Sunday 24 February 2013

Puncak kesempurnaan iman, ilmu, amal, takwa, pengalaman dan prestasi, ada pada Nabi Muhammad saw Beliau menjadi teladan yang paling baik dan paling tinggi untuk diikuti dan beliau juga harus dijadikan model di dalam menentukan posisi seseorang wali. saw Ketinggian derajat seseorang wali ditentukan dengan sejauh mana wali itu mendekati kualitas-kualitas yang ada pada Nabi Muhammad. Ada wali yang terlibat semata-mata dalam urusan hubungan dengan Tuhan. Wali yang fana dalam Tuhan ini melakukan tuntutan agama yang paling minimal, seperti shalat, tetapi sangat kurang keterlibatannya dalam kebaktian kepada sesama manusia. Ada pula wali yang di samping keras di dalam urusan hubungan dengan Allah, mereka juga bersungguh-sungguh di dalam melaksanakan kewajiban sesama manusia. Wali jenis kedua menjalani kehidupan yang lebih sesuai dengan kehidupan Nabi Muhammad dan mereka adalah wali yang lebih baik, lebih tinggi dan lebih sempurna. Wali yang bermukim di dalam daerah kewalian sufi, menjadi MAJZUB atau fana dalam Allah secara terus menerus, perjalanannya tidak lengkap. Wali yang demikian hanya berjalan separuh jalan saja. Mereka berhenti sebelum menemukan Yang Hakiki. Wali tersebut melengkapi perjalanan ke Tuhan dan dalam Tuhan sehingga mencapai tingkat bersatu dengan Tuhan. Suasana bersatu dengan Tuhan menimbulkan mabuk yang melahirkan tingkah-laku dan tutur-kata yang aneh-aneh. Kemabukan menyebabkan wali tersebut terputus dari peraturan dan sopan santun kemanusiaan. Dalam kondisi demikian juga peraturan syariat tidak dihormati. Wali jenis ini tidak dibolehkan menjadi pembimbing manusia lain karena sifat-sifat kemanusiaannya sudah lenyap. Wali yang layak membimbing manusia lain adalah yang maju terus melewati tingkat bersatu dengan Tuhan, bergerak jauh dari Tuhan dengan Tuhan, menyaksikan perbedaan di antara hamba dengan Tuhan, menyaksikan wujud hamba yang berpisah dengan Wujud Tuhan, keluar dari suasana mabuk dan kembali ke keinsanan untuk masuk diri dalam kegiatan masyarakat. Wali jenis ini merupakan wali yang melewati kewalian sufi dan masuk ke kewalian cara kenabian. Merekalah yang menjadi khalifah Allah di bumi, memikul satu-satu bidang tugas khusus untuk kemanfaatan manusia umum. Inilah kelompok wali yang menghubungkan perjuangan Nabi Muhammad saw dan para sahabat beliau Grup ini memikul tugas berdakwah membimbing masyarakat ke jalan Tuhan. Orang-orang yang kembali ke jalan Tuhan dipersucikan zahir dan batin agar menjadi hamba Tuhan yang sebenarnya. Hamba yang dipersucikan, berjalan di jalan Tuhan, bekerja menegakkan syariat Allah di atas muka bumi. Pekerjaan wali-wali yang sampai kepada cara kenabian merupakan pekerjaan yang paling mulia karena mereka melakukan pekerjaan Nabi-nabi. Mereka mendapat posisi yang paling mulia, sebagai sahabat Allah dan Rasul-Nya yang akrab.

Perilaku Rasulullah saw dan para sahabat beliau harus dijadikan neraca dalam menentukan sesuatu agar penilaiannya benar dan tepat. Dalam menilaikan posisi seseorang wali, neraca yang didirikan oleh Nabi Muhammad saw harus digunakan Sikap menjadikan kekeramatan sebagai pengukur kewalian adalah sikap yang tidak benar. Kekeramatan bukanlah pertanda ketinggian derajat seseorang wali, malah kekeramatan bukanlah Persyaratan kewalian. Biasa terjadi wali yang lebih rendah posisinya mengeluarkan kekeramatan yang lebih banyak dari wali yang lebih tinggi kedudukannya. Wali yang paling tinggi yang muncul pada zaman di belakang ini tidak dapat menyamai posisi kewalian para sahabat Rasulullah yang paling rendah. Para sahabat yang berkedudukan sebagai wali tingkat tertinggi pada semua zaman jarang atau tidak ada yang mengeluarkan kekeramatan, tetapi wali yang datang kemudian banyak mengeluarkan kekeramatan. Perlu diingat bahwa orang kafir, ahli maksiat dan tukang sulap juga biasa mengeluarkan hal yang luar biasa seperti yang terjadi di kalangan wali-wali. Hal luar biasa yang dikeluarkan oleh orang kafir, ahli maksiat dan tukang sulap, tidak ada kaitan dengan posisi iman.

Konsep kewalian telah lama menyesatkan umat Islam. Pengagungan kewalian cara sufi dan kelalaian kewalian cara kenabian telah lama menguasai pemikiran mereka. Paham wahdatul wujud, isu bersatu dengan Tuhan, aborsi taraf kehambaan dan tidak peduli pada aturan syariat telah dikaitkan kewalian. Kekeliruan ini sudah sangat jauh menyeret umat Islam. Ia harus diperbaiki dengan cara menyebarkan konsep kewalian yang sebenarnya, yang sesuai dengan ajaran al-Quran dan as-Sunnah. Butuh dipahami bahwa wahdatul wujud adalah efek samping yang bersifat sementara yang dialami oleh wali sufi yang masih di dalam perjalanan. Jika dia menetap di kewalian sufi efek tersebut akan berkepanjangan. Jika dia masuk ke kewalian yang lebih sempurna, yaitu kewalian cara kenabian, efek itu akan hilang. Dia akan kembali ke syariat dengan penuh keyakinan. Wali yang sampai kepada cara kenabian adalah lebih benar dan lebih tinggi kedudukannya. Wali cara kenabian keras dalam kehambaan, mematuhi peraturan syariat dengan sepenuh jiwa raga mereka. Mereka kuat melakukan ibadah, bertakwa dan beramal salih.

Karena Islam mencakup segala bidang maka Allah mendatangkan wali-Nya dalam segala bidang juga. Dalam Islam ada fardhu ain dan fardhu kifayah. Jika tidak ada seorang pun orang Islam yang menunaikan fardu kifayah dalam sesuatu hal maka semua orang Islam menanggung kesalahannya. Begitu juga jika tidak ada seorang pun wali yang terlibat dalam fardu kifayah maka seluruh wali menanggung kesalahannya. Tuhan tidak berkehendak yang demikian terjadi pada wali-wali-Nya. Jadi Tuhan mendatangkan wali dalam segala bidang. Ada wali yang dikhususkan dalam bidang administrasi negara, sebagaimana Nabi Daud dan Sulaiman mewakili kenabian dalam bidang tersebut. Ada wali yang dikhususkan dalam bidang manajemen pertanian sebagaimana Nabi Yusuf as mewakili kenabian dalam bidang tersebut. Begitu juga dalam bidang-bidang yang lain yang memberi manfaat kepada umat manusia dan makhluk Allah Isa as berpartisipasi dalam bidang medis, Nabi Nuh dalam bidang pertukangan, Musa dalam bidang peternakan dan Nabi-nabi yang lain juga ada bidang kegiatan masing-masing. Nabi Muhammad saw adalah Nabi yang paling aktif di dalam kegiatan kehidupan harian. Beliau pernah memasuki bidang peternakan dan bisnis. Beliau adalah juga pemerintah angkatan perang dan pemimpin agung negara. Beliau adalah seorang mufti dan hakim. Ilmu beliau meliputi segala bidang ilmu yang diketahui oleh manusia. Beliau mengajarkan ilmu alam, astronomi, kaji hayat, kedokteran, sains, sejarah, siasat dan lain-lain. Tidak akan ada lagi seorang manusia yang mampu menguasai semua bidang dan semua ilmu seperti yang dilakukan oleh Rasulullah saw Manusia lainnya hanya dikhususkan dalam satu atau beberapa bidang saja. Golongan khusus itu adalah wali-wali yang disertakan dengan pengetahuan dalam bidang tersebut. Baik Nabi maupun wali yang terlibat sesuatu bidang spesialisasi tersebut, mereka melaksanakan tugas mereka sesuai dengan aturan Allah Kegiatan harian tidak menyebabkan urusan ibadah mereka tertinggal. Inilah perbedaan besar di antara wali yang menceburi bidang kehidupan harian dengan orang lain yang berada dalam bidang yang sama. Seorang wali yang menceburi bidang ekonomi mampu menegakkan sistem perekonomian Islam di tengah-tengah berbagai sistem ekonomi dunia.

Para ilmuwan Islam harus menyadarkan umat Islam tentang kewalian. Tokoh-tokoh ilmu yang menghiasai lembaran sejarah Islam harus dikaji dengan mendalam apakah tidak mungkin mereka adalah wali-wali yang dikhususkan dalam bidang tersebut. Orang-orang yang lebih jelas kewalian dan kekhalifahan mereka seperti Imam Syafi'' e, Imam Malik, Imam Hanafi, Imam Hanbali dan lain-lain, harus ditonjolkan sebagai wali sebagaimana layaknya, agar kewalian mereka bisa dicontoh dan tidaklah orang beranggapan hanya orang sufi saja yang menjadi wali.

No comments:

Post a Comment