kemauan, cita-cita, ilmu pengetahuan dan lain-lain. Bila ingin berperang dengan diri sendiri tidak bisa meminta pertolongan kepada diri sendiri. Ilmu tidak berdaya melawan hawa nafsu karena ilmu adalah alatnya dan alat akan patuh kepada tuannya. Pembahasan ilmu yang berkepanjangan akan menambahkan kekeliruan dan akan meneguhkan nafsu. Makrifat juga tidak dapat digunakan untuk melawan hawa nafsu karena jika makrifat digunakan ia akan menarik ke dalam ilmu, maka terjadilah yang serupa. Jadi jangan meminta tolong kepada ilmu dan jangan meminta bantuan makrifat untuk melawan nafsu tetapi larilah kepada Allah swt. Menjeritlah sekuat hati, pintalah pertolongan-Nya. Istiqamah atau tetap di dalam ubudiyah, menunaikan kewajiban sambil terus berserah diri kepada-Nya, itulah kekuatan yang dapat menggagalkan keinginan. Jangan sekali-kali menuntut kekeramatan karena ia juga menjadi alat hawa nafsu. Tetaplah di dalam ubudiyah, tidak berubah keyakinan terhadap Allah swt, kekuasan-Nya, kebijaksanaan-Nya dan ketuhanan-Nya baik saat sehat atau sakit, senang atau susah, kaya atau miskin, suka atau duka. Apabila ada sifat ridho ikhlas kepada ketentuan Allah, itu tandanya hawa nafsu sudah tunduk kepada kebenaran. jika masih ada tersembunyi keinginan keinginan, termasuk keinginan ingin dekat dengan Allah, ingin di cintai Alah, ingin...ingin...ingin ini dan itu, itu tandanya diri masih ada dikuasai oleh nafsu.
No comments:
Post a Comment