Wednesday 27 February 2013

Al-Quran juga mengimbau agar terjadi keras menghadapi kekafiran dan kemunafikan.

Wahai Nabi! Berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik, dan bertindak keras terhadap mereka. Dan (sebenarnya) tempat mereka adalah neraka jahanam, dan itulah seburuk-buruk tempat kembali. (Ayat 9: Surah at-Tahrim)
Ketaatan kepada syariat lahir dan syariat batin dibutuhkan untuk menghindari dari terjatuh ke dalam kekufuran dan kemunafikan. Tidak seharusnya dipisahkan kedua aspek syariat itu. Latihan kesufian harus ditujukan ke arah mempermudah melakukan seperti yang diajarkan oleh syariat. Tujuan utama latihan kesufian adalah untuk melahirkan keikhlasan secara spontan. Tiga bagian penting di dalam syariat adalah iman, amal dan niat yang ikhlas. Tarekat kesufian sangat efisien di dalam memupuk keikhlasan. Ketika melalui tingkat fana, sifat-sifat buruk tertanggal dan sifat ikhlas menjadi identik. Setelah keluar dari kefanaan sifat ikhlas itu menjadi kepribadian. Orang sufi tidak perlu lagi membentuk keikhlasan dalam beramal karena ikhlas sudah menjadi spontan pada setiap amalannya. Bila ikhlas sudah menjadi kepribadian seseorang barulah dia mencapai reda. Ikhlas dan reda tidak berpisah. Orang yang ikhlas dalam amalnya dan reda dengan hukum dan peraturan Tuhan itulah yang memperoleh ridha Allah yang merupakan karunia Allah yang paling baik di dunia dan di akhirat.

Orang yang tidak menjalani tarekat sufi menemukan sulit untuk mempertahankan keikhlasan. Rangsangan yang mau merusak keikhlasan itu selalu saja mendatanginya. Rasa ujub dan riya selalu masuk ke dalam hatinya untuk mengusir ikhlas keluar. Dia harus memelihara hatinya agar musuh-musuh ikhlas itu tidak dapat masuk. Perjuangan dalam jiwa itu sering menimbulkan kegelisahan dan suasana jiwa yang tenang sulit diperoleh. Ikhlas yang muncul dari paksaan tidak permanen.

Jika iman dan amal tersedia melalui ketaatan kepada aturan syariat, ikhlas yang menjadi intisari iman dan amal itu pula mudah diperoleh melalui suluk para sufi. Tanpa melalui perjalanan kepada Allah dan perjalanan dalam Allah, adalah sulit untuk mencapai keikhlasan yang sebenarnya, ikhlas dalam kata dan perbuatan, dalam gerak dan diam, yang lahir secara spontan bukan secara paksaan. Ikhlas itu lahir setelah dilakukan penolakan terhadap semua jenis tuhan-tuhan yang di dalam dan di luar diri, kemudian masuk ke fana dan baqa. Dengan cara yang demikian seseorang itu masuk ke makam kewalian yang khusus. Wali tingkat khusus melakukan apa saja karena Allah bukan karena muslihat diri sendiri, sebab dirinya sudah dikorbankan untuk Allah Wali tersebut tidak perlu menyucikan niat untuk memperoleh ikhlas karena niatnya telah dipersucikan tatkala dia mengorbankan segala kepentingan dirinya untuk Allah semata dan dia masuk ke kefanaan dan kebaqaan. Orang yang ada kesadaran terhadap dirinya, umumnya melakukan sesuatu dengan memperhatikan kepentingan diri, secara sadar atau tidak. Bila mencintai diri sendiri lenyap diganti dengan mencintai Allah, apa saja yang dilakukan karena Allah, apakah dia sengaja memperhatikan niatnya atau pun tidak. Orang yang sudah ada keputusan sejak awal bahwa segalanya adalah untuk Allah semata-mata, tidak perlu lagi memperjelas niatnya, tetapi orang yang masih ada pilihan untuk Allah atau untuk diri sendiri, atau untuk alasan yang lain, perlu memperjelas niatnya.

No comments:

Post a Comment