Saturday 14 September 2013

Jangan biasakan menggurui dan mengajak orang lain dengan lisanmu, sebab akan banyak orang yang akan menjadi musuhmu, dan tak cocok dengan kepribadianmu, cek cok adu argumentasi denganmu, kecuali kamu jadi tukang pidato yang diundang, kau bicara apa juga orang akan mendengarkan, karena kamu sudah dibayar panitia,

Bentuk saja dirimu jadi manusia unggul, doanya terijabah, kekayaannya memenuhi pelataran dunia, amaliyah sedekahnya kuat seperti banjir bandang, mujahadahnya kuat, wirainya menjaga makanan haramnya seperti mau memakan bara, orang akan datang padamu, tak perlu kau minta, orang akan ikut di belakangmu, tak perlu kau mengatur barisan, orang akan siap menjadi pasukanmu walau kau tak menggaji mereka, orang akan ikhlas berkorban padamu, karena keikhlasanmu berkorban untuk semua manusia...... kau bisa membentuk seperti itu, asal kau berani membentuk dirimu dan punya semangat baja....
Jadi ingat kalau kalau guruku dimintai doa tertentu, misal dimintai doa agar diberi jodoh, maka guruku akan mengucapkan amalan agar dapat jodoh misal: bol dobol, mrojol oyol gedebal gedebol, podo dlosor,
Lalu diketawain, dan yang mendengar tak paham pesan di dalamnya, dan begitu berulang-ulang, guruku menjelaskan dengan siloka, tetap saja ndak ada yang paham maksudnya, padahal maksudnya orang itu berdoa boleh meminta apa saja, jangan memakai aturan dan membuat batasan kalau meminta pada Allah, yang penting kita sendiri orang yang berdoa, sudah jelas sudah mencapai tahapan orang yang diijabah doanya, jangankan dengan doa yang terucap, doa yang baru dikrentekkan dalam hati pun sudah akan diijabah Allah, kalau kita memang di tingkatan hamba yang doanya diijabah.
Kalau belum raihlah makam tingkatan hamba yang doanya diijabah.
Perjalanan kepada Allah itu amat dekat, bahkan lebih dekat dari urat leher kita sendiri, kenapa tak sampai sampai, karena gebyar kemegahan dunia telah menawan kita selama perjalanan, dan kesenangan nafsu telah menghentikan kita sepanjang usia, maka perjalanan yang amat pendek itu betapa teramat jauhnya, karena harus melewati berbagai negara yang bernama kesenangan dan menyebrangi laut yang bernama kemegahan dunia, melewati gunung yang bernama nama besar di hadapan manusia...
Jika kita naik bus ke Jakarta, dari Semarang, duduk di kursi yang berbeda-beda, dengan sudut pandang yang berbeda, maka pengalaman di jalan juga berbeda, yang sebelah kiri akan melihat ini dan itu, yang sebelah kanan juga melihat yang berbeda lagi, bahkan yang tidur selama perjalanan juga mimpinya tak sama, selama perjalanan itu sah sah saja jika melihat sesuatu lantas membuat diri terpukau, misal melihat wanita cantik lantas terpukau dengan kecantikannya, pas lewat jalan Pekalongan lihat wanita cantik, dan minta pada sopir untuk turun di Pekalongan saja, dan akhirnya menikah dan punya anak dengan wanita itu, tujuan ke Jakarta akhirnya tertunda, dan perjalanan masih panjang, jika setiap melihat hal yang memukaukan perasaan lantas berhenti, maka perjalanan Semarang Jakarta pun bisa membutuhkan masa tempuh seumur hidup dan belum juga sampai pada tujuan..

Friday 13 September 2013

Kenapa Nabi memerintahkan supaya membaca bismillah, di setiap mau melakukan kebaikan, wabda' fi kulli syai'in dzi balin bi bismillahirrokhmanirrokhiin, awali setiap mau melakukan segala sesuatu dengan membaca bismillah, bahkan semua surat Alqur'an diawali dengan basmallah, kecuali surat baro'ah, atau surat taubah, kalau secara lahiriyah, anak kecil juga bisa baca basmallah, tapi ruhnya bismillah, itu sangat tidak semua orang menjalankannya, sehingga tidak semua orang memetik ruh nya bismillah, orang cenderung ingin amalan yang aneh aneh agar aneh dan mendapatkan kelebihan yang aneh, padahal di surga tempat keluarnya air telaga kautsar, airnya keluar dari lubang 4 hurufnya bismillah, bukan amalan yang aneh aneh...
Dan saya mengobati orang sakit, bahkan jin takut denganku itu saya hanya menggunakan barokah bismillah, seandainya orang merasakan kekuatan barokah basmallah, niscaya dia tidak ingin amalan yang aneh aneh, karena karomahnya bismillah itu segala masalah bisa diselesaikan, sebab dunia ini beredar dan ada itu hanya dengan kemulyaan sifat rokhman rokhim yang ada pada Allah.....
Jika kau membuat sayur, kurang asin, dan kau datang padaku untuk ku doakan agar sayurmu asin, akan ku ambilkan garam, ku suruh memasukkan ke sayurmu... agar asin, doa itu ampuh, tapi dalam hal tertentu, sarat dan sareat itu lebih utama dari doa.
Jalan menuju Allah itu bisa ditempuh dengan berbagai cara, dan cara-cara itu bisa ditempuh bersamaan sebagaimana ditempuh oleh Nabi s.a.w. tapi bagi manusia biasa, semua cara itu tidak bisa ditempuh dalam satu pekerjaan, jika menempuh 1 cara, tidak akan bisa menempuh cara lain karena beratnya, cara-cara itu bisa dengan cara mujahadah, melakukan riyadhoh, menempa diri, menjalankan amaliyah puasa, zuhud, melepas kesenangan dunia, dan menjauh dari pergaulan masyarakat,

Lalu ada cara mahabbah, berkumpul dengan masyarakat, mencintai umat Islam, menggelar sedekah seperti menuang harta seperti menuang air dari ember, membimbing umat dari sudut bumi manapun seperti membimbing anak sendiri.

Ada juga jalan khidmah, melayani para ulama' membangun sarana ibadah, menyediakan akomodasi dan fasilitas ibadah, fasilitas dzikir, fasilitas belajar, pesantren, masjid, mushola, dan memberikan kemudahan orang menjalankan ibadah.....

Mau memilih jalan wusul sampai pada Allah yang mana? yang jelas kita diciptakan tujuannya untuk menghamba pada Allah, bukan menghamba pada diri sendiri..... apa yang kita lakukan ditelaah lagi, diangan-angan lagi, apa sudahkah untuk menghamba, melayani Allah, atau masih untuk kepentingan diri sendiri, kelihatannya lahiriahnya ibadah, batiniahnya untuk tercapainya keinginan dan kepentingan nafsunya semata.....
Kenapa Allah memerintah Nabi s.a.w. jika kita bisa beribadah dengan cara kita sendiri? Maksudnya Allah memerintah seorang Rosul, agar kita bisa beribadah dengan benar, benar secara lahiriyah dan batiniyah, benar secara ruhani dan jasmani, dan ibadah jasmani itu di mana mana tempat di buku dan diajarkan di mana saja, tapi ibadah ruhani itu perlu proses pengamalan lalu menghasilkan buah bernama ikhlas, ridho, tawakal, sabar, syukur, qonaah dan berbagai bentuk sifat ruhani yang tumbuh setelah penyuburan tanah ruhani, dan perawatan yang panjang, tidak bisa instan dan tidak bisa seketika... semua perlu proses yang lama... sampai menghasilkan buah mahabbah, atau cinta, dan ma'rifat atau mengenal Allah dari pengetahuan sifat dan perbuatan Allah terlihat dengan pandangan mata batin yang bening,

Thursday 12 September 2013

Walau dalam hal dzikir, kelihatannya sepele, wong dzikir saja kok repot, asal dzikir saja, ya ndak bisa seperti itu, sebab itu berhubungan dengan ruhani, ruh kita, pintu penghubung antara manusia dengan Allah, sang pemberi power dan kekuatan, jika salah, bukan saja bisa menjadikan kita tidak mendapat manfaat apa apa, malah kalau salah sambung bisa bisa bukan menyambung kepada Allah, tapi nyambungnya malah kepada syaitan, ya orang kayak bikin sambungan paralon saja, di samping harus benar sambungannya, juga harus tepat dan benar arah yang disambungkan, maunya nyambung ke sumur, malah keliru nyambungnya ke sepiteng penyimpan tinja, pas dinyalakan sanyo, kok yang keluar tinja, makin lama dinyalakan akan makin banyak tinja yang keluar, kalau gak dibetulkan jelas di samping tak bermanfaat, malah akan bikin bau, juga ndak akan bersih mandi dengan tinja walau mandinya 100 tahun, dan dengan tinja se tangki mobil tiap hari... artinya jika salah sambungnya, ndak bener caranya, bukan malah bermanfaat, tapi malah akan makin memperburuk diri, harusnya dzikir itu menjadikan diri tenang ee malah jadi pemarah, dikuasi jin, semua jalur hidup gagal, dan hidup makin sengsara, ya bagaimana tidak sengsara, seperti kereta tak lewat jalur kereta, malah lewat atas gunung, nyebur sungai, berenang di laut, masuk tanah.... bukannya akan sampai tujuan malah mati tergencet bumi.....
Akal itu untuk membuka tabir kepahaman akan suatu ilmu, ketika akal sudah mentok dan bertentangan dengan iman, maka konsumsi akal harus dikesampingkan mendahulukan iman, karena siapa saja yang mencari Allah dengan akalnya akan mengalami kebuntuan, akal hanya menghubungkan antara hal yang awalnya tak ada dalam wujud jasad kebendaan menjadi wujud jasad kebendaan, yang asalnya di alam ruhani diterjemahkan dalam alam benda, tapi sebatas persemon, siloka, perumpamaan, sebab yang ruhani itu tidak bisa menjadi jasmani, tapi jasmani tanpa ruhani itu mati dan ruhani tanpa jasmani itu kehilangan wujud geraknya di alam indrawi.
Di antara semua fakta-fakta, fakta yang menguasai manusia adalah fakta yang paling utama karena ia mengadakan hubungan yang istimewa di antara insan dengan Tuhannya.

(Ingatlah peristiwa) tatkala Tuhanmu berfirman kepada malaikat: "Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia - Adam - dari tanah. Kemudian ketika Aku sempurnakan kejadiannya, serta Aku tiupkan padanya roh dari (ciptaan)-Ku, maka hendaklah kamu sujud kepadanya. (Ayat 71 & 72: Surah Saad)

Adam as ditempa dari tanah. Bagian Adam as yang ditempa dari tanah ini dinamakan jasad, tubuh atau diri yang zahir. Jasad yang dari tanah itu bahkan sudah sempurna kejadiannya, cukup lengkap dengan sekalian anggota namun, ia tetap kaku, tidak bisa bergerak, tidak merasakan apa-apa dan tidak dapat berkata-kata. Ia sudah memiliki otak tetapi otaknya tidak dapat berpikir. Ia sudah memiliki mata tetapi matanya tidak dapat melihat. Ia sudah memiliki telinga tetapi telinganya tidak bisa mendengar. Ini hanyalah satu lembaga yang kaku. Tapi begitu ia menerima tiupan dari Roh Allah semuanya berubah dengan cepat. Otaknya mulai bekerja. Mata, telinga dan semua anggotanya juga mulai bekerja. Ia juga bisa merasa. Ia bukan lagi satu lembaga yang kaku tetapi ia sudah menjadi insan yang hidup, bisa berpikir, bisa berkata-kata, bisa bergerak dan bisa merasa. Keajaiban itu terjadi semata-mata karena tiupan dari Roh Allah. Bagian Adam as yang menerima tiupan dari Roh Allah itu dinamakan Diri Batin atau rohani.

Roh Allah bukanlah Allah ingat itu dan juga bukan nyawa yang menghidupkan Allah swt. Allah swt hidup dengan Zat-Nya, bukan dengan nyawa atau roh dan bukan juga dengan sifat hidup. Sifat hidup bergantung kepada Allah tetapi Allah tidak tergantung pada sifat hidup. Roh Allah sama halnya seperti Tangan Allah, Kalam Allah, Pendengaran Allah swt dan lain-lain yang dinisbahkan kepada-Nya. Semuanya bukanlah Allah tetapi adalah keadaan atau sifat atau misal atau ibarat yang memperkenalkan Diri-Nya sekedar layak Dia dikenal oleh makhluk-Nya. Hakikat Diri-Nya yang sebenarnya tidak mampu ditandai, diibaratkan atau dimisalkan karena Dia adalah:

Tidak sesuatupun yang sebanding dengan (Zat-Nya, sifat-sifat-Nya dan administrasi)-Nya, (Ayat 11: Surah asy-Syura)

Sekalipun Dia tidak dapat dianggap tetapi Dia adalah:

Dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat (Ayat 11: Surah asy-Syura)

Allah sendiri mengatakan Dia Mendengar dan Melihat. Dia mengadakan penyifatan setelah sebelumnya Dia menyangkal segala bentuk penyifatan. Dia tidak mirip dengan apa saja yang terlintas di dalam pikiran, cita-cita dan khayalan manusia atau gambaran gambaran yang diungkapkan oleh akal dan pendapat. Dia tidak mirip dengan apa juga yang nyata dan yang gaib, yang lahir dan yang batin. Bila Dia mengatakan Dia Mendengar dan Melihat maka Mendengar dan Melihat-Nya tidak sama dengan apa juga keadaan mendengar dan melihat yang diketahui atau tidak diketahui oleh manusia tak ada bandingan dan persamaan bagi Allah dan tak ada sekutupun.

Bila Dia mengatakan Dia Berkata-kata maka Kalam-Nya tidak sama dengan apa juga bentuk percakapan baik yang dapat dipikirkan oleh manusia maupun yang tidak dapat dipikirkan oleh manusia. Kata Allah tidak serupa dengan apa juga bentuk kata. Kalam-Nya tidak berhuruf dan tidak bersuara. Ketika Dia tujukan firman-Nya kepada Nabi Muhammad saw yang berbangsa Arab, digubah-Nya Kalam-Nya dalam bahasa Arab yang berhuruf dan bersuara dan Dia masih menisbahkan Kalam-Nya yang berhuruf dan bersuara dalam bahasa Arab itu sebagai Kalam-Nya. Oleh karena Dia sendiri menyatakan yang demikian adalah Kalam-Nya siapa menafikannya adalah kufur, tetapi siapa mengatakan Allah berbicara dalam bahasa Arab maka terlebih kufur lagi keadaannya.

Konsep nafi tiada sebanding dan isbat tidak dapat dipisahkan ketika kita membicarakan Allah pada aspek yang dianggap. Apabila Allah memperkenalkan Diri-Nya kepada manusia maka Dia wujudkan penyifatan yang mampu diterima oleh manusia, sesuai dengan kemampuan mengenal yang ada dengan manusia, tetapi Yang Haq itu melampaui apa yang dianggap. Aspek Allah yang dianggap merupakan pintu atau perantara yang menghubungkan hamba dengan Allah SWT yang tidak mampu ditandai. Sekalipun Allah memperkenalkan Diri-Nya melalui sifat-sifat yang diketahui oleh manusia tetapi mengadakan lembaga bagi Allah adalah sesat yang nyata. Siapa yang menjadi jelas kepadanya konsep nafi dan isbat sesungguhnya dia telah mendapatkan nikmat yang tidak terhingga nilainya.

Tiada Tuhan melainkan Allah

Roh Allah adalah perantara yang karenanya manusia memperoleh kehidupan. Roh Allah adalah suasana pemerintahan Allah yang mengatur bidang kehidupan. Roh Allah adalah penyambung kehendak Allah atau kebersinambungannya kehidupan, penyambung ubudiyah, dan doa, serta penyambung segala gerak manusia dan alam ini dari Allah sebagai pengatur, Adam as memperoleh sifat hidup karena tiupan Roh Allah atau Hakikat Roh yang ada pada sisi Allah swt, Bila keturunan Adam as berkembang biak semuanya tidak terlepas dari kontrol Hakikat Roh yang menjadi sumber bagi penghidupan yang dimulai dengan penghidupan Adam as Walau berapa banyak sekalipun manusia diciptakan mereka tetap menerima kehidupan dari sumber yang sama yaitu suasana pemerintahan Allah yang diistilahkan sebagai Roh-Nya atau Hakikat Roh. Suasana ketuhanan itu memiliki bakat dan kemampuan untuk menghidupkan setiap jasad secara terpisah dan bebas dari jasad-jasad yang lain. Setiap jasad memiliki kemampuan untuk hidup sendiri, meskipun ada jasad yang mengalami kematian namun jasad-jasad lain terus juga hidup. Jasad yang sudah diciptakan dapat juga hidup sekalipun masih banyak lagi jasad yang belum diungkapkan.

Adam as dan keturunan beliau as diciptakan dengan bertujuan:

Dan (ingatlah) tatkala Tuhanmu berfirman kepada malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di bumi". (Ayat 30: Surah al-Baqarah)

Adam as dan keturunan beliau as yang dibangsakan sebagai manusia diciptakan Allah SWT untuk menjadi khalifah di bumi. Khalifah dapat diartikan menurut beberapa pengertian. Pada pengertian pertama khalifah berarti pengganti kepada makhluk yang telah punah. Sekali waktu bumi ini pernah dihuni oleh satu ras makhluk tetapi makhluk tersebut telah dibinasakan oleh Allah karena mereka berbuat durhaka kepada Allah swt. Sejak makhluk bangsa tersebut pupus tidak ada lagi makhluk berakal yang mendiami bumi. Adam as diciptakan untuk menggantikan bangsa yang telah punah itu. Khalifah pada makna yang kedua berarti pengganti Rasulullah saw, yang menjadi pemimpin umat Islam setelah beliau wafat. Khalifah dalam hal ini ada dua kategori yaitu khalifah rasyidin (yang dipimpin) dan khalifah umum. Imam-saidina Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali termasuk dalam golongan khalifah rasyidin yang mendapat pimpinan Allah dan dijamin kebenarannya. Pimpinan mereka mendapat ridha Allah Perbuatan dan kata khalifah rasyidin dapat dijadikan referensi dalam pembentukan hukum-hukum agama, setelah al-Quran dan as-Sunah. Khalifah yang selain mereka tidak memiliki derajat yang demikian. Pada makna yang ke tiga pula khalifah berarti makhluk atau orang yang memiliki karakteristik khusus mengatasi semua makhluk atau golongan lain. Ini berarti ras manusia yang memiliki bakat-bakat serta kemampuan melebihi makhluk lain dalam mengelola urusan di bumi yang meliputi kehidupan manusia sendiri dan juga makhluk yang lain.

Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam; dan Kami telah beri mereka menggunakan berbagai kendaraan di darat dan di laut; dan Kami memberikan rezeki kepada mereka dari benda-benda yang baik-baik dan Kami telah lebihkan mereka dengan selebih-lebihnya atas banyak makhluk-makhluk yang telah Kami ciptakankan. (Ayat 70: Surah Bani Israil)

Ras manusia diberikan dengan bakat-bakat dan kemampuan alami yang melebihkan mereka dari makhluk yang lain sehingga mereka dapat memimpin makhluk lainnya di bumi atau menjadi khalifah di bumi. Bakat kekhalifahan sudah diberikan kepada manusia sejak manusia pertama diciptakan.

Dan Ia telah mengajarkan Nabi Adam, akan nama benda-benda dan gunanya, (Ayat 31: Surah al-Baqarah)

Allah memberikan kepada Adam as bakat kekhalifahan sesuai dengan tujuan beliau as diciptakan. Bakat kekhalifahan yang diberikan kepada Adam as dan ras manusia itu dinamakan fitrah manusia. Makhluk lain juga diberikan dengan fitrah masing-masing tetapi fitrah yang dikaruniakan kepada bangsa manusia adalah yang paling utama dan paling sempurna. Pada fitrah manusia terkumpul semua fitrah kejadian alam. Karena itu manusia berpengetahuan tentang tingkah laku makhluk yang lain seperti malaikat, hewan, angin, tanaman, setan dan lain-lain. Fitrah manusia yang bersifat universal itu membuat manusia bisa memakai atribut anasir alam yang lain. Mereka dapat bersifat seperti malaikat atau setan atau hewan atau pun membeku seperti galian. Fitrah itu juga membuat manusia dapat mengambil manfaat dari anasir alam. Mereka dapat menciptakan kendaraan udara dan terbang seperti burung dan kendaraan air untuk berenang seperti ikan apa lagi kendaraan darat untuk mereka bergerak seperti kuda.

Alat penting yang ada dengan manusia dalam menjalankan tugas kekhalifahan adalah beberapa bakat fitrah insan yang ada dengan mereka. Bakat fitrah yang pertama adalah akal pikiran. Melalui bakat fitrah akal ini manusia mampu membentuk kehidupan yang teratur dan juga mampu mengambil manfaat dari benda-benda alam yang ada di sekeliling mereka. Daya pikir yang menjadi bakat fitrah ini terkait erat dengan satu lagi bakat fitrah yaitu ilham. Ilham sebagai bakat fitrah tahap ke dua adalah lebih seni dari akal pikiran. Ilham menjadi pemicu atau penggerak pada daya pikir untuk menelusuri dan mengembangkan apa yang dicetuskan oleh ilham itu.

Bakat fitrah yang ke tiga diceritakan oleh al-Quran:

Dan Ia telah mengajarkan Nabi Adam, akan segala nama benda-benda dan gunanya, kemudian ditunjukkannya kepada malaikat lalu Ia berfirman:

"Terangkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu semuanya, jika kamu orang yang benar". Malaikat menjawab: "Maha Suci Engkau (Ya Allah)! Kami tidak memiliki pengetahuan selain dari apa yang Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkau-lah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana". Allah berfirman: "Wahai Adam! Terangkanlah nama benda-benda ini semua kepada mereka". Maka setelah Nabi Adam menjelaskan nama benda-benda itu kepada mereka, Allah berfirman: "Bukankah sudah Kukatakan kepadamu bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi, dan Aku mengetahui apa yang kamu katakan dan apa yang kamu sembunyikan". (Ayat 31 - 33: Surah al-Baqarah)

Allah mengetahui rahasia semua langit dan bumi. Dia mengetahui yang sebenarnya dan yang disembunyikan. Sebagian dari pengetahuan tersebut Allah swt disimpan pada fitrah Adam as sebagaimana firman-Nya yang artinya: "Dan Kami ajarkan kepada Adam nama-nama sekaliannya". Maksud nama di sini adalah nama beserta segala informasi yang rinci yang terkait dengan yang disebutkan itu beserta manfaat dan cara pakainya. Bakat fitrah yang mengetahui sebagian dari yang nyata dan yang disembunyikan menurut apa yang diberikan oleh Allah swt itu dinamakan kasyaf. Pengetahuan Adam as melalui kekuatan kasyaf melebihi pengetahuan malaikat.

Keistimewaan yang ada pada fitrah manusia adalah karena perkaitannya dengan tiupan Roh Allah

.. lalu Aku tiupkan kepadanya roh (ciptaan)-Ku, maka hendaklah kamu sujud kepadanya. (Ayat 72: Surah Saad)

Dan (ingatlah) tatkala Kami berfirman kepada malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam!" (Ayat 34: Surah al-Baqarah)

Semua makhluk termasuk malaikat diperintahkan sujud kepada Adam as karena fitrah Adam as ada relevansi dengan tiupan Roh Allah kadang-kadang istilah 'Rahasia' atau 'Rahasia Allah' digunakan oleh orang sufi untuk menceritakan maksud 'tiupan Roh Allah' itu. Istilah Rahasia digunakan untuk menjelaskan bahwa 'tiupan Roh Allah' bukanlah sesuatu yang dapat dijelaskan dengan jelas. Ini adalah sebenarnya rahasia karena jarang manusia yang diberi pengetahuan tentangnya dan kelompok sedikit yang diberi pengetahuan itu tidak mampu mengatakan hal dengan jelas kepada orang lain. Pemahaman itu ditanamkan sebagai keyakinan bukan deskripsi akal. Rahasia Allah itulah yang membuka bidang perhubungan di antara Allah SWT dengan hamba-Nya. Rahasia Allah itulah yang menanamkan pemahaman tentang Allah yang " "; Allah Mendengar dan Melihat; Allah Maha Esa dan berbagai aspek ketuhanan.
Jika ingin memahami tentang fakta suatu kejadian maka harus dilihat dari sumbernya agar tidak tercerai berai kepahaman, dan tak tercabik kepahaman, karena cabang cabang pendapat. Sumber segala kejadian ada di sisi Allah swt, Allah menciptakan makhluk-Nya menurut Iradat-Nya, dengan Kudrat-Nya dan sesuai dengan Ilmu-Nya. Apa juga yang Allah swt berkehendak menciptakan sudah termaktub di dalam Ilmu-Nya. Apa yang di sisi Allah swt atau pada Ilmu-Nya itu dinamakan hakikat. Sebelum Allah menciptakan alam dan benda-benda alam, hakikat alam dan hakikat-hakikat benda alam sudah ada pada Ilmu-Nya. Fakta adalah keberadaan yang memerintah atau mengatur. Segala yang diciptakan Allah swt, yang mengisi ruang alam, dikendalikan oleh fakta masing-masing. Fakta yang berhubungan dengan kejadian manusia dinamakan Hakikat Manusia atau Hakikat Insan. Hakikat Insan mengontrol kejadian manusia sejak manusia pertama hingga manusia yang penghabisan. Apa juga yang dikendalikan oleh Hakikat Insan akan lahir sebagai manusia. Fakta Malaikat mengontrol keberadaan malaikat. Fakta Hewan mengontrol keberadaan hewan dan demikian juga dengan fakta-fakta yang lain. Hewan tidak bisa menjadi manusia dan manusia tidak bisa menjadi malaikat apa lagi menjadi Tuhan. Hakikat masing-masing tidak mengizinkan hal demikian terjadi.

Dan engkau tidak sekali-kali akan menemukan perubahan bagi "Sunnatullah" itu. (Ayat 62: Surah al-Ahzaab)

Tidak ada (apapun) perubahan pada kalimat (janji-janji) Allah. (Ayat 64: Surah Yunus)

Tidak suatupun dari makhluk yang bergerak di muka bumi melainkan Allah-lah yang menguasainya. Sesungguhnya Tuhanku tetap di atas jalan yang lurus. (Ayat 56: Surah Hud)

Fakta adalah suasana pemerintahan Tuhan. Suasana administrasi Tuhan bukan makhluk. Tuhan adalah Allah yang sendiri, dan tak ada yang menyerupai, keberadaannya tunggal tak ada yang menyamai, karena selain Allah adalah mahluk ciptaanNya, jika orang mencari Allah di bagian alam ini di manapun juga tak akan menemukan hakikat Allah, karena Allah bukanlah bagian dari alam, DIA pencipta alam, bukan bagiannya alam, Jadi DIA tidak bisa ditemukan pada makhluk tetapi kehadiranNya menguasai dan mengontrol keberadaan dan kesinambungan keberadaan makhluk dapat dirasakan. Akal yang sehat juga dapat mengakui kebenaran ini. Tanpa kontrol dari alam hakikat niscaya terjadi kekacauan pada kejadian makhluk. Tentu semua hewan ingin menjadi buraq. Manusia dan jin ingin menjadi malaikat. Semua orang ingin lahir sebagai putra raja. Tapi semua itu tidak terjadi karena benteng fakta sangat kuat, tidak dapat dihancurkan oleh makhluk. Pada Hakikat Insan sudah ada informasi yang jelas dan pasti tentang kejadian semua manusia termasuk giliran masing-masing masuk ke alam dunia ini.

Wednesday 11 September 2013

Ikutilah dengan ikhlas jalan yang telah ditempuh oleh Nabi Besar Muhammad SAW dan janganlah merubah jalan itu, karena puncak kebahagiaan adalah ketika kita mengikuti jalan yang benar, sekali saja jalan kita salah, maka kita akan menempuh jalan kesukaran dan kesulitan.

Patuhlah kepada Allah dan Rasul-Nya, dan jangan sekali-kali berbuat durhaka, sebab hanya dengan kepatuhan engkau akan memetik buah manis iman dan islam, Bertauhidlah kepada Allah (meng-Esakan Allah), dan jangan menyekutukan-Nya.

Allah itu Maha Suci dan tidak memiliki sifat-sifat tercela atau kekurangan, Allah sama sekali tidak punya sifat buruk, dan zat yang hanya mempunyai sifat baik tak ada ceritanya akan mendatangkan keburukan, sekalipun ketika ditimpakan pada manusia itu berupa rasa sakit dan kecewa. Tapi sebenarnya segala yang menimpa manusia itu sesungguhnya untuk kebaikan manusia sendiri di suatu hari nanti, namun manusia yang sering tak sabar sampai kebaikan tersingkap.

Janganlah ragu-ragu terhadap kebenaran Allah. Bersabarlah dan berpegang teguhlah kepada-Nya. Bermohonlah kepada-Nya dan tunggulah dengan sabar.

Bersatu padulah dalam mentaati Allah dan janganlah berpecah-belah. Saling mencintailah di antara sesama dan janganlah saling mendengki. Karena dengki itu seperti orang yang membawa kayu bakar dan dibakar di dalam gendongannya, tak akan ada yang paling pertama kepanasan kecuali orang yang memanggul kayu itu sendiri.

Hindarkanlah diri dari segala noda dan dosa. Hiasilah dirimu dengan ketaatan kepada Allah. Janganlah menjauhkan diri kepada Allah dan janganlah lupa pada-Nya. Janganlah lalai untuk bertobat kepada-Nya dan kembali kepada-Nya. Janganlah jemu untuk memohon ampun kepada Allah pada siang dan malam hari. Mudah-mudahan kamu diberi rahmat dan dilindungi oleh-Nya dari marabahaya dan azab neraka, diberi kehidupan yang berbahagia di dalam surga, bersatu dengan Allah dan diberi nikmat-nikmat oleh-Nya. Kamu akan menikmati kebahagiaan dan kesentausaan yang abadi di surga beserta para Nabi, orang-orang shiddiq, para syuhada’ dan orang-orang saleh. Kamu akan hidup kekal di dalam surga itu untuk selama-lamanya.

Saturday 7 September 2013

Manusia berada dalam salah satu dari dua keadaan. Jika kuat satu keadaan lemahlah keadaan yang lain. Dua keadaan itu adalah pertama perhatian kepada dirinya sendiri dan kedua adalah perhatian kepada Tuhannya. Jika dia asyik kepada dirinya lalailah dia kepada Tuhannya. Jika dia asyik kepada Tuhannya lalailah dia kepada dirinya.

Orang yang lemah tauhidnya akan asyik kepada dirinya dan menjadi lalai daripada mengingati Tuhannya. Orang ini mungkin kuat mengerjakan amal ibadat dan berbuat kebaikan kepada sesama makhluk. Tetapi, keasyikan kepada diri sendiri membuatnya melihat amal dan perbuatan sebagai hasil yang keluar dari dirinya kerana dirinya dan kembali kepada dirinya. Jika dia melihat Tuhan maka dilihatnya Tuhan memberinya kebebasan untuk melakukan apa yang dia kehendaki. Dirasakan seolah-olah Tuhan tidak mengganggu pekerjaannya. Dia berpegang kepada kenyataan bahwa Tuhan tidak mengubah nasib sesuatu kaum sebelum kaum itu mengubah nasibnya. Oleh itu, nasib dirinya terletak dalam tangannya sendiri. Dan, Tuhan memberinya nasib menurut usaha yang disumbangkannya. Bagi menjamin dia mendapat nasib yang baik maka dia membuat perancangan yang rapi dan mengambil tindakan yang paling baik untuk memperoleh hasil yang maksimal. Dia menjalankan harinya dengan menyusun jadwal yang wajib ditaatinya untuk hari itu. Untung malang nasibnya bergantung kepada kemampuannya untuk merialisasikan apa yang dirancangnya.

Manusia yang berpegang kepada prinsip demikian adalah benar menurut aspek dirinya tetapi adalah orang yang lalai menurut aspek ketuhanan yang menguasai dirinya. Pengagungan kekuatan diri sendiri akan memperkecilkan kekuatan Maharaja yang memerintah sekalian alam maya ini. Prinsip yang demikian menambahkan ego dirinya, dia akan sering mengatakan, ini kalau tak karenaku yg mengerjakan, tak akan jadi, ini karena aku yang mengerjakan jadi hasilnya sempurna, kalau orang lain yang mengerjakan, pastilah hancur, dan kata-kata yang mengagungkan egonya sendiri, dan nyata makin menjauhkannya dari merendahkan diri kepada Tuhannya, walaupun banyak ibadat dan perbuatan baik yang dikerjakannya. Amal yang banyak menyebabkannya menjadi ujub, riak dan sama’ah. Amal yang demikian tatkala dibawa ke neraca hisab di akhirat kelak ia akan berterbangan seperti debu. Ia tidak dapat menolong tuannya kerana orang itu menjadikan dirinya sebagai tapak untuk meletakkan amalnya. Di Padang Mahsyar dirinya sendiri tidak berdaya berdiri di hadapan Hakim Yang Maha Perkasa. Bila dia rebah, rebah jugalah amalnya.

Sekiranya kita mau beramal yang kekal, maka binalah amal itu di atas tapak tauhid. Pandangan tauhid melihat apa yang dari Allah s.w.t, berdiri dengan Allah s.w.t dan kembali kepada Allah s.w.t. Allah s.w.t yang memiliki dan menguasai sekalian alam serta isi dan kejadian yang berlaku di dalamnya. Tidak bergerak walau sebesar zarah melainkan dengan izin-Nya. Tidak terjadi sesuatu perkara melainkan dengan Kudrat dan Iradat-Nya. Allah s.w.t telah menentukan Qadak sebelum Dia menzahirkan Qadar. Setiap yang berlaku adalah menurut ketentuan-Nya. Orang yang berpegang pada prinsip ini menyambut kedatangan pagi dengan persiapan untuk menerima tibanya takdir Ilahi. Dia tahu bahawa apa yang Allah s.w.t takdirkan untuknya hari itu pasti sampai kepadanya. Tidak ada sesiapa yang boleh mengubahnya. Bergeraklah dia dengan sepenuh tenaga mendukung takdir yang diamanatkan kepadanya.

Jangan menganggap orang yang bepegang kepada prinsip tauhid sebagai orang yang pasif, hanya berpeluk tubuh. Dia tetap aktif dengan berbagai-bagai aktivitas, melebihi orang yang berpegang kepada prinsip yang pertama. Perbedaan antara keduanya adalah daya rasa dan daya nilai. Pekerjaan dan perbuatan adalah serupa. Orang yang pertama merasakan dialah yang melahirkan amal. Dia melihat dirinya yang melakukan amal. Orang kedua melihat dirinya adalah alat, dan Allah s.w.t adalah Pelaku yang menggunakan alat. Dia melihat dirinya dipilih oleh Allah s.w.t bagi menzahirkan sesuatu perbuatan dalam bentuk nyata. Oleh sebab perbuatan yang ditakdirkan untuknya itu menjadi amanat Allah s.w.t kepadanya maka dia melakukannya sebaik mungkin menurut kadar kemampuan yang Allah s.w.t kurniakan kepadanya dan dia mengharapkan perbuatan yang lahir dari dirinya itu diridhoi Allah s.w.t. Orang seperti ini tidak panik menerima kedatangan peristiwa besar secara mendadak karena dia melihat bahawa peristiwa tersebut adalah takdir Allah s.w.t yang sedang berjalan dan dia berada di tengah jalan yang dilalui takdir itu, lalu dia menerimanya dengan senang hati. Dia yakin bahawa Allah s.w.t yang mendatangkan takdir dalam bentuk peristiwa maka Dia juga yang melahirkan kesan dari peristiwa berkenaan.

Apabila seseorang itu berfungsi mengikut urutan takdir dia dapat menerima akibat daripada takdir itu walaupun akibat itu tidak menguntungkannya. Jika akibat yang baik sampai kepadanya dia yakin bahawa Allah s.w.t akan memeliharanya agar tidak terjadi sia-sia kebaikan yang diterimanya dan dia bersyukur. Jika akibat buruk yang sampai kepadanya dia yakin bahawa Allah s.w.t akan menguatkannya dengan kesabaran dan keredaan. Hati yang benar-benar bertauhid tidak dapat diganggu gugat oleh apapun.

Friday 6 September 2013

Sebagaimana galon itu dibuat agar mampu menerima jika diisi air, dibuat tidak bocor, dan bisa menjaga apa air yang bersifat cair, beda juga dengan toples dibuat untuk menyimpan krupuk, toples dibuat agar krupuk di dalamnya tidak cepat mlempem, dan bertahan kerasnya, beda juga lemari dibuat itu untuk menyimpan baju, agar baju bisa tersimpan di dalamnya tidak rapi, sangat bodoh jika lemari kemudian dituangi air agar air tersimpan di dalamnya, juga sangat bodoh jika baju diusahakan disimpan di dalam galon air, apa apa sesuatu itu dibuat untuk dapat menerima apa yang akan disimpan di dalamnya dan kuat menyimpan sebagaimana fungsinya.

Sebagaimana wirid berfungsi mempersiapkan seseorang agar berada dalam keadaan sesuai dan mampu menerima dan menanggung kedatangan kurniaan Allah s.w.t. Kadang-kadang kurniaan Allah s.w.t datang kepada seseorang hamba tetapi kurniaan itu tidak menetap, kerana orang itu tidak mampu menanggungnya. Diri seseorang adalah umpama lemari, galon, dan toples dibentuk yang boleh diisi dengan apa yang boleh diterimanya. Oleh yang demikian seseorang itu haruslah melengkapkan dan memperkuatkan dirinya supaya sesuatu kurniaan Allah s.w.t yang datang kepadanya tidak mengalir keluar atau dia tidak berdaya menanggungnya. Kurniaan Allah s.w.t yang berupa kebaikan tidak semestinya boleh ditanggung oleh semua orang, dan hanya ditanggung oleh orang yang telah dibentuk dengan aneka macam wirid, sehingga orang itu mampu menanggung apa apa yang dikaruniakan padanya.

Perkara yang sama juga boleh berlaku kepada kurniaan duniawi. Ada orang yang menemui kebinasaan kerana mereka menerima kekayaan dan kekuasaan ketika mereka tidak kuasa menerimanya. Dalam bidang kerohanian pula ada orang yang hilang kewarasannya apabila dibukakan tabir ghaib. Mereka tidak mampu bertahan menerima gangguan makhluk halus. Jalan yang selamat bagi seseorang adalah mempersiapkan dirinya agar dia selamat daripada tarikan tipu daya dalam alam rohani yang dia tidak mengerti.

Amal ibadat atau wirid hendaklah dilakukan semata-mata kerana Allah s.w.t. Jangan dicari kekeramatan dan khadam. Orang yang mempunyai hajat kepada sesuatu selain Allah s.w.t, mudah terjerumus ke dalam kebinasaan. Apa saja yang dihajati mempunyai tarikan kepada hati. Semakin besar hajat semakin kuat tarikannya. Hajat itu menjadi hijab menutup hati. makin banyak keinginan dan hajad seseorang, akan makin banyak juga penutup hatinya, Ini membuatnya tidak mengenali makhluk rohani yang datang kepadanya dengan rupa yang elok-elok, indahnya rasa sabar, ridho, ikhlas, tawakal, zuhud, makrifat, ilmu dan aneka macam mahluk ruhani. Jika kedatangan makhluk rohani tersebut berbetulan ketika dia mendapat sesuatu kelebihan, maka akan timbullah pergantungannya kepada makhluk rohani tersebut. Bertambahlah kesukarannya untuk mendapatkan tauhid yang sejati.

Seseorang yang mau sampai kepada Allah s.w.t disyaratkan melalui jalan yang menghancur leburkan hawa nafsu, kehendak dan tujuan kepada segala-galanya selain Allah s.w.t. Hanya Allah s.w.t maksud dan tujuan. Hanya keridhoan-Nya yang dicari. Jalan ini penuh dengan perjuangan atau mujahadah, memutuskan rantai-rantai duniawi dan nafsu, menyingkap tabir asbab, mengenderai tajrid, berserah bulat kepada Allah s.w.t dengan membuang ikhtiar memilih dan reda dengan apa saja lakuan Allah s.w.t kepada dirinya.

Diri atau an-nafs mesti disuci-bersihkan agar ia terlepas daripada pengaruh ‘adam dan masuk ke dalam suasana Sir (rahsia hati) Bertambah murni an-nafs bertambah sempurna melingkupi sirnya. Sir menerima pancaran Nur Ilahi. Sir yang menerima pancaran Nur Ilahi akan menerangi an-nafs (nafsu natiqah) dan seterusnya menerangi kalbu (hati). Terang atau malap sinaran Nur Ilahi yang diterima oleh hati bergantung kepada sifat Sir atau Rahsia hatinya. Sir yang kuat akan memancarkan cahaya yang kuat dan hati menjadi sangat terang. Apabila hati menjadi terang benderang oleh sinaran Nur Ilahi, ia tidak dapat lagi diperdayakan sebab yang seharusnya terlihat akan terlihat yang seharusnya tak terlihat akan menyingkir, sebagaimana mtahari menyibak kegelapan di waktu malam. Cahaya Nur Ilahi melahirkan apa yang asli. Rupa, bentuk dan warna tidak dapat menyembunyikan keaslian sesuatu. Hati akan mengenali syaitan walaupun ia datang dalam rupa yang cantik atau dalam bentuk manusia yang berjubah dan bertampang seorang yang keren. Hati akan mengenali malaikat walaupun ia datang tanpa rupa. Pengenalan sebenar hanya diperolehi dengan bantuan Nur Ilahi. Tanpa Nur Ilahi tidak mungkin mencapai makrifat.

Nur Ilahi tidak menyampaikan cahayanya jika Sir dibungkus oleh kekotoran nafsu. Nafsu hendaklah dimurnikan agar ia kembali kepada keasliannya yang dipanggil nafsu muthmainnah, barulah diperolehi ketenteraman yang sejati bila nur makrifat menyelimutinya. Insan yang sampai kepada peringkat ini berjalan dengan petunjuk dan tarikan Nur Ilahi. Dia tidak lagi bersandar kepada amalnya, ilmunya, malaikat dan makhluk rohani. Sinaran kesucian Sir yang membimbingnya, dan menjadikannya insan berpangkat hamba Tuhan. karena melihat sesuatu sesuai dengan penglihatan dan penilaian yang hakiki, hati akan di penuhi cahaya ikhlas, jadi ikhlas itu tidak bisa di usahakan tanpa bantuan nur sir, dan nur ilahi yaitu cahaya di atas cahaya, sebagaimana penglihatan murni tanpa tipuan itu tak bisa diusahakan kecuali dengan bantuan cahaya yang menjelaskan pada mata dan cahaya yang di alam ini tak akan bisa berenergi tanpa cahaya matahari, dan cahaya matahari itu tak bisa meletupkan cahaya kalau cahaya ilahi itu tak teranugerahkan, cahaya rohman rohim tak menjadikan peredaran dan kejadian sebagaimana rantai kejadian saling sambung menyambung membentuk eksistensi kejadian alam berkesinambungan tanpa henti.
Wirid atau aurad adalah amal ibadat yang dilakukan secara tetap terus menerus dari hari ke hari. Ibadat yang wajib menjadi wirid yang dipertanggungjawabkan kepada semua orang Islam. Sembahyang lima waktu sehari semalam adalah wirid yang paling ringkas dan wajib diamalkan. Bila iman seseorang bertambah maka bertambah juga wiridnya. Sembahyang sunat, puasa sunat, membaca al-Quran dan berzikir ditambahkan kepada wirid yang wajib. Apabila seseorang mencapai peringkat iman yang sempurna keseluruhan kehidupannya selama dua puluh empat jam sehari semalam merupakan wirid. Wirid dalam aspek ini adalah Sunah Rasulullah s.a.w. Rasulullah s.a.w telah menunjukkan cara menjalani tempuh dua puluh empat jam itu, bermula dari membuka mata bila jaga dari tidur, baginda s.a.w telah membentuk satu format kehidupan yang merangkumi segala jenis aktivitas. Format itulah yang diamalkan oleh Rasulullah s.a.w dari hari ke hari sehinggalah Rasulullah s.a.w wafat. Diketahui dengan jelas oleh umat baginda s.a.w apakah doa yang baginda s.a.w baca pada sesuatu aktiviti, apakah sembahyang sunat yang baginda s.a.w kerjakan setiap hari, apakah zikir yang baginda s.a.w sering ucapkan dan amalan-amalan lain yang dipelopori oleh baginda s.a.w. Amalan tersebut adalah wirid yang paling sempurna, tak ada cara menjalankan wirid sesempurna atau yang lebih sempurna membandingi apa yang dijalankan baginda Nabi s.a.w.

Jarang sekali orang dapat mendekati wirid yang paling sempurna. Sebahagian besarnya mengambil wirid yang khusus untuk diamalkan bagi satu jangka masa yang tertentu. Bila mereka merasakan telah mencapai tahap yang boleh dibawa oleh wirid berkenaan, mereka pun tidak menjalankan wirid lagi. Biasanya perkara ini terjadi kepada orang yang mengadakan riadhohan atau ngelakoni atau had bagi sesuatu amal itu. Ditentukan puasa sunat selama empat puluh hari berturut-turut dan membaca sesuatu jenis zikir sekian ribu kali. Bila had telah dicapai mereka merasakan kedudukan yang menjadi tujuan juga tercapai. Oleh itu mereka tidak perlu menyambung wirid yang telah diamalkan. Beginilah cara orang jahil beramal.

Mereka tidak memahami bahawa wirid bukanlah jaminan untuk mendapatkan kedudukan. Tujuan wirid adalah untuk memperteguhkan ubudiyah (kehambaan). ‘Adam yang telah menerima nikmat penciptaan dan diperakukan sebagai satu kewujudan individu sebagai hamba Tuhan, berkewajipan memperhambakan diri kepada Pencipta, Tuhan sekalian alam. Wirid adalah kenyataan kepada kehambaan tersebut. Selama seseorang itu masih berada di dunia ini dia diwajibkan melakukan kewajiban sebagai hamba. Semakin hampir seseorang dengan Allah s.w.t semakin berat tanggungjawab, amanat dan sopan santun yang harus ditunaikan. Peningkatan makam mestilah sejalan dengan peningkatan ubudiyah, bukan sebaliknya. Apabila seseorang hamba itu meningkat darajatnya, bertambah teguhlah dia berpegang kepada wirid. Orang yang melepaskan wirid adalah orang yang semakin jauh daripada Allah s.w.t namun, disangkanya semakin dekat.

Allah s.w.t tidak putus-putus memberikan kurnia-Nya kepada hamba-hamba-Nya. Ada kurniaan lahiriah dan ada yang batiniah. Ada sejenis kurniaan batiniah yang dikurniakan kepada segolongan daripada hamba-hamba-Nya. Ia adalah kurniaan yang menghubungkan hamba dengan Tuhan, kurniaan pengalaman hakikat yang menyampaikan kepada makrifatullah. Kurniaan seperti ini dinamakan warid. Nur Ilahi menerangi hati para hamba-Nya dan membakar penjara ‘adam yang memerangkap keaslian rohani. Ikatan dan kurungan alam benda terhapus maka bebaslah diri yang asli kembali kepada asalnya dan masuk ke Hadrat-Nya, kemudian memperolehi baqa bersama-Nya. Dalam kebaqaan wiridnya ialah Sunah Rasulullah s.a.w. Pergantungan hati kepada Allah s.w.t menjadi tarekatnya. Menyaksikan ketuhanan yang menguasai sekalian yang maujud menjadi suasana hatinya dan suasana begini dinamakan hati berhakikat. hati yang memperoleh cahaya nur hakikat ini akan senantiasa memandang sesuatu bukan dengan pandangan manusia, tapi dengan pandangan kedudukan yang di capainya, maka penilaian yang di sampaikan akan sarat dengan kandungan hikmah, yang melingkupi, walau apa yang di bicarakan itu sama dengan perkataan siapa saja, tapi ruh dan kekuatan dari pembawa kekuatan perkataan itu beda, akan beda pengaruh pada pendengar dan pembaca suatu tulisan, sebagaimana tulisan seorang guru, seorang, polisi, presiden, dan anak kecil sangat berbeda, karena nilai pembawa perkataan.

Hasil wirid adalah warid, Apabila dia mengalami kematian putuslah syariat darinya, tiada lagi wirid yang perlu diamalkannya. Tetapi, kurniaan Allah s.w.t (warid) tidak putus. Nur Ilahi menerangi alam kuburnya. Nur Ilahi memimpinnya menuju panji Rasulullah s.a.w di Padang Mahsyar. Nur Ilahi menyelamatkannya ketika hisab. Nur Ilahi menetapkan kakinya ketika melintasi Siratalmustaqim. Nur Ilahi menunjukkan jalan ke syurga. Nur Ilahi memasukkannya ke dalam syurga. Nur Ilahi menemaninya di dalam syurga. Badan ahli syurga yang diselimuti oleh Nur Ilahi sangat bercahaya, sehingga jin tidak dapat melihat mereka di akhirat sebagaimana manusia tidak dapat melihat jin di dunia. Kekuatan cahaya Nur Ilahi yang beserta ahli syurga boleh memadamkan api neraka. Kekuatan Nur Ilahi yang tidak terbatas itulah yang memberi kemampuan kepada mereka untuk melihat Wajah Allah s.w.t tanpa hijab. Inilah kemuncak segala warid!

Jika seseorang berhenti menjalankan apa yang diwiridkan, karena tercapainya hasil jangka pendek yang di dapat, maka orang itu berarti terjebak dalam kejahilan pola pikir, makanya orang yang sadar akan kebutuhannya pada Allah itu yang menjadikan wiridnya sebagai istiqomah, tanda sebagai ketaatan dan kebutuhannya pada Allah sebagai tuhan dan dirinya sebagai hamba, yang sifatnya taat dan menunjukkan kebaktian tiada akhir, orang yang menjaga wiridnya, orang itu berarti telah merelakan diri dalam penjagaan Allah, yang tidak tertembus oleh serangan nyata dan gaib, orang yang merelakan diri pada penjagaan Allah berati dirinya siap menjadi orang sakti tanpa tanding, karena bersandarnya dirinya pada dzat yang sakti tanpa tanding.

Wednesday 4 September 2013

Sang Kyai 66

Mengajak kepada kebaikan, itu tugas kepada siapa saja yang sudah ingin menjalankan keislamannya dengan sempurna, orang mengajak kepada kebaikan itu tak semudah membalikkan telapak tangan, apalagi karakter manusia itu berbeda-beda, kalau ngajak di tempat pengajian, atau gembar gembor di tempat yang orangnya sudah dikumpulkan oleh panitia, dan mendapat undangan, ya gembar gembornya mudah, tapi apa ada yang mau ikut? Habis dipidatoni juga paling sudah lupa dengan apa yang dikatakan tukang pidatonya, seperti menyiram air pada keramik, ada debu menempel juga keramiknya sudah kotor lagi, menurutku mengajak itu harus dari hati, harus dari dalam pribadi manusia, dari kedalaman jiwa mereka, buat mereka tertarik dengan hatinya, baru diberi penjelasan kalau sudah ikut.

Dan memberi penjelasan itu tak mudah, apalagi menjelaskan kepada orang yang belum tau sama sekali apa yang akan kita jelaskan, dan dalam pikiran orang itu lepas menuju pemahaman yang bebas, akan makin sulit menjelaskannya, bisa bisa yang kita jelaskan akan mengalami kebingungan akhirnya setelah dijelaskan, bukannya akan paham, tapi malah bingung. Apalagi syaitan juga menghalangi kebaikan itu disampaikan, kebenaran itu dibuka, malah makin sulit lagi, yang kita jelaskan malah ngantuk, dan gak sabar mendengar penjelasan kita karena kata-kata kita yang tak menarik dan ndak ada hadiahnya kalau mendengarkan. Mengajak orang sampai orang itu ikut dan menjalankan yang kita arahkan, menurutku suatu keindahan dan kenikmatan tersendiri, apalagi sampai meneguhkan hati orang, dan merubah pandangan hidupnya, berubah total pada ke arah kebaikan, dan kebahagiaan kekal di sisi Allah.

Tapi bagiku kita mengajak saja ke arah kebaikan, orang perduli apa tak perduli, itu bukan urusan kita, kita lakukan saja dengan ikhlas, Allah pasti sudah mencatat amal ikhlas kita mengajak ke jalan kebaikan, menjadi amal ibadah, ikut atau tak ikut orang yang kita ajak, ndak usah memaksakan kehendak wong hidayah itu miliknya Allah, kita hanya menuruti saja perintah Allah semampunya, wa’mur bil urfi, mengajak ke dalam kebaikan, wanha anil mungkar, dan mencegah kemungkaran. Semampu kita.

Nyatanya makin banyak orang yang kita ajak, akan makin banyak pahala yang kita petik, seperti manager bos perusahaan yang mengajak pada orang banyak untuk ikut bekerja di pabriknya, makin banyak orang yang bekerja, berarti makin banyak produksi dibuat.

Pak sutono dan anaknya yang kerasukan menginap di rumahku berhari-hari, banyak juga yang ku petik pelajaran dari orang setengah baya ini, selama bicara denganku, banyak yang diceritakan, kisahnya bermacam-macam, yah dari kisah seseorang itulah kita kadang memetik hikmah, dan pelajaran, tak mesti kita melakukan kesalahan sendiri, untuk memahami arti hidup dan kehidupan, sekecil apapun kita jadikan pelajaran.

“Maaf pak… apa ini musholla?” tanya pak Sutono padaku sambil menunggui anaknya yang sudah tenang setelah ku keluarkan jinnya.

“Bukan pak… ini majlis…” jawabku singkat.

“Dzikir apa pak…?” tanyanya lagi.

“Bapak lihat sendiri apa yang tertulis di dinding itu?” jawabku singkat lagi sambil mengambil rokok dan ku nyalakan. Aku berusaha menghadapi tamu senyaman mungkin, agar tamuku juga merasa nyaman di depanku, ku tawarkan rokok pada pak Sutono.

“Oh ya… dzikir thoreqoh, apa ini sama yang Suryalaya itu?” tanyanya lagi.

“Ya bisa dikatakan sama, tapi juga beda.”

“Apa kita ini perlu to pak berthoreqoh ?” tanya pak Sutono.

Ku pandang wajah pak Sutono, dan ku angan-angan selama beberapa hari di rumahku, sebab percakapanku ini setelah beberapa hari pak Sutono ada di rumahku, jadi ku ketahui kalau pak Sutono tak pernah sama sekali menjalankan sholat selama tinggal di rumahku, tapi aku juga tak akan memerintahkannya, sebab bisa saja dia berkeyakinan lain, atau beragama lain, aku tak perduli, pertama aku menolong orang sebatas yang bisa ku tolong, entah agamanya apa, itu urusan masing-masing punya keyakinan.

Tapi aku merasa kesulitan juga mau menjelaskan bagaimana menjelaskannya…. setelah lama berfikir, dan rokok ku hisap berkali-kali aku buka suara, walau sekalipun pertanyaan pak Sutono padaku sekedar iseng saja atau bukan.

“Kalau orang Islam, bertharekat itu tidak harus, seperti sebagaimana makan, orang itu tak harus makan, tapi makan akan jadi butuh kalau perut lapar, juga makan tak harus makanan yang bersih, tapi kalau kemudian karena makan lalu sakit, dan berbagai sakit dalam tubuhnya bersarang, dari sakit perut sampai jantung, komplikasi dll, ya menurutku akhirnya juga harus menjaga pola makan yang bersih, agar dirinya sehat wal afiat, seperti bapak ini seumuran bapak tentu punya pengalaman yang banyak, nah masak di pengalaman itu bapak sendiri tidak timbul pertanyaan, kenapa saya kok hidup begini, apa bapak hidup tenang di saat ini?” tanyaku.

“Ya saya memang banyak pengalaman dan berbagai warna hidup ku jalani pak, dari pengalaman hidup saya, saya sendiri belum bisa memetik sedikitpun pelajaran.” jawab pak Sutono.

“Ya itu bisa dilihat dari keadaan bapak yang maaf, masih ku katakan hidup kelihatannya penuh kesengsaraan dan sepertinya lelah dan penuh kekecewaan dan kegagalan.”

“Bener sekali pak, saya memang orang yang sangat-sangat gagal… kalau boleh saya cerita…” kata pak Sutono sambil wajahnya menunggu persetujuanku.

“Ya silahkan pak…” kataku sambil menyalakan rokok, karena kurasa kisahnya akan lama….

“Dari dulu.. tahun 80an, saya sudah bekerja, sebelum saya punya istri dan masih muda, dan saya bekerja di Pekalongan, kerja serabutan, apa saja saya jalani asal dapat bekerja, sampai saya menemukan kerja saya yang sekarang ini sebagai penjual bubur kacang hijau, di antara kerjaan saya sebagai seorang penagih hutang, dulu, kalau nagih hutang, saya sering ke dukun, untuk minta syarat agar kerjaan nagih hutang saya lancar tanpa kendala, ada seorang dukun yang saya andalkan, namanya dalang Waskito, dipanggil ki Waskito, memang dari sarat ki Waskito saya sering mendapat sareat darinya sehingga waktu menagih hutang itu saya menjadi gampang, karena sering ke rumah ki Waskito, kami akhirnya seperti keluarga, ki Waskito tinggal di daerah Krapyak, suatu malam saya dan teman saya namanya Junaidi seperti biasa meminta sareat pada ki Waskito, dan malam itu jam baru saja habis magrib, sedang kami dalam keadaan ngobrol, tiba-tiba ada tamu yang datang, seorang berpakaian hitam-hitam, aneh pak, saya kok merinding melihat orang itu padahal ya orang biasa, otomatis pembicaraan saya, Junaidi dan ki Waskito terhenti, sementara ki Waskito mempersilahkan tamu itu untuk masuk, tapi tamu itu tetap berdiri tak mau duduk.”

“Ki…. sampean saya minta untuk datang, ndalang di rumah saya..” kata orang itu sambil berdiri, aku merasakan nada yang membuat bulu kuduk saya berdiri, padahal yang diucapkan kata biasa.

“Kapan?” tanya ki Waskito.

“Malam ini.” jawab orang itu singkat.

“Wah kok mendadak sekali?” tanya ki Waskito.

“Ya karena anak perempuanku menikah, sudah ada rencana nanggap wayang, kok dalangnya sakit, sehingga pertunjukan gagal, jadi Aki ku minta menggantikan dalangnya, apa aki bisa?” ki Waskito menerawang, sebentar memandangi orang yang datang.

“Di mana daerahnya?” tanya ki Waskito.

“Di desa Keling.”

“Desa Keling kedung ombo?”

“Di mana itu tempatnya?” tanya ki Waskito, setelah mikar mikir desa yang disebutkan tak ada dalam ingatannya, aku saja yang wira wiri, biasa nagih hutang juga gak tau di mana ada desa seperti itu di ingatanku juga tak ku temukan.

“Berapa sampean minta, akan ku bayar ki, sebutkan saja…” kata orang itu.

“Ya… ya… saya akan siap, lalu bagaimana saya kesana, karena kok saya asing dengan nama desa itu?” tanya ki Waskito.

“Sekarang juga barengan saya ki, saya antar.”

“Oh ya.. ya.. saya siap siap dulu.. silahkan sampean duduk, minum dulu..” jawab ki Waskito sembari mempersilahkan tamunya yang terus berdiri itu, ku lihat orang itu tinggi besar, dengan pakaian hitam seperti pakaian jawara orang jaman dahulu.

“Tidak ki, biar saya menunggu di luar saja..” kata orang itu tanpa menunggu persetujuan dan berbalik keluar rumah.”

Setelah orang itu keluar rumah, Junaidi pamit ke kamar kecil, tak tau kenapa dia ingin kencing, sementara tinggal ki Waskito duduk bersama saya.

Ku lihat kerutan yang dalam di jidat ki Waskito, dia seperti memikirkan hal yang sangat berat nampak dia mengelus-elus kumisnya dan jenggotnya yang sudah sebagian memutih.

“Pak Sutono, bagaimana ini, anak ikut saja denganku ya, untuk ikut ke orang yang sedang hajatan mantu itu.” kata Ki Waskito padaku.

“Wah ramai tentu saya mau ki, wong saya juga tidak buru-buru, sekalian nyari hiburan.” jawabku enteng.

“Eh tapi nanti kalau di sana kalau diberi makan, jangan dimakan..” kata ki Waskito

“Lhoh kenapa pak?”

“Ya pokoknya jangan dimakan…, aku ganti baju dulu.” kata Ki Waskito sambil beranjak dari tempat duduknya.

Sebentar kemudian Junaidi telah kembali dari kamar kecil, Junaidi adalah teman akrabku kemana aku berada selalu saja ada dia menemaniku.

“Jun… ini Ki Waskito mengajak kita untuk ikut menemaninya ndalang di daerah Keling kedung ombo, bagaimana Jun?” tanyaku pada Junaidi yang menyalakan rokoknya.

“Wah kebetulan kang, kita ada hiburan gratis, siapa tau di desa itu ada ceweknya yang cantik, dan nyantol ke kita, heheheh… ” jawab Junaidi sambil menyalakan rokoknya.

Sebentar kemudian Ki Waskito sudah keluar dari dalam rumah dengan pakaian ala dalang plus keris yang terselip di pinggangnya bagian belakang. Dan kami segera berangkat, rupanya di luar ada kereta kuda, yang di atas kaisnya sudah ada orang yang tadi menjadi tamu, tanpa banyak bicara kami segera naik di kereta kuda, atau dokar, di Pekalongan disebut gelinding, juga tak ada yang aneh, atau saya sendiri yang tak tanggap, yang menurut saya aneh, kok sepengetahuan saya jalan di daerahnya Ki Waskito itu gak baik, tapi ini selama perjalanan seperti kereta berjalan dengan mulus tanpa ada goncangan, seperti layaknya mobil mewah saja, sebentar perjalanan sudah sampai di tempat keramaian di mana pertunjukan wayang di adakan… kami segera turun, dan berjalan di antara orang ramai untuk mencari tempat duduk, sementara Ki Waskito sudah diminta maju ke depan untuk memulai tampil sebagai dalang, saya dan Junaidi duduk di antara para tamu, di atas meja aneka makanan tersedia, sangat lezat-lezat dan mengugah selera, aku duduk terpisah dengan Junaidi karena biasa kami berdua kan masih muda jadi mencari perempuan di area pertunjukan, melihat makanan yang lezat rasanya ingin makan, tapi saya ingat pesan ki Waskito kalau ndak boleh makan makanan yang disajikan, wah saya sampai lupa memberi tau pada Junaidi, semoga saja tak terjadi apa-apa…, sampai pertunjukan wayang selesai.

Mata terkantuk-kantuk, perut lapar, karena tak boleh makan makanan yang di sajikan, akhirnya pertunjukan wayang usai, akan pulang kami dibekali aneka makanan dan juga diberi amplop berisi uang, waktu mau pulang, kami bertiga dibilangi supaya pulang sendiri, dan disuruh jalan saja lurus jangan nengok, aneh baru beberapa langkah berjalan kami keluar dari dalam hutan Roban, bertemu dengan orang kampung yang sedang buang hajad di pinggir hutan, yang menatap kami dengan pandangan heran, apalagi melihat ki Waskito yang berpakaian dalang.

“Wah ini dari alam lelembut to ki? Pantesan semalem ramai dalam hutan ada suara pagelaran wayang…” kata orang itu ditujukan kepada ki Waskito.

“Ini hutan mana?” tanya ki Waskito.

“Ya ini alas roban to ki..”

“Walah benar juga perkiraanku..” dengus ki Waskito yang segera berjalan di antara pepohonan, sambil kami berdua ikuti.

“Waduh ki perutku mual…!” suara Junaidi, disusul dengan muntah-muntah, dan yang dimuntahkan adalah beraneka ulat, singgat, kelabang, dan aneka binatang menjijikkan, ada cacing, kecoak, ada yang dalam keadaan mati ada juga yang masih hidup. Saya segera membuka daun pisang pembungkus makanan yang diberikan pada saya, dan isinya tak beda dengan yang dimuntahkan Junaidi, segera saya campakkan.

Sementara ki Waskito mengurut-urut punggung Juanaidi agar apa yang dimakan bisa dimuntahkan semua, wajah Junaidi pucat pasi.

“Sampean gak ikut makan kan dek Sutono?” tanya ki Waskito.

“Tidak ki…, maaf ki saya lupa mengingatkan pada Juanidi, sehingga dia makan di sana tadi, jadi semalam itu kita di alam lelembut ya ki?”

“Ya begitulah… coba keluarkan uang yang diberikan padamu.” kata ki Waskito.

Saya segera mengeluarkan uang yang diberikan padaku, ternyata hanya daun kering, segera ku buang, sungguh pengalaman yang aneh, kami akan selalu mengingat pengalaman itu…..” pak sutono mengakhiri ceritanya.

“Aneh juga sampean pengalamannya pak..” kataku…

“Ya pengalaman orang itu aneh-aneh pak yai..” jawab pak Sutono, “Saya juga pernah ketika menjual bubur kacang hijau, karena jualannya malam, jadi banyak juga bahkan sering pas jualan ada saja misal kuntilanak, yang menyerupai manusia yang ikut beli.”

“La sampean ndak takut pak, ada kuntilanak beli bubur kacang hijau yang sampean jual?”

“Ya gak takut lah wong ndak tau..”

“Lhoh… katanya tadi ada kuntilanak yang beli, kok gak tau?”

“Ya taunya kan setelah pulang, banyak uang yang jadi daun kering.”

“Ooo begitu rupanya…?”

“Ya pak yai..”

“Ya kalau dengan memedi saya ndak begitu takut pak yai, kalau lebih takut itu sama orang jahat, mereka kan bisa membunuh orang beneran.”

“Memangnya pernah punya pengalaman itu pak?”

“Pernah juga pak yai..”

“Bagaimana itu pengalamannya?”

“Begini ceritanya, saya pernah bekerja di pengantaran barang, jadi sopir truk, Jakarta Surabaya, untuk mengantarkan barang antaran, saat itu tahun 86, di mana Alas Roban masih banyak bajing loncat, dan pas kebetulan mobil truk yang saya bawa diserang bajing loncat, saya tidak berdaya, dan digiring ke dalam hutan, barang kiriman saya dipindah ke truk mereka, dan saya mau dibunuh, akan dilemparkan ke dalam jurang, saya sudah pasrah, wong diikat dan diseret ke dalam hutan, ada grombolan bajing loncat, yang ditugasi membunuh saya, ketika saya mau dibunuh, kok kalau Allah belum menghendaki mati ada saja cara Allah menyelamatkan saya.”

“Bagaimana itu kok bapak bisa selamat?” tanyaku penasaran.

“Ya saat itu saya mau dipenggal, dan mayat saya mau dilempar ke dalam jurang, tapi ketika pedang mau diayunkan ke kepala saya, ada salah seorang yang menahan.”

“Ee sebentar… sebentar dulu Jo..! Kok saya seperti pernah melihat orang ini.” kata orang itu sambil menyenterkan senter yang dibawanya ke arah saya.

“Wah benar saja ini kang Sunoto, tetanggaku Jo..” kata orang yang mengarahkan cahaya senternya ke arahku, sambil mengangkat wajahku yang menunduk pasrah.

“Dah lepaskan lepaskan…” kata bajing loncat yang mengenaliku, yang wajahnya masih tertutup dengan kain penutup wajah.

“Ini saya kang, tetanggamu.. Wugiri.” kata pemuda di depanku yang membuka penutup wajahnya.

Aku hanya bengong “Wah kok bisa begitu kamu Wu? kok jadi garong begitu?”

“Ya tuntutan utang kang..” jawab Wugiri.

“Ya memang kalau Allah mau menyelamatkan orang ya akan diselamatkan, misal kok tetanggane sampean itu kok gak jadi salah satu bajing loncatnya, mungkin nyawane sampean juga sudah pergi ke akherat, jadi segala sesuatu itu disyukuri saja, juga ndak perlu menyalahkan Wugiri itu, bisa saja dia awalnya menanggung banyak hutang, lantas kemudian masuk menjadi group bajing loncat, sebenarnya maksud Allah adalah agar dia dijadikan Allah jalan waktu sampean dirampok, maka sampean bisa diselamatkan, Allah itu mengatur segala sesuatu dengan rantai berantai, sambung menyambung.” jelasku.

“Iya kyai, saya selama ini malah menyalahkan Wugiri, kenapa kok dia jadi rampok begitu…. iya benar juga kata pak kyai, kalau Wugiri tak jadi perampok, bisa saja sekarang saya sudah mati.” kata Sutono, matanya menerawang jauh, mungkin membayangkan Wugiri yang telah menolongnya, tapi malah selalu dia salahkan karena telah menjadi perampok.

Pak Sutono dan anaknya beberapa hari tidur di majlis, sehingga banyak waktu dia pakai mengobrol denganku, selama ku lihat di majlisku juga tak pernah ku lihat pak Sutono menjalankan sholat, tapi aku biarkan saja, walau banyak komplain dari para jamaah dzikirku, dan timbul antipati dari mereka, rasa kasihan yang awalnya ada pelan-pelan terkikis, rasa simpati juga mulai tipis melihat anak bapak itu tak melakukan sholat, tapi ku biarkan saja, setiap orang punya keyakinan masing masing.

“Dzikir di majlis ini dilakukan kapan saja pak kyai?” tanya pak Sutono di sela pembicaraan kami berdua.

“Tiap hari ada, tapi kalau mau ikut yang banyak orang ikut saja di malam minggu legi sama minggu kliwon..” jawabku dengan setengah menjelaskan.

“Kok malam minggu legi sama malam minggu kliwon? Seperti ada unsur kejawennya?” tanyanya dengan enteng.

“Itu hanya penempatan waktu, untuk mempermudah saja, sebab cabangnya yang banyak, sehingga agar tidak bertabrakan dengan jadwal dzikir di cabang yang lain, dan bila dikehendaki kumpul bersama di majlis pusat, semua cabang tak meninggalkan jadwal dzikirnya.” jelasku.

“Ooo tak berkaitan dengan itungan jawa?”

“Tidak.”

“Saya dan teman-teman saya kemaren berembug, itu teman-teman yang kemaren menghantar kami kesini, mereka ingin ngajak kita ikut majlis dzikir ini, apa diperbolehkan?”

“Ya boleh saja, silahkan saja datang…, waktu ada jadwal dzikir.”

“Apa syaratnya?”

“Ndak pakai syarat, pakai saja pakaian putih kalau punya, kalau ndak punya juga gak usah pakaian putih, pakai pakaian biasa aja asal rapi, dan bawa air untuk diisi doa, nanti untuk keperluan masing-masing.”

“Itu apa air bisa untuk keperluan kami yang kebanyakan jualan bubur kacang hijau.”

“Ya insaAllah akan berkah dan laris jualannya, dipakai saja nanti dibuktikan sendiri, kalau saya bicara muluk-muluk nanti juga apa gunanya kalau ternyata tak ada efeknya apa-apa, kan sama saja saya menipu, jadi ikut saja dzikir, bawa air, nanti airnya dido’akan sendiri untuk agar jualan bubur kacang hijaunya laris, nah dibuktikan sendiri, nanti laris apa gak?”

“Apa dipungut biaya?”

“Wah endak sama sekali, sama sekali gak pakai biaya, malah di sini yang ikut dzikir itu dijuluki BAJINGAN.”

“Lhoh kok dijuluki bajingan pak kyai?”

“Iya soalnya BAr ngaJI maNGAN, itu bahasa jawa, artinya habis ngaji langsung makan.”

“Ooo begitu…”

“Jadi boleh ya kami ikut?”

“Boleh.” jawabku singkat, ya karena aku juga tau, pembicaraan kami hanya basa basi semata, seperti orang gak ada bahan pembicaraan jadi bicara yang bisa dibicarakan, karena pak Sutono juga tak pernah datang pada pertemuan pengajian sama sekali, itu hal yang wajar, dan mengajak seseorang pada kebaikan juga tak semudah itu, hidayah itu hanya Allah kehendaki pada orang yang Allah kehendaki mendapatkannya, kadang jauh juga dapat kadang dekat juga tak dapat.

Yang kadang aneh malah jamaah dzikirku kadang yang datang dari Jakarta, Bogor, Sukabumi, Bandung, Purwokerto, Semarang, Jogya Solo, Surabaya, tapi malah tetangga kanan kiri jarang ada yang mau ikut, nah itu yang kadang aku sendiri merasa aneh.

“Maaf pak yai, saya boleh bertanya?”

“Boleh… bukannya dari tadi kita tanya jawab?”

“Ini soal istri saya.”

“Kenapa dengan istrinya?”

“Istri saya itu suka kerasukan juga dari dulu.”

“Maksudnya pak?”

“Ya istri saya itu suka sekali kerasukan, kalau anak saya ini yang kerasukan, orang 5 masih kuat memeganginya, tapi kalau istri saya yang kerasukan, orang 8 juga masih dilempar.”

“Kok kuat begitu..?”

“Iya kalau kerasukan itu suka menggereng-gereng seperti macan.”

“Begitu ya… coba dibawa kesini.”

“Sudah saya ajak kesini kyai, tapi gak mau…”

“Apa istrinya punya ilmu, maksudku pernah mempelajari ilmu yang aneh?”

“Iya kyai…. ayah istri saya kan dukun, yang biasa juga mengobati orang.”

“Ooo la kok kenapa ndak mengobati anaknya sampean yang mau dikorbankan orang yang mengambil pesugihan.”

“Sudah berusaha tapi langsung kalah, dan sakit, jadi tak berani lagi,”

“Apa yang dipelajari istri sampean?” tanyaku.

“Itu kyai, ini menurut kyai benar apa salah?”

“Bagaimana itu?”

“Saya biasanya kalau sama istri, misalkan saja kami mau pulang ke Cirebon, sedang kami sama sekali ndak punya ongkos, kami tetap saja naik bus, dan nanti di bus mantra istri saya dibaca, dan anehnya kami kemana saja tak akan ditarik ongkos.”

“Wah itu ya salah, gak benar seperti itu.”

“Tapi kami kepepet saja, tak kami pakai tiap hari kok kyai.”

“Ya kalau tiap harinya gak punya ongkos dan tiap hari kepepet ya kan dipakai tiap hari, malah tiap jam..”

“Iya juga ya, hehehhe..”

“Itu kan kasihan sopir busnya gak dapat uang, la misal semua penumpang itu punya kebisaan seperti istri sampean, la semua bus di Indonesia akhirnya gulung tikar, gak ada yang operasi, sebab gak ada yang dapat uang, padahal sopir bus itu juga kondekturnya kan juga punya anak bini yang harus dihidupi, ini misal saja sampean, jualan bubur kacang hijau, la semua yang beli memakai ilmu kayak ilmu yang dipakai istri sampean, apa sampean gak bubar sehari dua hari jualan, soale bubur habis, tapi ndak ada sama sekali uang yang masuk, semua makan gratis.”

“Jadi ndak boleh ya pakai ilmu seperti itu?”

“Ya boleh gak sampean bubur kacang hijuanya dimakan banyak orang tapi gratis semua?”

“Ya gak boleh, nanti bagaimana makan anak istri saya.”

“Nah tau begitu, jadi sebenarnya kebaikan itu sangat mudah mempelajarinya, orang punya budi pekerti mulia dan baik itu mudah, lihat saja, kalau orang lain itu melakukan sesuatu perbuatan pada kita, kita gak mau, maka jangan lakukan perbuatan itu pada orang lain, ilmu itu bermanfaat kalau bisa bermanfaat untuk orang lain, apapun ilmu kok bermanfaat untuk banyak orang, maka itu dikatakan ilmu manfaat, kalau merugikan orang lain, sekalipun ilmu, ya tidak dikatakan bermanfaat, namanya merugikan, dan merugikan orang lain itu tetap dicatat oleh Allah, akan dimintai pertanggung jawaban, sekecil apapun, la kok mempelajari sesuatu kok yang nantinya akan menyusahkan diri sendiri, kalau mempelajari sesuatu itu kalau menurutku yang menguntungkan di dunia juga di akherat, sekalipun menguntungkan di dunia, tapi kok merugikan di akherat, ya tetap saja itu namanya merugikan diri sendiri, misal pinter korupsi, sampai gak ketangkep, atau jagoan nyopet, tapi gak pernah ketangkep, atau jago menghamili anak orang dan gak pernah ketangkep, ya tetap saja nanti ada hukumnya Allah yang akan menghisap, memperhitungkan, malah di sana lebih hebat hukumannya,” jelasku panjang lebar, gak tau paham apa enggak.

Lanjutku, karena melihat pak Sutono terdiam,

“Sbenarnya apa saja keilmuan yang bersandarnya pada selain Allah itu merugikan, misal ilmu yang memakai khodam jin.”

“Maksudnya memakai khodam jin pak? Soale saya pernah mengikuti gemblengan, kata gurunya itu khodamnya malaikat.”

“Ya memakai tidak khodam jin bisa dilihat dari bentuk menjalaninya.”

“Ada berbagai ilmu, ilmu itu ada yang dipelajari ada juga yang diberikan langsung oleh Allah, ilmu yang dipelajari itu berasal dari hasil laku manusia atau warisan dari bangsa jin, segala ilmu yang dipelajari untuk memperoleh kelebihan atau kesaktian terntentu itu semua berkhodam jin, entah ilmu hikmah, ilmu kejawen, ilmu karuhun, aji-aji kesaktian…”

“Lhoh masak begitu to pak kyai? Apa ndak khodamnya malaikat juga ada? Misal saya itu berdzikir dari asma Allah apa saya juga dapatnya khodam jin, bukan malaikat?”

“Nah itulah yang perlu dipahami dan dimengerti, bisa jadi malah syaitan yang masuk menjadi khodam kita tanpa kita sendiri tau dan memahaminya, malah mengira syaitan itu adalah pertolongan Allah, “Sesungguhnya setan masuk (mengalir) ke dalam tubuh anak Adam mengikuti aliran darahnya, maka sempitkanlah jalan masuknya dengan puasa”.”

Setan jin menguasai manusia dengan cara mengendarai nafsu syahwatnya. Sedangkan urat darah dijadikan jalan untuk masuk dalam hati, hal itu bertujuan supaya dari hati itu setan dapat mengendalikan hidup manusia. Supaya manusia terhindar dari tipu daya setan, maka manusia harus mampu menjaga dan mengendalikan nafsu syahwatnya, padahal manusia dilarang membunuh nafsu syahwat itu, karena dengan nafsu syahwat manusia tumbuh dan hidup sehat, mengembangkan keturunan, bahkan menolong untuk menjalankan ibadah.

Dengan melaksanakan ibadah puasa secara teratur dan istiqomah, di samping dapat menyempitkan jalan masuk setan dalam tubuh manusia, juga manusia dapat menguasai nafsu syahwatnya sendiri, sehingga manusia dapat terjaga dari tipudaya setan. Itulah hakekat mujahadah. Jadi mujahadah adalah perwujudan pelaksanaan pengabdian seorang hamba kepada Tuhannya secara keseluruhan, baik dengan puasa, shalat maupun dzikir. Mujahadah itu merupakan sarana yang sangat efektif bagi manusia untuk mengendalikan nafsu syahwat dan sekaligus untuk menolak setan. Allah s.w.t berfirman:

“Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa, bila mereka ditimpa was-was dari setan, mereka berdzikir kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat”. (QS.al-A’raaf.7/201)

Yang dimaksud dengan lafad “Tadzakkaruu” ialah, melaksanakan dzikir dan wirid-wirid yang sudah diistiqamahkan, sedangkan yang dimaksud “Mubshiruun”, adalah melihat. Maka itu berarti, ketika hijab-hijab hati manusia sudah dihapuskan sebagai buah dzikir yang dijalani, maka sorot matahati manusia menjadi tajam dan tembus pandang.

Jadi, berdzikir kepada Allah s.w.t yang dilaksanakan dengan dasar Takwa kepada-Nya, di samping dapat menolak setan, juga bisa menjadikan hati seorang hamba cemerlang, karena hati itu telah dipenuhi Nur ma’rifatullah. Selanjutnya, ketika manusia telah berhasil menolak setan Jin, maka khodamnya yang asalnya Jin akan kembali berganti menjadi golongan malaikat.

“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat-malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan) “Janganlah kamu merasa takut janganlah kamu merasa sedih dan bergembiralah kamu dengan memperoleh surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu” (30) Kamilah pelindung-pelindungmu di dalam kehidupan di dunia maupun di akherat”. (QS. Fushilat; 41/30-31)

Firman Allah s.w.t : “Kami adalah pelindung-pelindungmu di dalam kehidupan di dunia maupun di akherat”, itu menunjukkan bahwa malaikat-malaikat yang diturunkan Allah s.w.t kepada orang yang istiqamah tersebut adalah untuk dijadikan khodam-khodam baginya.

Jadi, bagi pengembara-pengembara di jalan Allah, kalau pengembaraan yang dilakukan benar dan pas jalannya, maka mereka akan mendapatkan khodam-khodam malaikat. Seandainya orang yang mempunyai khodam Malaikat itu disebut wali, maka mereka adalah waliyullah. Adapun pengembara yang pas dengan jalan yang kedua, yaitu jalan hawa nafsunya, maka mereka akan mendapatkan khodam Jin. Apabila khodam jin itu ternyata setan maka pengembara itu dinamakan walinya setan. Jadi Wali itu ada dua (1) Auliyaaur-Rohmaan (Wali-walinya Allah), dan (2) Auliyaausy-Syayaathiin (Walinya setan). Allah s.w.t menegaskan dengan firman-Nya:

“Dan orang-orang yang tidak percaya, Wali-walinya adalah setan yang mengeluarkan dari Nur kepada kegelapan. Mereka itu adalah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (QS.al-Baqoroh.2/257)

“Sesungguhnya kami telah menjadikan setan-setan sebagai Wali-wali bagi orang yang tidak percaya.“ (QS. Al-A’raaf; 7/27)

Seorang pengembara di jalan Allah, baik dengan dzikir maupun wirid, mujahadah maupun riyadlah lelaku, kadang-kadang dengan melaksanakan wirid-wirid khusus di tempat yang khusus pula, perbuatan itu mereka lakukan sekaligus dengan tujuan untuk berburu khodam-khodam yang diingini. Khodam-khodam tersebut dicari dari rahasia ayat-ayat yang dibaca. Semisal mereka membaca ayat kursi sebanyak seratus ribu dalam sehari semalam, dengan ritual tersebut mereka berharap mendapat­kan khodamnya ayat kursi.

Sebagai pemburu khodam, mereka juga kadang-kadang mendatangi tempat-tempat yang terpencil, di kuburan-kuburan yang dikeramatkan, di dalam gua di tengah hutan belantara. Mereka mengira khodam itu bisa diburu di tempat-tempat seperti itu. Kalau dengan itu ternyata mereka mendapatkan khodam yang diingini, maka boleh jadi mereka justru terkena tipudaya setan Jin. Artinya, bukan Jin dan bukan Malaikat yang telah menjadi khodam mereka, akan tetapi sebaliknya, tanpa disadari sesungguhnya mereka sendiri yang menjadi khodam Jin yang sudah didapatkan itu. Akibat dari itu, bukan manusia yang dilayani Jin, tapi merekalah yang akan menjadi pelayan Jin dengan selalu setia memberikan sesaji kepadanya.

Sesaji-sesaji itu diberikan sesuai yang dikehendaki oleh khodam Jin tersebut. Memberi makan kepadanya, dengan kembang telon atau membakar kemenyan serta apa saja sesuai yang diminta oleh khodam-khodam tersebut, bahkan dengan melarungkan sesajen di tengah laut dan memberikan tumbal. Mengapa hal tersebut harus dilakukan, karena apabila itu tidak dilaksanakan, maka khodam Jin itu akan pergi dan tidak mau membantunya lagi. Apabila perbuatan seperti itu dilakukan, berarti saat itu manusia telah berbuat syirik kepada Allah s.w.t. Kita berlindung kepada Allah s.w.t dari godaan setan yang terkutuk.

Memang yang dimaksud khodam adalah “rahasia bacaan” dari wirid-wirid yang didawam­kan manusia. Namun, apabila dengan wirid-wirid itu kemudian manusia mendapatkan khodam, maka khodam tersebut hanya didatangkan sebagai anugerah Allah s.w.t dengan proses yang diatur oleh-Nya. Khodam itu didatangkan dengan izin-Nya, sebagai buah ibadah yang ikhlas semata-mata karena pengabdian kepada-Nya, bukan dihasilkan karena sengaja diusahakan untuk mendapatkan khodam.

Apabila khodam-khodam itu diburu, kemudian orang mendapatkan, yang pasti khodam itu bukan datang dari sumber yang diridlai Allah s.w.t, walaupun datang dengan izin-Nya pula. Sebab, tanda-tanda sesuatu yang datangnya dari ridho Allah, di samping datang dari arah yang tidak disangka-sangka, bentuk dan kondisi pemberian itu juga tidak seperti yang diperkiraan oleh manusia. Demikian­lah yang dinyatakan Allah s.w.t:

“Dan barangsiapa bertakwa kepada Allah. Allah akan menjadikan jalan keluar baginya (untuk menyelesaikan urusannya) (2) Dan memberikan rizki kepadanya dari arah yang tidak terduga.” (QS. ath-Tholaq; 65/2-3)

Khodam-khodam tersebut didatangkan Allah s.w.t sesuai yang dikehendaki-Nya, dalam bentuk dan keadaan yang dikehendaki-Nya pula, bukan mengikuti kehendak hamba-Nya. Bahkan juga tidak dengan sebab apa-apa, tidak sebab ibadah dan mujahadah yang dijalani seorang hamba, tetapi semata sebab kehendakNya. Hanya saja, ketika Allah sudah menyatakan janji maka Dia tidak akan mengingkari janji-janji-Nya.

Di luar itu, orang-orang yang dengan sengaja menjalani laku untuk memperoleh keilmuan itu sudah dipastikan akan mendapat khodam jin, orang yang menjalankan laku dengan keikhlasan menjalani saja masih akan didatangi jin, untuk sekedar ingin menjadi khodam, apalagi yang menjalankan lelaku yang ada kehendak maksud tujuan pada selain Allah, yaitu kesaktian, kelebihan dalam hal tertentu, pasti jin sudah akan mendatangi, cuma orang yang menjalankan lelaku secara ikhlas, ketika dirinya didatangi jin untuk menolong membantunya, lantas dia tidak perduli, maka dirinya akan naik ke tingkatan level yang lebih tinggi, lantas para malaikat akan didatangkan Allah untuk menjadi khodamnya, dengan menjalankan apa yang menjadi kehendak dan keperluan orang itu, ketika orang itu tidak perduli, maka dia akan naik ke level yang lebih tinggi lagi sampai dirinya itu diijabah langsung oleh Allah tanpa harus dengan perantara atau sebab yang menjadikan hal itu terjadi.

“Jadi walau misal saya menjalankan wirid atau menjalankan laku dzikir itu tetap saja khodamnya adalah dari jin?”

“Ya itulah proses yang sudah ku sebutkan.”

“Lalu bagaimana mengetahui khodam itu jin atau bukan?”

“Kalau jin itu jelas, mudah diketahui, sebab jin itu juga punya nafsu, kehendak dan kepentingan, sekalipun dia itu adalah jin muslim.”

“Bagaimana cara mengetahuinya?”

“Ya kan kalau amalan itu memakai ada kemenyan, kembang, sesajen, penyediaan minyak wangi atau ugo rampe persyaratan, jelas itu tak bisa dipungkiri itu adalah unsur khodam jin.” jelasku.

“Lalu apa menulis rajah rajah, itu juga sama?”

“Ya sama itu juga jin, cuma bukan jin penghuni bumi ini, tapi dari jin penghuni tuju bintang.”

“Jadi bukan malaikat?”

“Bukan…, malaikat itu hanya tunduk kepada Allah, tidak tunduk kepada manusia manapun, jadi khodam malaikat misal punya itu dari yang Allah anugerahkan, bukan dari belajar ilmu tertentu, dan yang jelas malaikat itu tak doyan makan, juga tak doyan sesembahan, atau sesajen apapun, la kalau malaikat itu doyan makan, akan terjadi cerita aneh, karena ada malaikat maut yang nongkrong di warung bakso, ketika mau mencabut nyawa seseorang yang rumahnya dekat warung bakso, karena mencium bau bakso jadi ngiler, dan ingin mencicipi, ndak pernah kan mendengar cerita seperti itu?”

“Wah kyai bisa saja…”

“Lalu bagaimana dengan orang yang mengamalkan hizib? dan dzikir yang macem-macem, apa juga khodamnya khodam jin?”

“Ya itu tadi, awalnya seseorang itu akan tetap didatangi khodam jin, sekalipun orang tarekat juga sama, yang menjalankan amaliyah thoreqoh, juga akan didatangi khodam jin, ya pertama untuk menjadi khodam kita, nah kita di saat itu kepincut tidak?”

“Wah kalau begitu ya harus hati-hati, dan sulit juga membedakan mana yang khodam malaikat atau khodam jin.”

“Makanya sebaiknya menjalankan lelaku mendekatkan diri kepada Allah itu butuh guru pembimbing, sebagaimana orang mau ke Jakarta naik bus butuh sopir bus yang sudah tau jalannya, sehingga orang tak salah jalan, dan kesasar kemana-mana, seorang sopir itu tak harus orang hebat, asal dia sudah hafal jalannya karena sudah biasa melewatinya, sekalipun seorang penumpang lebih pintar menyetir malah sebagai pilot pesawat, kalau dia tak tau jalan yang dituju, ya harus tetap jadi penumpang, ndak usah ngeyel jadi sopir, karena merasa pinter nyetir, jika naik bus juga harus mau dibawa belok kanan atau ke kiri oleh sopir, jangan komplain, karena bus dibelokkan ke kanan, atau bus dibelokkan ke kiri. Seorang guru pembimbing spiritual itu tak perlu orang hebat atau sakti mandraguna, asal orang itu sudah hafal jalan dan biasa melewatinya, maka sudah pantas dijadikan sopir.”

Ku lihat pak Sutono sudah ngantuk… ku suruh saja dia tidur.

Sunday 1 September 2013

Kita itu dari tanah, tau kan tanah, tanah itu kalau mau dibentuk jadi kendi, atau keramik, pasti membutuhkan air, juga ketika mau ditanami juga membutuhkan air, agar tanah itu bisa hidup bukan menjadi tanah yang mati,

Tau kan air, air itu umpama amaliyah, lelaku, pembentuk tanah, diumpamakan dzikir, air itu bisa dari mana saja, umpama dzikir, dzikir itu ya dzikir, bisa dari mana saja, bentuknya tidak beda, sama air itu bisa dari mana saja, bentuknya tidak berbeda, ada air sumur, air sungai, air laut, air comberan, air kencing, air limbah, semua jika diambil keberadaannya air, maka akan sama bentuknya cair, tapi air kencing tentu beda dengan air laut, sumur, dll, jika sudah dikonsumsi, orang yang mengkonsumsi air limbah, atau air comberan untuk minum tentu kesehatannya akan beda dengan orang yang mengkonsumsi air bening yang terjaga kebeningannya dari sumber zam zam,

Sama, orang yang mengkonsumsi dzikir dan laku amaliyah dari dzikir atau wirid yang ngambil dari limbah, dari sungai, dari comberan dll, tentu beda dengan orang yang mengkonsumsi dzikir yang dijaga oleh guru guru, masayekh yang dibawah sumpah bai'at janji setia kepada Allah, yang menjaga wira'inya, yang menjaga makanan dan kehormatannya, yang menjaga gerak gerik budi pekerti lahir batinnya, seperti orang yang mengambil air dari sumur zam zam, yang dialirkan lewat paralon di lem dengan perekat yang kuat antara satu dengan yang lain sambung menyambung dengan kuat, walau ada kotoran kerbau ditimpukkan ke paralon, sama sekali tak merubah bau atau warna air, air terjaga di kedalaman hati, kedalaman amaliyah dan laku ikhlas ridho kepada Allah,

nah seperti itulah perbedaan antara dzikir satu dengan yang lain, sebagaimana beda air satu dengan air yang lain.

masih ada lagi, beda juga air yang sama sama dialirkan oleh paralon sebesar selang sedotan sprite, dengan air yang dialirkan oleh paralon yang besarnya lobang selobang gajah saja masuk jika dimasukkan ke paralon...... semakin besar lobang paralon makin besar juga aliran airnya, makin cepat jerigen akan penuh jika ditaruh di bawahnya... dan makin kecil paralon, maka makin kecil juga aliran airnya, bisa saja 1 jurigen 10 tahun ditaruh di bawahnya tak akan penuh penuh juga...