Wednesday 20 February 2013

Dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat (Ayat 11: Surah Asy-Syura)
Allah sendiri mengatakan Dia Mendengar dan Melihat. Dia mengadakan penyifatan setelah terlebih dahulu Dia menyangkal segala bentuk penyifatan. Dia tidak serupa dengan apa saja yang terlintas di dalam pikiran, ambisi dan khayalan manusia. Dia tidak serupa dengan apa juga yang nyata dan yang gaib, yang lahir dan batin. Bila Dia mengatakan Dia Mendengar dan Melihat maka Mendengar dan Melihat-Nya tidak serupa dengan apa juga keadaan mendengar dan melihat yang diketahui atau tidak diketahui oleh manusia. Bila Dia mengatakan Dia Berkata-kata maka Kalam-Nya tidak serupa dengan apa juga bentuk percakapan baik yang bisa dipikirkan manusia maupun yang tidak bisa dipikirkan manusia. Kata Allah tidak serupa dengan apa juga bentuk kata. Kalam-Nya tidak berhuruf dan tidak bersuara. Bila Dia tujukan firman-Nya kepada Nabi Muhammad saw yang berbangsa Arab, digubah-Nya Kalam-Nya dalam bahasa Arab yang berhuruf dan bersuara dan Dia masih menisbahkan Kalam-Nya yang berhuruf dan bersuara dalam bahasa Arab itu sebagai Kalam-Nya. Karena Dia sendiri mengakui itu adalah Kalam-Nya siapa menolak adalah kufur, tetapi siapa mengatakan Allah berbicara dalam bahasa Arab maka terlebih kufur lagi keadaannya. Konsep nafi dan isbat tidak bisa dipisahkan ketika kita membicarakan Allah pada aspek yang dianggap. Bila Allah memperkenalkan diri-Nya kepada manusia maka Dia wujudkan penyifatan yang mampu diterima oleh manusia, sesuai dengan kemampuan mengenal yang ada dengan manusia, tetapi Yang Haq itu melampaui apa yang dianggap. Aspek Allah yang dianggap merupakan pintu atau perantara yang menghubungkan hamba dengan Allah yang tidak bisa dianggap. Sekalipun Allah memperkenalkan diri-Nya melalui sifat-sifat yang diketahui oleh manusia tetapi mengadakan lembaga untuk Allah adalah sesat yang nyata. Siapa yang menjadi jelas kepadanya konsep nafi dan isbat sesungguhnya dia telah memperoleh nikmat yang tidak terhingga nilainya.


Tiada Tuhan melainkan Allah
Roh Allah adalah sarana yang karenanya manusia memperoleh kehidupan. Roh Allah adalah suasana pemerintahan Allah yang mengatur bidang kehidupan. Adam as memperoleh sifat hidup karena tiupan Roh Allah atau Hakikat Roh yang ada di sisi Allah swt Bila keturunan Adam as berkembang biak mereka semua tidak terlepas dari kontrol Hakikat Roh yang menjadi sumber bagi penghidupan yang dimulai dengan kehidupan Adam as Meskipun banyak sekalipun manusia diciptakan mereka tetap menerima kehidupan dari sumber yang sama yaitu suasana administrasi Allah yang diistilahkan sebagai Roh-Nya atau Hakikat Roh. Suasana ketuhanan itu memiliki bakat dan kemampuan untuk menghidupkan setiap jasad secara terpisah dan bebas dari jasad-jasad yang lain. Setiap jasad memiliki kemampuan untuk hidup sendiri, meskipun ada jasad yang mengalami kematian namun jasad-jasad lain terus juga hidup. Jasad yang sudah diciptakan bisa juga hidup sekalipun masih banyak lagi jasad yang belum ditampakkan.

Adam as dan keturunan beliau as diciptakan dengan bertujuan:

Dan (ingatlah) tatkala Tuhanmu berfirman kepada malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di bumi". (Ayat 30: Surah al-Baqarah)

No comments:

Post a Comment